Zia harus menelan pahit, saat mendengar pembicaraan suami dan juga mertua nya, Zia tak percaya, suami dan mertua nya yang selalu bersikap baik padanya, ternyata hanya memanfaatkannya saja.
Zia tidak bisa diam saja, saat tahu sikap mereka yang sebenarnya.
"Awas kalian, ternyata kalian selama ini hanya ingin memanfaatkan aku!" gumam Zia, mencekal tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lukacoretan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman lama
Dengan perasaan yang sesak, Zia terus melihat suami dengan istri keduanya, bohong kalo Zia tidak merasakan sakit.
Mau bagaimanapun, Zia masih berstatus seorang istri dari Rangga, meskipun Zia sudah menyiapkan hati, untuk menerima pengkhianatan suaminya, tapi saat Zia melihat secara langsung, kebersamaan mereka, hati Zia merasakan sakit.
"Aku semakin yakin, kamu benar-benar tidak mencintai aku, mas" ucap Zia, tersenyum getir.
Menatap suaminya, tersenyum bahagia bersama anak dan istri yang lain.
"Selama kita menikah satu tahun, kamu selalu mengatakan, kamu belum siap memiliki anak, karena kita masih terlalu muda, ternyata bukan itu alasannya," ucap Zia.
"Ternyata kamu tidak pernah merencanakan hidup bahagia denganku, memiliki anak dari rahimku," kata Zia.
Mata Zia tidak lepas dari mereka, karena Zia sudah menyiapkan segalanya, agar Zia tidak ketahuan, Zia memakai masker penutup mulutnya, dan jaket.
Zia merasakan tidak sanggup melihat mereka, Zia memutuskan pergi dari restoran itu.
Selepas kepergian Zia, Rangga baru menyadari kalo ia merasa ada orang yang melihatnya.
"Kenapa, mas?" tanya Lena.
"Seperti ada yang melihat kita, tapi siapa" jawab Rangga.
"Perasaan kamu aja, dari tadi tempat ini sepi," ujar Lena.
"Mungkin," jawab Rangga.
Rangga tak menghiraukannya, Rangga berfikir mungkin hanya perasaannya saja.
Rangga melanjutkan makannya dengan Lena, sembari menyuapi anaknya.
Berbeda dengan Zia, selepas kepergian Zia.
Zia keluar dari restoran tersebut, lalu Zia keparkiran mobil.
Zia merasakan tubuhnya bergetar lemas, dadanya sesak, dan juga pandangan matanya kabur.
"Ayo jangan kambuh disini" ucap Zia, menenangkan dirinya.
Namun Zia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya, Zia ambruk diparkiran mobil, tidak sadarkan diri.
Saat Zia tak sadarkan diri, ada seorang laki-laki yang menolongnya, karena ia tidak sengaja melihatnya.
"Amankan mobilnya, saya akan membawa wanita ini ke RS," ucap sang laki-laki tampan dan tinggi itu.
"Baik pak" jawab satpam.
Lalu laki-laki itu membawa Zia, ke RS terdekat restoran miliknya.
Setelah sampai, ia langsung membawa Zia keruangan rawat.
"Kami akan menanganinya," ucap sang suster.
"Baiklah" jawab nya, lalu ia menunggu diruangan tunggu.
Karena tas milik Zia berada ditangannya, laki-laki itu, membuka ponselnya, lalu mencari kontak yang bisa ia hubungi.
Lalu dia mengklik nomor kedua kakaknya Zia, karena ia meliha riwayat telefon terakhir dengan kontak yang bernama Roy.
[Ada apa Zia, tumben telfon kakak malam-malam gini?] tanya Roy, langsung menjawab telefon dari nomor sang adik.
[Maaf, saya bukan pemilik ponsel ini, saya menemukan pemilik ponsel ini pingsan di area restoran saya, jadi saya langsung membawa nya] ucap laki-laki yang sudah menolong Zia itu.
[Di RS mana, apa yang terjadi dengan adik ku?] tanya Roy.
[Saya tidak tahu, saya hanya menolongnya, saya sudah mengirimkan alamat RS ini] ucap nya, lalu menutup telfonnya.
Tut..
"Seperti kenal dengan suaranya, dan namanya juga sama, apa wanita itu Zia yang aku kenal, tapi mana mungkin" gumam nya.
Laki-laki itu menunggu keluarga wanita yang sudah ia tolong.
"Mau pulang, tapi keluarganya belum sampai, rasanya tidak sopan kalo aku pergi begitu saja," ucap nya.
Tak selang lama, keluarga Zia datang.
"Roy..."
"Arka.."
Keduanya saling menatap tak percaya.
"Lo kesini ada apa?" tanya Arka.
