Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mutan Cyborg
Kevin tidak mau berkutat dalam urusan pelik. Prinsipnya, ia akan menebar manfaat. Namun saat ada yang mencoba menghancurkannya, ia siap memberangus mereka, khususnya para pemimpinnya.
Baru saja santai sejenak, seorang pria kekar dengan satu mata ditutup mendekat ke bawah pohon yang ditempati Kevin.
"Turun lah! Tuanku memanggilmu!", pria itu memanggil, namun Kevin tidak menggubris.
"Bum!"
Pria itu menghantam batang pohon setebal 25cm itu hingga retak dan hampir roboh. Kevin merasa terganggu dan menabur sedikit bubuk batu iradiasi ke arah perusuh itu.
"Huh! Kau kira aku mutan biasa yang bermasalah dengan sebuk murahan ini?", pria itu sama sekali tidak terpengaruh.
Kevin pun mengaktifkan zirah anginnya dan membiarkan saja lawannya bergerak. Ia ingin tahu, sehebat apa mutan yang telah kebal dari bubuk batu ini. Sangat besar kemungkinan ini adalah salah satu mutan terkuat dan langka.
"Krak!"
Pohon itu pun tumbang seketika. Namun Kevin masih melayang di udara, seakan tidak peduli akan perbuatan preman mata satu itu.
"Oh, pantas saja kau sangat sombong", lelaki itu mengambil sebuah batu dan melesatkannya ke kepala Kevin.
"Prak!"
Batu itu hancur menjadi serbuk saat menyentuh zirah angin Kevin yang baru saja ia perkuat. Tidak menyerah, mutan itu menembakkan sebuah peluru dengan jentikan jari dan berhasil menembus zirah namun meleset dari tubuh Kevin.
Serangan ke tiga, lelaki itu mengangkat batang pohon yang telah roboh dan mencoba memukul Kevin di udara.
"Kraak!"
Bagian pohon yang menyentuh zirah Kevin pun berubah menjadi serbuk.
"Jleb!"
Satu peluru berhasil menembus zirah dan menusuk pantat Kevin. Beruntung kulit dan ototnya sangat kuat sehingga tidak terlalu dalam.
"Ugh, cari masalah kau!", ujar Kevin sedikit merasa nyeri. Namun dengan kemampuan warisan mutan unik sebelumnya, peluru itu bisa keluar seperti membuang dahak. Penyembuhannya pun cukup cepat sehingga tidak ada perdarahan berarti.
"Kau masih lemah, namun sudah pandai membual, bocah!", lelaki itu sama sekali tidak takut dengan semua kekuatan yabg ditampakkan Kevin sekarang. Kevin bisa melihat sorot mata keberanian melebihi wanita lumpur waktu itu.
Kevin pun melontarkan balik peluru yang tadi menembus pantatnya ke arah kepala lawan, ditambah kekuatan angin yang dipadatkan dan energi dari cincin keramat. Kevin nampak tak ingin main-main dalam memberi pelajaran balasan.
"Krak!"
Lelaki itu berusaha menghindari serangan, namun peluru itu bukan berasal dari moncong senjata yang bergerak linear, melainkan mengikuti perintah Kevin hingga menembus tengkorak lawan.
"Robot?", gumam Kevin saat melihat percikan listrik keluar dari kepala lawan.
"Bagaimana dia bisa bertahan?", Kevin melihat lawan hanya memegangi kepalanya yang berlubang. Namun itu sebentar saja, karena lubang itu hilang dalam satu menit.
"Aku mutan cyborg!", ujar lelaki itu menanggapi ucapan pelan Kevin.
"Mutan cyborg?", Kevin tak paham konsep itu.
"Aku bisa saja bertarung habis-habisan denganmu di sini. Namun, setelah kematianku, akan datang puluhan atau bahkan ratusan jenisku karena lokasi dan wajahmu sudah terpampang jelas di panel markas kami sekarang. Jadi, pilih lah! Temui tuanku tanpa paksaan atau bertarung habis-habisan", tawar lelaki itu.
Kevin terdiam sejenak. Mengikuti kemauan pria aneh ini sama dengan setor nyawa. Namun ia benar-benar penasaran dengan alasan bos mereka mengundangnya.
"Jika hanya ingin menuntaskanku, maka mereka bisa saja mengirim puluhan bersama pria ini. Apa dia ingin bernegosiasi?", duga Kevin dalam hati.
