Mitha, Gadis Kaya yang mendadak miskin karena sang ayah direbut Pelakor. Hidupnya berubah 180⁰ sehingga pekerjaan apapun dia geluti demi menafkahi sang mama yang sakit-sakitan. Dia bergabung menjadi Pasukan Orange DKI Jakarta
Selama menjalani profesinya menjadi pasukan orange banyak ujian dan cobaan. Dan Mitha menemukan cinta sejati di lingkungan kerjanya, seorang lelaki yang berkedudukan tinggi tapi sudah beristri.
Apakah dia juga akan menjadi Pelakor seperti perempuan yang merebut ayahnya dari mamanya?? Yuk..di subscribe dan ikuti ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jantung Yang berdebar
Ehh ko begitu? Maksudnya gimana Bu?" aku menatap mama dan kulihat mamaku mengangguk.
Tapi bukan persetujuan yang Mitha inginkan, Mitha butuh penjelasan.
"Mamamu dulu pernah menolong Tante, jadi sekarang waktunya Tante membalas semua kebaikan mamamu Mitha"
"Kebaikan apa yang mama lakukan Tante? Trus Tante mau bawa mama kemana?"
"mamamu pernah membela Tante karena suatu tuduhan pembunuhan, kalau bukan mamamu yang bersaksi. Mungkin Tante sekarang masih di penjara karena tuduhan membunuh suami Tante. Tante ingin kamu dan mamamu tinggal bersama Tante. Kamu mau ya Mitha?" Mitha bingung karena ini begitu tiba-tiba.
"Tante maaf, saya belum bisa memutuskan hari ini. Ini terlalu mendadak. Lagi pula besok jadwal mama terapi. Mitha minta kontak Tante aja, kalau suatu hari Mitha sudah siap, akan aku hubungi"
"Ya sudah kalau itu keputusanmu, nak. Tante pamit dulu ya Mitha" Aku memeluk tubuh Bu Diana
Setelah mengantar Bu Diana ke tempat parkir di halaman rumah bude Naryo, Mitha kembali ke kontrakan. Mama mengacungkan ponsel yang terus berdering. Mitha lihat nomer tidak dikenal.
"Nomernya Mitha ga kenal ma, biarin aja paling orang iseng. Yuk mama sekarang bersiap mandi trus makan, oke?!" Mitha senang melihat wajah mamanya hari ini begitu sumringah setelah bertemu dengan Bu Diana.
Dengan susah payah Mitha menggendong sang mama dari kamar mandi, karena kaki yang bengkak terasa nyeri. Setelah selesai memakaikan mama baju, Mitha pergi ke dapur berniat membuat sup ayam buat mama.
Selesai sholat Maghrib, Mitha membuka ponsel untuk mengisi token listrik dari aplikasi uang electronik. Betapa terkejutnya ia, melihat ada 50 lebih panggilan dengan nomer yang sama.
Tak berapa lama nomer itu memanggil lagi. Mitha penasaran, dia klik tombol menerima panggilan.
"Saya sudah di depan pintu, tolong bukakan pintunya" Suara yang Mitha kenal, suara pak lurah.
Ceklek!
"Kamu kemana aja sih, di telepon puluhan kali ga diangkat juga. Kamu baru bangun tidur ya?! Apa segitu engga pentingnya panggilan saya, sampai kamu ga mau angkat panggilan saya" Pria itu terus nyerocos tanpa jeda. Mitha sampe melongo.
"Taa..." suara lemah mama terdengar, kami sama-sama menengok ke arah mama
"Itu m-mama ka-kamu" Pak Lurah tergugu. Mitha mengambil napas dalam dan menghembuskannya dengan kasar.
"Sekarang giliran saya yang bicara ya pak, bapak ngapain ke sini, ada perlu apa bapak sampe nelpon saya puluhan kali, saya bukan orang nganggur pak! yang bisa Nerima telepon kapan saja. Hari-hari saya selalu sibuk. Ga ada waktu buat sekedar chatingan atau ngobrol panjang lebar melalui telepon" Nafas Mitha menderu, dia menatap pak lurah yang mulai salah tingkah.
"Taa..." kembali suara mama terdengar
"Ma, ini ada atasan Mitha, pak lurah ma..mama tunggu di sini ya, Mitha mau ajak pak lurah ngobrol di luar" Dengan masih memakai mukena, Mitha menarik tangan pak lurah keluar dari rumahnya yang hanya satu petakan. Ruang tamu dan kamar jadi satu. Hanya dapur dan kamar mandi yang di sekat.
