Zen Vessalius adalah nama yang pernah menggema di seluruh penjuru dunia, seorang pahlawan legendaris yang menyelamatkan umat manusia dari kehancuran total. Namun, waktu telah berubah. Era manusia telah berakhir, dan peradaban kini dikuasai oleh makhluk-makhluk artifisial yang tak mengenal masa lalu.
Zen, satu-satunya manusia yang tersisa, kini disebut sebagai NULL—istilah penghinaan untuk sesuatu yang dianggap tidak relevan. Dia hanyalah bayangan dari kejayaan yang telah hilang, berjalan di dunia yang melupakan pengorbanannya.
Namun, ketika ancaman baru muncul, jauh lebih besar dari apa yang pernah dia hadapi sebelumnya, Zen harus kembali bangkit. Dengan tubuh yang menua dan semangat yang rapuh, Zen mencari makna dalam keberadaannya. Mampukah ia mengingatkan dunia akan pentingnya kemanusiaan? Atau akankah ia terjatuh, menjadi simbol dari masa lalu yang tak lagi diinginkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Vessalius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19 IBLIS DI DUNIA KAVERI
Hari itu berlalu dengan kelelahan dan kecemasan yang terasa di setiap sudut medan perang. Para prajurit dari Lumoria dan High Druid yang masih bertahan hanya bisa memandang dengan mata penuh ketakutan dan kehati-hatian. Sosok Rokan—atau lebih tepatnya entitas gelap yang kini menguasainya—berdiri di tengah-tengah kehancuran yang ia ciptakan. Tanah di sekelilingnya menghitam, dan aura gelap yang menyelimuti tubuhnya membuat udara terasa berat dan sulit dihirup.
Zen berdiri di garis depan, tubuhnya penuh luka meskipun ia berusaha untuk tetap terlihat tegar. Ia memerintahkan pasukannya untuk mundur secara teratur. Selvina, yang baru saja pulih sebagian dari luka-lukanya, membantu memandu para prajurit yang terluka kembali ke garis aman.
"Eryon," kata Zen dengan suara tegas, meskipun napasnya tersengal-sengal. "Kita harus mundur sekarang. Ini bukan saatnya untuk melawan tanpa persiapan."
Eryon mengangguk setuju, meskipun matanya tak pernah lepas dari Rokan yang kini hanya berdiri diam, dengan pasukan Ras Beast di belakangnya yang tampak seperti boneka tak bernyawa. "Aku akan meminta bantuan dari utusan High Druid untuk membangun perlindungan di Lumoria. Kita harus memastikan bahwa mereka tidak bisa menyerang wilayah kita dengan mudah."
Zen mengangguk sambil menatap entitas yang telah menguasai tubuh Rokan. "Entitas itu... dia bukan hanya musuh kita, dia adalah ancaman bagi dunia ini. Jika kita tidak menghentikannya, tidak ada yang akan selamat."
Sementara itu, Selvina mendekati Zen. "Zen, aku tahu ini berat, tetapi kita harus berpikir dengan kepala dingin. Kita tidak bisa melawan musuh seperti ini tanpa strategi yang matang. Mari kita kembali dan susun rencana baru. Aku yakin kita akan menemukan caranya."
Zen menatap Selvina, dan meskipun wajahnya menunjukkan kelelahan, ia tetap memancarkan rasa tanggung jawab. "Kau benar, Selvina. Kita tidak boleh bertindak gegabah. Aku akan memimpin pasukan mundur, tapi kita tidak bisa berhenti di sini. Kita harus mencari tahu apa yang mengendalikan Rokan dan menghancurkannya sebelum semuanya terlambat."
Mereka mulai mundur perlahan, memastikan semua prajurit yang terluka dapat kembali ke Lumoria dengan selamat. Zen terus memantau medan perang, menyadari bahwa pasukan Ras Beast kini tampak seperti tidak memiliki kehendak sendiri. Mata mereka kosong, dan gerakan mereka seperti dikendalikan oleh kekuatan luar.
"Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka?" Selvina bertanya, suaranya penuh kekhawatiran. "Ini bukan hanya tentang Rokan. Pasukan mereka... seolah-olah mereka sudah kehilangan jiwa."