"Adik gua, katanya pingsan, tadi ada orang yang menelfon gua," jawab Roy.
"Itu tadi gua, jadi itu Zia?" tanya Arka.
"Iya dia Zia, adik gua" jawab Roy.
"Senang bertemu denganmu, lagi," ucap Arka, memeluk Roy.
"Om, tante, bagaimana kabarnya?" tanya Arka.
"Baik, kamu siapa?" tanya bunda Ita.
"Arka bun, anaknya om wiliam" sahut Roy.
"Ya'ampun Arka, kamu sudah besar, kemana saja?" tanya bunda Ita.
"Aku melanjutkan studi ke luar negri tante, dan mengurus anak perusahaan disana," jawab Arka.
"Syukurlah kalo kamu baik, pantas sudah lama tidak kerumah," ujar bunda Ita.
"Keluargamu, berada di Jakarta?" tanya ayah Dimas.
"Ada om, kebetulan kami akan menetap disini," jawab Arka.
Dimas tersenyum, sudah lama ia tidak bertemu dengan teman lamanya.
"Katakan dengan daddymu, main kerumah kalo masih menganggap aku sebagai teman," ucap Dimas.
"Akan aku katakan," jawab Arka.
Saat keduanya sedang mengobrol, suster keluar dari ruangan rawat Zia.
"Maaf, apa ini keluarga pasien?" tanya suster.
"Iya sus, saya ibunya, ada apa dengan anak kami?" tanya bunda Ita.
"Pasien sudah sadar dari pingsan nya, tapi saya sarankan agar pasien tidak banyak pikiran," sahut sang dokter.
Bunda Ita mengangguk.
Lalu mereka memasuki ruangan rawat Zia.
Terlihat Zia terbaring lemah, menatap kosong keatas.
Tetes demi tetes, air mata Zia membasahi bantal yang ia pakai.
Zia menatap semua keluarganya, namun Zia merasa asing dengan laki-laki yang berada didekat kakaknya.
"Bunda, ayah, kakak" panggil Zia.
"Ada apa nak?" tanya ayah Dimas.
"Maaf sudah merepotkan kalian," ucap Zia.
"Tidak, kamu tidak merepotkan kami," jawab ayah Dimas, mengelus rambut sang anak.
Zia tersenyum menatap ayahnya, namun dalam benak Zia terluka.
"Jangan banyak pikiran, semua akan baik-baik saja," ucap ayah Dimas, menenangkan sang anak.
Zia mengangguk, lalu ia berkata. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja," jawab Zia.
"Terus katakan baik-baik saja, tapi kenyataannya, kamu terluka," sahut Roy.
Roy sudah gemas dengan adiknya, karena terlalu lama membiarkan suaminya terus menyakiti dirinya.
"Kak, jangan emosi" bisik Rey.
"Aku sudah ingin menghajar burung si bajingan itu, sudah geram" jawab Roy.
"Jangan sampai sikap kakak, membuat Zia tidak enak, dan dia jadi menjauhi kita," bisik Rey.
Roy menghela nafas, perkataan sang adik kembar nya memang ada benarnya juga.
"Apa kamu akan mengabari suami kamu?" tanya ayah Dimas.
"Aku akan mengabarinya, datang atau tidak, itu terserah dia," jawab Zia.
Melihat reaksi temanya, Arka menjadi penasaran, ada apa sebenarnya dengan Zia.
"Ada apa sebenarnya dengamu, Zia?" gumam Arka.
Arka sangat penasaran, tapi Arka tidak mau menanyakannya sekarang, Arka akan menunggu waktu yang tepat.
Rey mengalihkan pembicaraan, agar sang adik tidak terlalu berlarut bersedih.
"Kamu kenal dengan laki-laki ini?" tanya Rey, menunjuk Arka.
"Tidak kak," jawab Zia.
"Dia yang sudah menongmu, kamu pingsan parkiran," ucap Rey.
"Terima kasih, sudah menongku," ucap Zia.
"Kamu lupa, siapa dia?" tanya Rey.
"Memang siapa?" tanya Zia.
"Arka, teman kami," jawab Rey.
"Arka.." Zia mengulang ucapannya.
"Arka, yang sering menjahili kamu, waktu kamu sekolah," ujar Roy.
Zia menutup mulutnya tidak percaya, kalo laki-laki yang menolongnya adalah Arka.
"Kak Arka, ini serius?" ucap Zia.
Arka mengangguk.
"Sekarang aku makin tampan, makanya kamu tidak mengenalku," sahut Arka.
"Ternyata tidak berubah, kepercayaan dirinya sangat tinggi, sejak dulu," jawab Zia menatap malas.
***
bakal berusaha trs mengganggu hdp zia trs
cepat sembuh zia