"M-maaf s-saya cuma mau nganterin i-ini" Pak lurah menyodorkan bungkusan salep pereda nyeri
"Buat apa?" suara Mitha melemah
"Tadi siang saya sudah nungguin kamu di zona, terus saya ganti lokasi di belakang musholah dan saya ganti lagi lokasi di dekat bantaran sungai. Tapi kamu gak jawab juga pesan maupun telepon dari saya" Mitha mengernyitkan keningnya
"Cuma mau ngasih ini doang?" wajah Mitha polos, dia seakan tidak percaya akan kelakuan pria beristri di depannya ini
"Pak Lurah, kita kan bukan sepasang kekasih yang pacaran backstreet, kenapa sampe pindah-pindah lokasi karena mau ngasih salep doang" Suara Mitha lemah, menatap pria beristri di depannya dengan tatapan tak percaya
"Saya engga tau harus gimana ngasih ke kamu" Jawaban yang ga masuk akal banget, kan!
"Loker saya ada di kelurahan, kalau bapak malu ngasih ke saya langsung di depan orang lain. lagian kenapa bapak jadi sok perhatian gini ke saya. Nanti kalau saya salah paham gimana pak?" dengan wajah bersedih Mitha tatap mata bening pak lurah. Pria itu salah tingkah.
"Saya udah nabrak kamu, jadi tanggung jawab saya menyembuhkan kamu" Kini pak lurah berani menatap wajah Mitha
"Tadi bapak udah bawa saya ke klinik, artinya tanggung jawab bapak sudah terpenuhi" Mitha menunduk ga berani lagi menatap pria beristri di depannya, karena Tiba-tiba saja hatinya berdegub saat mata dengan mata saling menatap.
"Sekarang kaki kamu gimana? Udah enakan?" Kali ini suara pak lurah terasa enak di dengar telinga Mitha
"Masih sakit apalagi tadi gendong mama bolak balik ke kamar mandi" Mitha seperti sedang curhat dengan kekasih yang sudah lama dipacarinnya
"Kamu kuat gendong mama? Jangan angkat berat-berat dulu harusnya. Coba saya lihat kaki kamu!" pak Lurah semakin menjadi perhatiannya, bikin hati Mitha meleleh
Pak lurah menarik Mitha duduk di kursi yang ada di lorong kontrakan, dia berjongkok di depan kaki Mitha, mengangkat kaki Mitha dan diletakkan di atas pahanya. Dia ambil salep yang ada di tangan Mitha. Dengan telaten mengoleskan salep di betis yang bengkak, dan memberi pijatan ringan.
"Sumpah!! Gue ga pernah dapet perlakuan begini dari cowok, boleh gak sih gue meleleh" Batin Mitha teriak, hatinya makin berdegub kencang. Mitha tatap wajah pak lurah yang terlihat makin sedap dipandang mata, tiba-tiba dia merasakan desiran di kedua pipinya, merona terasa hangat di sana.
"Sudah enakan?" suara pak lurah membuyarkan ke'halu'annya
"Su-sudah kok, pak" pak Lurah menyentuh pipi Mitha yang merona. "Maafin saya ya, sering lepas kontrol ngomelin kamu. saya ngerasa jahat banget selama ini sama kamu. Maafin ya" Kali ini suaranya terdengar berat dan parau seperti ada hasrat yang dia tahan. Mitha hanya mengangguk
"Saya pamit dulu, ayo kamu saya antar ke depan pintu" Pria itu memegang tangan Mitha untuk bangun dari kursi dan menuntunnya sampai ke depan pintu
"Salam buat mama kamu, maaf sudah buat kegaduhan. Kapan-kapan saya main lagi" Mitha hanya mengangguk dan reflek ikut membalas lambaian tangan pak lurah
Setelah pak lurah menghilang di belokan, Mitha senyum-senyum sendiri sampai sebuah suara membuyarkan lamunannya
"Aacieee..ada yang abis di apelin nih" Suara Mpok Lasmi!!
Mitha nengok lagi ke arah lorong "Sssttt...bukan apel Mpok. Jangan bikin gosip ah Mpok!"
"Iya dah Mpok kipselen" gerakan tangannya menutup mulut
Mitha buru-buru masuk ke kontrakannya, di depan pintu hatinya masih berdebar kencang, "Tadi dia bilang apa? Kapan-kapan dateng lagi?? Beneran? Ahh so sweet banget" Mitha memegang pipinya yang menghangat
Tanpa dia sadari, sang mama melihat tingkahnya. Mamanya meneteskan airmata, dia kasian melihat anaknya yang selalu sibuk mengurus dirinya sampe tidak pernah terlihat ada cowo yang Dateng untuk apel, atau Mitha cerita sedang naksir siapa. Dulu Mitha anak yang ceria dan hangat. Banyak cowo yang naksir, tapi Mitha sangat selektif dalam memilih pacar. Mamanya cuma kenal satu cowo yang pernah jadi pacar Mitha. Bara, Anaknya Diana yang hilang.