Zen menggelengkan kepalanya, tanda bahwa ia juga tidak tahu jawabannya. "Kita akan menemukan jawabannya nanti. Sekarang, kita harus fokus pada perlindungan Lumoria dan mencari tahu cara menghadapi kekuatan ini."
Setelah mencapai perbatasan, mereka disambut oleh utusan High Druid yang segera memulai upaya mereka untuk membangun penghalang pelindung di sekitar wilayah Lumoria. Eryon bergabung dengan mereka, memberikan arahan dan memastikan perlindungan itu akan cukup kuat untuk menahan serangan dari entitas yang menguasai Rokan.
Zen, Selvina, dan beberapa ajudan lainnya berkumpul di ruang strategi di kastil Lumoria. Wajah-wajah mereka penuh kecemasan, tetapi juga tekad. Zen memandang peta di depannya, mencoba menyusun rencana terbaik untuk menghadapi musuh yang tampaknya mustahil untuk dikalahkan.
"Kita tidak hanya berperang melawan Ras Beast dan Firlinione," kata Zen. "Kita berperang melawan sesuatu yang jauh lebih besar. Kita membutuhkan semua bantuan yang bisa kita dapatkan."
Selvina menambahkan, "Mungkin kita juga perlu mencari petunjuk dari sejarah masa lalu. Entitas ini jelas bukan hal yang baru. Jika ada yang pernah menghadapinya sebelumnya, kita harus tahu bagaimana mereka melakukannya."
Zen mengangguk, pandangannya penuh tekad. "Kita akan mencari tahu, Selvina. Kita tidak akan membiarkan entitas itu menghancurkan dunia ini. Kita akan bertahan, dan kita akan menang."
Zen melangkah ke dalam perpustakaan kastil Lumoria yang sunyi. Cahaya redup lilin dan bau debu dari tumpukan buku-buku tua menyambutnya. Ia menatap deretan rak yang menjulang tinggi, dipenuhi oleh ribuan buku yang menyimpan sejarah, pengetahuan, dan mungkin, rahasia gelap yang tersembunyi. Dengan tekad yang bulat, ia memutuskan untuk mencari jawaban tentang entitas yang telah menguasai Rokan.
Namun, bahkan sebelum ia sempat memilih arah, suara berderak terdengar dari rak buku di sisi kanan. Sebuah buku tipis dengan sampul hitam pekat perlahan melayang keluar dari rak, bergerak menuju Zen. Aura gelap yang terpancar dari buku itu membuat udara di sekitarnya terasa dingin. Zen mengulurkan tangannya dengan hati-hati, meraih buku tersebut, meskipun ia merasakan energi jahat yang meresap hingga ke tulang.
Ia memandang sampul buku itu. Tidak ada judul, hanya simbol aneh yang terpahat di permukaannya, bercahaya samar dalam kegelapan. Perasaan cemas bercampur dengan rasa ingin tahu memenuhi dirinya.
"Apa ini?" bisiknya, suara Zen nyaris tak terdengar.
Saat ia membuka halaman pertama, tulisan kuno dalam bahasa yang tidak dikenalnya terlihat mengalir seperti tinta hitam pekat di atas kertas yang tampak seperti kulit tua. Tetapi anehnya, ia bisa memahami kata-kata tersebut seolah-olah suara dari dalam buku itu berbicara langsung ke pikirannya.
Buku itu berbicara tentang "Entitas Kegelapan"—kekuatan purba yang pernah hampir menghancurkan dunia pada zaman dahulu. Entitas itu disebut sebagai "Ahrakas," roh penghancur yang tidak bisa dimusnahkan sepenuhnya, hanya disegel oleh gabungan kekuatan empat ras besar: Lumoria, High Druid, Beast, dan Firlinione. Buku itu melanjutkan, menggambarkan bagaimana Ahrakas bisa menguasai tubuh seseorang, terutama mereka yang memiliki jiwa yang lemah atau dikuasai oleh amarah dan kebencian.