"Baik lah. Tunjukkan saja jalannya. Aku ikut atau tidak, itu bukan urusanmu. Lagi pula kau takkan bisa mengejar kecepatanku jika aku tak ingin mengikuti permainanmu ini", jawab Kevin. Tentu saja ia harus menunjukkan keberanian dan daya tempurnya agar tidak diremehkan. Juga, Kevin penasaran dengan markas dan perkiraan kekuatan mutan cyborg ini.
"Huh! Terserah lah!", lelaki itu mendengus dan melesat memasuki saluran pembuangan kota Dorman.
Kevin melihat pergerakan lawan secepat falcon, sekira 390km/jam.
"Itu kecepatanku dulu. Sekarang sih jauh lebih cepat. Tapi, siapa juga yang mau merendahkan diri masuk got meski itu terlihat jernih dan bersih", Kevin mampu melihat jelas. Bahkan dengan penginderaan adaptasi dari burung hantu dan bantuan energi dari cincin keramat, ia bisa mendeteksi bahwa lelaki itu bergerak ke arah fasilitas bawah tanah, di bawah gedung walikota.
"Ck! Merepotkan saja!", ucap Kevin lantas melesat cepat ke atas gedung.
"Huh, di sini saja. Kalau mereka cerdas, aku akan dijemput dan masuk dari pintu normal, bukan dihinakan dengan lewat got!", gumam Kevin lantas rebahan di atas gedung.
Entah bagaimana lawan memantau pergerakannya, lelaki tadi akhirnya mendatangi Kevin dan menunjukkan jalan dengan akses khusus ke dalam fasilitas rahasia mereka.
"Kalian memang penjahat. Pantas jika tidak punya tata krama menyambut tamu", ejek Kevin yang menghafal semua rute dan kode akses selama perjalanan. Ia bahkan mengundang beberapa tikus tanah dan menguatkan mereka sebagai pasukan tambahan dan persiapan jika harus melawan dan melarikan diri dari sarang lawan.
"Oh, Kevin. selamat datang. Maaf jika tempatku ini terlalu terpencil dan hening. Aku tidak suka berbelit-belit!", sapa seorang lelaki, nampak lebih muda dari pada Aldo Sebastian_si naga merah_ namun wajahnya cukup memiliki kesamaan.
"Tak apa. Langsung saja katakan, apa maumu?", Kevin sama sekali tidak ingin menunda dengan omong kosong.
"Wah wah wah, memang jiwa muda, sangat berapi-api. Tenang lah, perkenalkan namaku Tino Sebastian, walikota Dorman. Tidak semua orang bisa menjumpaiku meski memiliki pengaruh. Jadi, sopan lah sedikit", ujar lelaki itu dengan senyum yang nampak sama sekali tidak khawatir akan kemampuan Kevin.
"Huh, kamu atau bawahanmu yang memulai lebih dahulu. Mana ada mengundang lewat got disebut sopan?", sahut Kevin, tidak ingin tunduk meski tahu bahwa ada sekian puluh lawan yang berjaga dan memusatkan perhatian kepadanya sekarang. Mereka semua tidak menggunakan senjata api, sebagian saja membawa senjata tajam.
"Hahahaha. Ya ya ya. Jangan ambil hati perbuatan dan ucapan bawahanku itu. Mereka tidak sepertiku. Jadi, bagaimana menurutmu istanaku ini?", ucap Tino sembari menerima makanan dari pelayan perempuan di sampingnya. Ia tengah duduk di sebuah kursi hitam bulat, melayang tanpa penyangga, seakan memiliki teknologi anti gravitasi.
"Hm, kursimu itu yang paling menarik bagiku. Apa kau punya yang lainnya?", sahut Kevin main-main. Ia tentu tahu kursi itu bukan teknologi biasa.
"Kursiku ini ya? Hahaha, seleramu sebagus seleraku. Tapi sayang, ini hanya prototipe dan satu-satunya karena aku tak ingin disaingi. Jadi, kau mungkin sudah menebak alasanku mengundangmu ke sini. Bagaimana menurutmu?", Tino dengan santai menolak keinginan Kevin dan kembali ke topik utama.
"Kau sudah tahu sikapku. Untuk apa lagi kau mengundangku jika bukan karena takut kehilangan lebih banyak aset dan merugi?", jawab Kevin yang asal menebak saja. Ia sudah dua kali menyusup dan terakhir kali malah membuat kehebohan besar.