"Pocong Bintang Kos"
Budi, penghuni baru di Kos 13B, harus berbagi kamar dengan Pocong Hilarious, hantu kocak yang bercita-cita jadi bintang komedi. Namun, di balik tawa yang mereka ciptakan, ancaman makhluk gaib mulai mengintai. Saat kegelapan menyerang, bisakah tawa menjadi senjata untuk menyelamatkan semua penghuni kost
Kos 13B terlihat biasa saja, tapi siapa sangka, di dalamnya ada Pocong Hilarious—hantu konyol yang suka melucu. Ketika Budi pindah, hidupnya berubah drastis, dari tenang menjadi penuh tawa… dan horor.
Tawa yang diandalkan Pocong dan Budi justru menarik perhatian makhluk gaib yang lebih kuat. Penjaga Lama kos mulai menyerang, mengancam nyawa semua penghuni.
Bisakah tawa mengalahkan kegelapan?
Ikuti kisah kocak dan seram "Pocong Bintang Kos"!
Salam Hormat
(Deriz-Rezi)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deriz-Rezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4: Cahaya di Antara Bayangan
Setelah berhasil memadamkan lentera merah besar di ruangan penuh jebakan, Budi, Djigo, dan Pocong bersandar di salah satu pilar batu. Nafas mereka terengah-engah, dan keringat membasahi wajah mereka. Ruangan kini tenang, hanya disinari lentera-lentera kecil yang kembali memancarkan cahaya lembut.
“Kita berhasil,” ujar Budi dengan nada lega.
“Belum,” balas Djigo sambil menatap peta yang mulai berubah bentuk lagi. “Ini cuma satu dari banyak ujian. Lentera utama masih jauh.”
“Kenapa nggak ada jalan yang gampang di sini?” keluh Pocong.
---
Pintu Menuju Lorong Baru
Saat mereka hendak bergerak, pintu lain di ruangan itu terbuka perlahan, mengeluarkan suara berderit. Udara dingin menyusup masuk, membuat bulu kuduk mereka berdiri. Di balik pintu itu, terlihat lorong gelap yang tampak lebih sempit dibandingkan sebelumnya.
“Pasti ke sana,” kata Djigo sambil memegang lentera yang mulai berkedip.
“Aku nggak suka ini,” ujar Budi. “Kalau lentera kita mati, kita habis.”
“Kita nggak punya pilihan lain,” balas Pocong. “Ayo, sebelum tempat ini berubah lagi.”
---
Lorong Bayangan
Mereka melangkah masuk ke lorong baru. Dinding-dindingnya dipenuhi dengan ukiran aneh yang tampak seperti wajah-wajah sedang menjerit. Cahaya lentera mereka menerangi sedikit dari kegelapan, tetapi bayangan yang dilemparkan oleh cahaya itu terasa hidup.
“Kalian perhatikan nggak?” bisik Budi. “Bayangan kita bergerak… tapi kita nggak.”
Djigo memperhatikan bayangan mereka yang memang tampak aneh. Bayangan itu bergerak sendiri, seolah menari mengikuti irama yang tidak terdengar.
“Jangan berhenti berjalan,” ujar Pocong dengan nada serius. “Apa pun yang terjadi, jangan lihat bayangan kalian terlalu lama.”
Namun, semakin mereka berjalan, bayangan mereka mulai membesar, mendekati dinding-dinding lorong. Salah satu bayangan, yang merupakan bayangan Djigo, tiba-tiba berbalik menghadap mereka.
“Lentera kalian… milik kami,” bisik bayangan itu sebelum menghilang ke dalam dinding.
---
Tantangan Bayangan Hidup
Ketika bayangan itu menghilang, lantai lorong berubah menjadi licin. Dari dinding-dinding, sosok-sosok gelap mulai muncul. Mereka tampak seperti bayangan manusia tanpa wajah, bergerak dengan gerakan patah-patah seperti boneka.
“Lari!” teriak Budi, tetapi Djigo menahan lengannya.
“Kita nggak bisa lari dari mereka,” kata Djigo. “Bayangan ini bagian dari ujian. Kalau kita panik, kita kalah.”
Pocong menatap lentera mereka yang mulai meredup. “Jadi apa yang harus kita lakukan?”
Djigo mengingat petunjuk di peta sebelumnya: Cahaya hanya bertahan jika hati tetap bersih.
“Kita harus tetap tenang,” jawab Djigo. “Mereka hanya bisa menyerang kalau kita takut. Fokus pada cahaya lentera.”
---
Melawan dengan Cahaya
Mereka bertiga berdiri berdekatan, memusatkan perhatian pada lentera kecil di tangan Djigo. Sosok-sosok bayangan itu mulai mendekat, mengeluarkan suara-suara aneh yang menyerupai bisikan.
“Fokus,” kata Djigo sambil menutup matanya. “Bayangkan lentera ini semakin terang.”
Budi dan Pocong mengikuti, mencoba mengusir rasa takut mereka. Cahaya lentera perlahan mulai menguat, memancarkan sinar yang membuat bayangan-bayangan itu mundur.
“Berhasil!” seru Budi, meskipun dia tetap gemetar.
Namun, satu bayangan yang lebih besar tiba-tiba muncul dari ujung lorong. Sosok itu tampak seperti gabungan dari semua bayangan yang ada, dengan mata merah menyala.
“Kalian tidak bisa melarikan diri dari kami,” kata sosok itu dengan suara yang menggema.
---
Pertarungan Terakhir di Lorong
Sosok bayangan besar itu melompat ke arah mereka, membuat seluruh lorong bergetar. Lentera mereka hampir mati karena guncangan itu.
“Bawa lentera ke depan!” teriak Pocong sambil maju dengan berani.
Djigo mengangkat lentera tinggi-tinggi, memfokuskan cahaya ke arah bayangan besar itu. Cahaya dari lentera tiba-tiba menjadi sangat terang, seperti kilat yang membelah kegelapan.
Sosok bayangan itu berteriak kesakitan, tubuhnya mulai meleleh seperti lilin yang terbakar. Dalam hitungan detik, sosok itu menghilang, meninggalkan lorong yang kembali sepi.
---
Pesan di Akhir Lorong
Setelah semuanya tenang, mereka melanjutkan perjalanan ke ujung lorong. Di sana, mereka menemukan dinding besar dengan ukiran lain yang bersinar. Ukiran itu bertuliskan:
“Hati yang kuat akan membuka jalan. Cahaya sejati menunggu kalian.”
“Ini berarti kita semakin dekat,” kata Djigo.
Pintu lain muncul di dinding itu, mengarah ke ruangan baru yang terlihat lebih gelap dari sebelumnya. Dengan keberanian yang tersisa, mereka membuka pintu itu, melangkah masuk ke dalam kegelapan yang lebih pekat.
JANGAN LUPA LIKE KOMEN VOTE FAVORIT DAN HADIAH YAAAA 🩵🩵🩵
lanjutt kak