Zen membaca dengan intens, lembar demi lembar, menemukan rincian tentang segel yang digunakan untuk menahan Ahrakas. Namun, segel itu hanya bertahan selama harmoni antara keempat ras tetap terjaga. Ketika kebencian dan konflik muncul kembali, segel itu akan melemah, memungkinkan Ahrakas untuk keluar dan mencari inang baru—dalam hal ini, Rokan.
Zen berhenti membaca sejenak, pikirannya dipenuhi oleh informasi baru ini. Ia memikirkan kondisi dunia saat ini, di mana konflik antar-ras telah mencapai puncaknya. "Jadi... kehancuran ini bukan hanya kesalahan Rokan. Ini akibat kebencian yang kita pelihara selama ini," gumamnya.
Ia membuka halaman berikutnya, tetapi sesuatu yang aneh terjadi. Tulisan di buku itu mulai bergerak, berputar-putar seperti pusaran air hitam, dan suara berbisik memenuhi ruangan.
"Zen... Kamu yang membawa keseimbangan... atau kehancuran... Pilihlah jalanmu..."
Zen melangkah mundur, menutup buku itu dengan cepat. Nafasnya memburu. Aura gelap dari buku itu terasa semakin menyesakkan. Namun, ia tahu buku ini memegang kunci untuk menghentikan Ahrakas.
"Aku tidak punya pilihan lain," katanya pada dirinya sendiri. Ia memasukkan buku itu ke dalam tasnya dengan hati-hati dan bergegas keluar dari perpustakaan. Dalam benaknya, ia sudah memikirkan rencana berikutnya: ia harus berbicara dengan Eryon dan Selvina tentang apa yang baru saja ia temukan.
Waktu semakin mendesak, dan ia tahu hanya mereka bertiga, bersama dengan High Druid, yang memiliki kesempatan untuk menyegel kembali entitas tersebut—sebelum dunia benar-benar hancur.
Di dalam kastil, Selvina duduk di ruang strategi yang penuh dengan peta, dokumen, dan tanda-tanda koordinasi pasukan. Wajahnya serius, tatapannya terpaku pada peta besar yang membentang di hadapannya. Ia mencoret-coret jalur pasukan dan menandai lokasi penting sambil berpikir keras tentang bagaimana mempertahankan Lumoria dari ancaman Rokan yang kini berubah menjadi entitas bencana.
Beberapa ajudan berdiri di sekitarnya, menunggu instruksi lebih lanjut. Mereka semua tahu bahwa waktu sangat mendesak, namun Selvina tetap tenang. Dengan suara tegas namun lembut, ia berkata, "Kita perlu mempertahankan wilayah inti kastil. Pertahanan pertama telah hancur, tapi kita tidak boleh kehilangan semuanya. Fokuskan pasukan di jalur-jalur utama menuju kastil."
Sementara itu, di perbatasan, Eryon berdiri di atas tembok perlindungan yang dibuat oleh para High Druid. Matanya tajam, memperhatikan gerakan Rokan yang mengamuk tanpa kendali. Setiap pukulan Rokan menghancurkan penghalang sihir yang dibangun dengan susah payah, membuat para prajurit Lumoria dan High Druid kewalahan.
Eryon menggenggam pedangnya erat, namun ia tahu bahwa menyerang Rokan sekarang bukanlah solusi. "Dia terlalu kuat... bahkan tembok pelindung ini tidak akan bertahan lama," gumamnya sambil melirik ke arah prajurit di belakangnya.
Seorang utusan High Druid mendekat, suaranya penuh keputusasaan. "Eryon, pertahanan ini hanya bisa bertahan beberapa jam lagi. Kita butuh arahan dari Zen!"
Eryon mengangguk, mencoba menenangkan mereka meskipun ia sendiri merasa tegang. "Kita harus bertahan sampai Zen kembali. Dia pasti sudah menemukan sesuatu di perpustakaan."
Ledakan terdengar tidak jauh dari mereka, dan Rokan mengeluarkan raungan keras yang menggema di seluruh medan pertempuran. Tubuhnya kini benar-benar dikuasai entitas kegelapan, dengan aura hitam pekat yang menyelimuti setiap langkahnya. Prajurit dari Lumoria mulai goyah, sebagian bahkan mundur karena ketakutan.
