Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takut Dibedakan
“Kamu kok jadi emosi begitu? Memang salahnya di mana jika ibu meminta bantuanmu?”
Emosi Arman tersulut setelah mendengar ucapan Camila yang dianggapnya tidak pantas itu. Sikap hangat yang semula ditunjukkan Arman berubah menjadi dingin. Guru matematika itu tidak suka jika Camila menyinggung tentang ibunya.
“Kok jadi aku yang salah, Mas?” Camila menatap tajam ke arah Arman.
Hanya karena masalah sepeleh, mereka berdua menjadi salah paham. Camila tak melanjutkan ucapannya karena malas berdebat dengan siapapun hari ini. Tak butuh waktu lama, wanita cantik itu telah mengubah pakaiannya kembali seperti setelan awal. Camila menatap sinis ke arah Arman sebelum keluar dari kamar.
“Kenapa jadi begini sih?” gumam Arman dengan helaan napas berat.
Sikap dingin di antara suami istri itu terus berlangsung hingga sore hari. Camila lebih memilih menghindari Arman karena takut tidak bisa menahan emosi. Mereka tak bertegur sapa meski istirahat di tempat yang sama.
Detik demi detik telah berlalu. Langit cerah telah berubah menjadi gelap. Arman baru saja selesai menunaikan sholat maghrib berjamaah di Masjid yang tak jauh dari rumah. Pria tampan itu mengayun langkah pulang menuju rumah. Setelah bertegur sapa dengan Yudi sebentar, Arman bergegas masuk ke dalam kamar.
“Aku harus mengakhiri semua ini. Kenapa aku mengikuti egoku? Kasian juga Mila kalau aku bersikap seperti ini,” batin Arman saat melihat Camila tidur tengkurap di atas tempat tidur dengan mukenah yang masih menutupi tubuhnya.
Arman mendekat ke tempat tidur. Dia duduk di tepian dan setelah itu mengusap punggung Camila beberapa kali. “Maaf atas sikapku hari ini,” ucap Arman singkat. “Sebagai permintaan maafku, bagaimana kalau jalan-jalannya diganti sekarang?” tanya Arman.
“Tanya dulu sana sama ibu!” Nada bicara Camila masih ketus.
“Tidak perlu. Kalau ada yang menghalangi nanti aku yang akan bicara. Sekarang sebaiknya kamu ganti baju terus dandan yang cantik. Kita keliling kota,” ujar Arman sambil menarik tangan Camila.
Malam itu, Arman menepati janjinya. Meski sempat dilarang Aminah pergi, pria tampan itu tetap membawa istrinya jalan-jalan. Sempat terjadi perdebatan dengan Aminah. Namun, semua itu tidak bisa menghalangi rencana Arman.
Wajah murung yang ditunjukkan Camila selama seharian ini telah berubah sumringah. Wanita cantik asal Surabaya itu menikmati kebersamaan bersama suaminya. Mulai dari keliling kota hingga belanja di satu-satu nya mall yang ada di Mojokerto. Mereka berakhir di salah satu cafe yang ada di sana. Istirahat sejenak di balkon cafe dengan pemandangan lampu kota.
“Kenapa melamun di sini? Apa ada sesuatu yang kamu pikirkan?” tanya Arman setelah cukup lama memandang wajah cantik Camila.
Camila menatap suaminya dengan lekat. Lantas, dia termenung lagi merangkai kata yang tepat untuk disampaikan kepada Arman. “Mas, kalau aku kerja di bank lagi boleh gak?” tanya Camila.
“Apa uang bulanan dariku masih kurang?” Arman bertanya balik.
“Tidak. Lebih dari cukup malah. Aku kerja bukan berarti merendahkan kamu, Mas. Aku hanya ingin mencari kesibukan agar tidak terlalu sering bertemu mbak Sinta,” jelas Camila dengan suara lirih.
“Sayang. Sudah ya.” Arman mengela napas berat. “Mbak Sinta belum sehari loh tinggal di rumah. Tapi kamu sudah berpikir negatif terus. Kalau kamu terus begini, yang ada kamu semakin tertekan.” Emosi Arman mulai tersulut lagi, tetapi dia berusaha menahannya.
“Mas, aku itu gak mau kalau sampai ibu membandingkan aku dengan mbak Sinta. Paling tidak aku ada kerjaan. Secara mbak Sinta setelah ini pasti jadi guru ngaji di TPQ. Kamu itu gak paham dengan kekhawatiranku, Mas,” jelas Sinta dengan helaan napas yang berat.