Eryon memandang ke arah Selvina yang berdiri di menara kastil, memberikan isyarat bahwa waktu mereka hampir habis. Selvina balas mengangguk, lalu kembali mengatur strategi dengan cermat. Ia tahu bahwa tidak ada jalan lain selain bertahan hingga Zen kembali membawa solusi.
"Kita tidak boleh menyerah. Pertempuran ini belum berakhir," kata Selvina kepada dirinya sendiri, mencoba menguatkan hatinya. Ia mengirim pesan melalui ajudannya kepada Eryon untuk tetap menjaga moral pasukan, sekaligus mempersiapkan langkah terakhir jika pertahanan kastil jebol.
Selvina dan Eryon hanya bisa berharap, dengan segala usaha mereka, Zen akan kembali tepat waktu dengan jawaban yang bisa menyelamatkan mereka semua. Waktu terus berdetak, dan nasib Lumoria semakin tergantung pada pilihan mereka di saat-saat kritis ini.
Zen memasuki ruang strategi dengan langkah cepat, membawa sebuah buku hitam pekat yang memancarkan aura dingin. Semua yang ada di ruangan, termasuk Selvina dan beberapa ajudan utama, berhenti berbicara dan menoleh ke arahnya. Wajah Zen terlihat tegas, tetapi ada bayangan kelelahan di matanya, tanda bahwa perjalanan di perpustakaan tidaklah mudah.
Ia meletakkan buku itu di meja besar yang dipenuhi peta dan dokumen, membuka halaman yang sudah ia tandai sebelumnya. Aura gelap dari buku itu membuat semua orang merasa gelisah, namun Selvina tetap berdiri tegak di sisi Zen, menunggu penjelasan.
"Aku menemukan ini di perpustakaan bawah," ujar Zen, suaranya dalam dan serius. "Buku ini berbicara tentang sebuah ritual penyegelan, yang mungkin bisa menghentikan Rokan... atau lebih tepatnya, entitas yang menguasainya."
Semua orang di ruangan itu terdiam. Selvina mendekat untuk melihat lebih jelas. Ia membaca cepat beberapa kalimat yang ditunjukkan Zen. "Penyegelan ini membutuhkan sihir tingkat tinggi... dan sesuatu yang disebut 'Pilar Kehidupan.' Apa itu, Zen? Apakah kau tahu di mana menemukannya?"
Zen mengangguk perlahan. "Berdasarkan buku ini, Pilar Kehidupan adalah tempat yang terhubung langsung dengan energi alam semesta. Aku yakin High Druid mungkin tahu lokasinya, atau setidaknya cara mengaksesnya."
Seorang ajudan yang berdiri di dekat mereka bertanya dengan cemas, "Tuan Zen, apakah ritual ini aman? Dan apakah kita memiliki waktu untuk melakukannya? Pasukan kita hampir hancur di perbatasan."
Zen menatapnya tajam, tetapi tidak dengan marah, melainkan penuh keyakinan. "Tidak ada jaminan bahwa ini akan berhasil, tetapi jika kita tidak mencoba, maka seluruh Lumoria akan hancur, termasuk dunia ini. Ritual ini adalah harapan terbaik kita."
Selvina mengangguk, meskipun raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Kita tidak punya pilihan lain. Aku akan mengirim pesan kepada Eryon dan para utusan High Druid. Mereka harus tahu tentang ini dan mempersiapkan lokasi ritual."
Zen melanjutkan, "Ritual ini membutuhkan pengorbanan. Bukan hanya energi, tetapi juga keselarasan antara pengguna sihir dan alam. Aku sendiri yang akan memimpin ritual ini, bersama dengan bantuan dari High Druid."
Sejenak, ruangan itu kembali hening. Selvina menatap Zen dengan pandangan serius. "Jika itu membahayakanmu, aku tidak akan membiarkanmu melakukannya sendiri. Kita akan mendukungmu, apapun yang terjadi."
Zen tersenyum tipis. "Terima kasih, Selvina. Aku tahu aku bisa mengandalkan kalian semua. Tapi ingat, waktu kita terbatas. Rokan semakin tidak terkendali, dan pertahanan di perbatasan tidak akan bertahan lama."
Selvina segera memberi perintah kepada para ajudan untuk mengirim pesan kepada Eryon, meminta mereka bersiap dan mencari informasi tentang Pilar Kehidupan. Zen, sementara itu, mulai membaca lebih dalam tentang rincian ritual, memastikan setiap langkahnya.
Kabar dari ajudan Zen membuat Eryon semakin gelisah. Ia berdiri di barisan pertahanan terakhir bersama beberapa prajurit Lumoria dan pasukan High Druid. Tatapannya tertuju pada dinding perlindungan yang mulai retak, sihir yang perlahan memudar karena tekanan kekuatan Rokan dan gelombang pasukan Ras Beast yang terus berdatangan.
"Kita tidak punya waktu untuk menunggu mereka kembali ke wilayah High Druid," gumam Eryon dengan nada serius, matanya terpaku pada utusan High Druid yang berdiri di dekatnya. "Apakah tidak ada cara lain untuk mengetahui lokasi Pilar Kehidupan tanpa harus menemui pemimpin kalian?"
Utusan High Druid, seorang pria bertubuh ramping dengan aura magis yang kental, menggelengkan kepala. "Hanya pemimpin kami yang memiliki pengetahuan pasti tentang Pilar Kehidupan. Namun, aku pernah mendengar bahwa lokasinya terkait dengan bintang-bintang tertentu. Jika kita bisa mengakses observatorium di Lumoria, mungkin ada petunjuk di sana."
Eryon merenung sejenak, tetapi pikirannya terhenti oleh suara gemuruh yang memekakkan telinga. Sebagian dinding pelindung runtuh, dan tubuh raksasa Rokan menerobos masuk, dengan mata yang bersinar merah menyala. Ras Beast yang mengikutinya meraung dengan ganas, menyerbu tanpa henti.
"Mundur!" teriak Eryon, suaranya tegas namun penuh ketegangan. "Semua pasukan mundur ke titik aman! Lindungi para penyembuh dan yang terluka!"
Pasukan Lumoria dan High Druid bergerak cepat, menarik barisan mereka ke area lebih dalam yang telah disiapkan sebagai titik perlindungan sementara. Namun, serangan dari Ras Beast terlalu agresif, memaksa sebagian prajurit untuk bertahan dengan susah payah. Eryon berlari ke garis depan, menggunakan sihirnya untuk menciptakan penghalang sementara yang cukup kuat untuk menahan gelombang serangan.
"Kita butuh waktu lebih banyak," ujar Eryon sambil melancarkan mantra untuk memperkuat penghalang itu. Ia berbalik ke arah utusan High Druid. "Bisakah kalian menghubungi pemimpin kalian dengan sihir jarak jauh?"
Utusan High Druid tampak ragu, tetapi akhirnya mengangguk. "Aku akan mencoba, tapi itu membutuhkan konsentrasi penuh dan tidak bisa dilakukan di medan perang seperti ini."
Eryon memutuskan dengan cepat. "Kembalilah ke kastil. Bawa Selvina pesan ini—katakan bahwa kita butuh observatorium dan semua petunjuk terkait Pilar Kehidupan. Aku akan menahan garis ini sebaik mungkin."
Utusan itu mengangguk, segera mempersiapkan dirinya untuk perjalanan kembali ke Lumoria.
Sementara itu, Rokan semakin mengamuk, mencabik segala sesuatu yang ada di depannya, termasuk pasukan Ras Beast yang tampaknya juga tidak luput dari amarahnya. Dalam keadaannya yang mengerikan, Rokan menjadi ancaman tak terkendali, menghancurkan segala di sekitarnya tanpa pandang bulu.
Eryon menggenggam erat pedangnya, matanya terpaku pada sosok Rokan yang perlahan mendekat. Ia tahu waktu semakin sempit. Dalam hatinya, ia hanya berharap bahwa Zen dan Selvina bisa menemukan solusi sebelum segalanya benar-benar hancur.
Bersambung!