Sekali lagi Arman harus menghela napas berat. Dia terus berusaha meyakinkan istrinya jika semua pasti baik-baik saja. Pembicaraan itu terus berlangsung sampai pada keputusan jika Arman tidak mengizinkan Camila bekerja lagi di Bank.
“Aku gak rela lah, istriku yang cantik ini harus dipandang nasabah bank setiap harinya. Aku lebih suka kamu berada di rumah. Menunggu aku pulang dari sekolah seperti biasanya,” ucap Arman sambil mengerlingkan mata. Dia sengaja menggoda Camila untuk menghilangkan ketegangan yang sempat terasa di sana.
****
Sementara itu, di tempat lain atau lebih tepatnya di rumah orangtua Arman, ada sosok yang sedang kesal. Ya, siapa lagi kalau bukan Sinta. Wanita berbadan dua itu kesal setelah melihat postingan Arman dan Camila di sosial media. Dia selalu iri melihat keromantisan adik iparnya itu.
“Ndeso! Ngapain coba nongkrong aja di posting di sosial media. Ih!” umpat Sinta seraya meletakkan ponselnya di atas meja.
“Kamu ini kenapa?” Yudi merasa heran melihat istrinya. Dia mengubah posisi menjadi duduk bersandar di headboard ranjang.
“Tuh si Arman sama Mila pamer kemesraan di sosmed. Norak banget ‘kan?” Sinta menatap Yudi dengan ekspresi wajah kesal.
“La terus masalahnya apa? Toh itu akun mereka sendiri dan gak merugikan orang lain.” Yudi mengernyitkan kening melihat sikap istrinya.
“Aku kan juga pengen seperti mereka, Pa! Kamu sih kalau diajak foto gak pernah mau. Gak seperti Arman tuh yang kelihatan bucin sama Mila!”
Yudi hanya menghela napas berat setelah mendengar protes dari Sinta. Perihal seperti seringkali terjadi di antara mereka karena hal sepele. Sinta sering membandingkan Yudi dengan orang lain hanya karena sesuatu yang tidak pernah dia lakukan kepada Sinta.
“Kamu ini aneh, Ma. Jangan bersikap begitu lah. Aku ya aku, Arman ya Arman. Kami memiliki sifat dan karakter berbeda. Memang kamu pikir rumah tangga hanya untuk pamer di sosial media saja?”
“Sudah aku jelaskan sebelumnya ‘kan? Aku tidak suka bermain sosial media dan tentunya gak sempat. Aku harus fokus kerja demi kamu dan anak-anak. Kamu pikir pekerjaan di kantor itu hanya duduk santai di depan laptop? Enggak, Ma. Aku semakin pusing kalau sikapmu seperti ini. Ayolah … kita ini udah mau punya anak dua, bersikap dewasa sedikit. Jangan kekanak-kanakan.”
Setelah mengeluarkan kekesalannya, Yudi keluar dari kamar. Dia meninggalkan Sinta di kamar seorang diri. Menghindar jauh lebih baik daripada harus berdebat perkara tidak penting. Apalagi, kali ini adiknya yang disangkutpautkan dalam pembahasan.
Semetara Sinta semakin kesal melihat sikap suaminya. Yudi selalu pergi setiap mereka berdebat. Padahal yang diinginkan Sinta adalah perubahan sikap Yudi kepadanya. Wanita berbadan itu kembali membuka ponselnya sambil menatap foto kebersamaan kedua adik iparnya. Rasanya begitu sakit melihat Arman yang selalu perhatian dengan Camila.
“Ck. Punya suami gini amat! Gak ada romantis-romantisnya! Kalah kan jadinya sama Mila. Pokoknya aku gak boleh kalah dari Mila. Aku harus menjadi kesayangan semua orang di sini!” ujar Sinta sambil memukul bantal beberapa kali untuk meluapkan kekesalannya.
🌹TBC🌹
Pasti bu Aminah sama saudari2nya ghibahin Arman Camila karena ngontrak
Atau si Sinta ikut pak Pardi selamanya,,kan habis ketipu
Meli harusnya ngikut Riza pindah alam,,jahat banget
Buat semua pasutri memang g boleh menampung wanita/pria yg usia sudah baligh takutnya ada kejadian gila kyk gini..
Banyak modus lagi,,mending Riza di antar keluar dari rumah Arman
Sekarang Camila bisa lega karena bebas dari orang toxic
G ada hukumnya anak bungsu harus tinggal sama ortu kecuali ortu.nya sudah benar2 renta..