Pertemuan tanpa sengaja, membawa keduanya dalam sebuah misi rahasia.
Penyelidikan panjang, menyingkap tabir rahasia komplotan pengedar obat terlarang, bukan itu saja, karena mereka pun dijebak menggunakan barang haram tersebut.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Akankah, Kapten Danesh benar-benar menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#30. Bukankah Kang Kurir Ini Kekasihmu? •
#30
“Sedang apa kamu disini, alasan saja kerja, tak tahunya kelayapan.” Belum apa-apa bu Rita sudah berprasangka.
“Dhera sedang tugas, Bu,” jawab Dhera, ia sama sekali tak bermaksud membantah perkataan bu Rita.
“Lalu, Pria itu?” Tanya bu Rita lagi.
“Dia … “
“Kamu jangan membuat malu orang tua ya? Ayah dan Ibu sedang berusaha mencarikan pria yang cocok untukmu.”
“Jangan mengatur hidup Dhera, Bu.” Dhera masih tetap berusaha tenang, kendati kalimat ibunya terasa semakin menyakiti telinganya.
“Ini demi masa depanmu, mau sampai kapan kamu berkeliaran, dan mengabaikan keselamatanmu?” cecar bu Rita.
“Dhera tidak asal berkeliaran, Dhera sedang bekerja, Bu. Memang seperti inilah pekerjaan Dhera.”
“Banyak alasan!! Ibu tak mau tahu, Ibu beri waktu sampai akhir tahun ini, tinggalkan pekerjaanmu, karena sekarang Ibu sedang membicarakan persiapan pernikahanmu.”
“Dhera sudah punya pria pilihan Dhera sendiri, Bu.”
“Apa?!” tanya bu Dewi tak percaya.
“Sebentar, Dhera kenalkan dengan pacar Dhera.”
Tanpa menunggu persetujuan bu Rita, Dhera keluar menghampiri Danesh yang kebetulan masih diam mematung di depan restoran.
•••
“Kurir?”
Bu Tita seketika tertawa keras, sang agen perjodohan ini, sudah mencarikan beberapa kandidat elit untuk Dhera, tapi ternyata selera gadis itu sungguh jauh dari bayangannya.
Yah, walaupun bu Tita akui, secara penampilan Danesh tak mengecewakan. Wajah tampan lagi rupawan, campuran bule dengan mata hijau dan rambut hitam kecoklatan, dan jangan lupa wajah lokal warisan Alexander pun tak bisa dibilang jelek.
Mungkin wanita itu akan pingsan jika tahu siapa kang kurir yang Dhera kenalkan sebagai kekasih tersebut. Ah, tapi sayang seribu sayang, di dunia ini masih banyak yang menilai orang lain hanya dari penampilan luarnya saja. Tanpa mau tahu warna asli orang tersebut.
“Apa salahnya seorang kurir? Pekerjaan yang halal, walaupun penghasilannya kecil, tapi aku senang, setidaknya kekasihku tak alih profesi jadi pencopet.” Dhera tak suka ketika melihat bu Tita menertawakan Danesh, karena itulah, kalimat yang keluar dari mulutnya pun terdengar sedikit ketus.
Dan tak ada yang salah dengan kalimat Dhera, namun entah mengapa, Danesh merasa kesal. Terlebih beberapa saat kemudian ia melihat Bu Tita menjajar foto-foto pria muda diatas meja.
“Ckckck … Sayang sekali, padahal aku sudah menyiapkan seorang CEO, yang ini putra seorang Jenderal Angkatan Darat, ini General Manager sebuah bank swasta, pengacara, ini calon Dokter spesialis … “ Dan entah ada profesi apa lagi, Danesh malas, ia kesal mendengar semua kalimat bu Tita.
Tak sedikitpun Danesh menaruh simpati pada bu Tita, oh Tuhan, sungguh disaat seperti ini Danesh merindukan sang mommy, yang selalu membangga-banggakan dirinya sebagai putra tersayangnya. Walaupun terkadang sedikit bar-bar, tapi diam-diam Danesh suka dengan cara mommy Bella memuji dirinya di depan umum.
“Kendati, salah satu dari Mereka adalah anak Presiden sekalipun, tak ada jaminan akan membuatku bahagia,” balas Dhera.
“Tapi jika menikahi salah satu dari mereka, setidaknya hidupmu terjamin,” sela Bu Rita, kendati ia tak pernah memperdulikan keberadaan Dhera, ia ingin tetap Dhera ada dalam genggaman tangannya.
“Terjamin? Bahkan tanpa menikah dengan mereka, hidup Dhera sudah terjamin, Dhera bisa menghidupi diri sendiri.” Tanpa sadar Dhera memeluk erat lengan Danesh.
“Lalu Ibu? Bukankah kamu juga harus bertanggung jawab atas hidup Ibumu? karena Putra Ibu sudah tiada.”
Deg!
Kalimat itu selayaknya sebuah senapan yang ditembakkan tepat ke dadanya. Bu Rita seolah kembali mengingatkan bahwa Dhera adalah penyebab utama kepergian Sandi.
Dhera meremas lengan Danesh, ketika tubuhnya gemetar menahan emosi yang tak mampu ia ledakkan. Danesh tak paham situasi karena ia pun tak tahu menahu tentang apa yang baru saja Dhera bicarakan dengan Ibunya.
“Jangan khawatir Bu, Dhera pastikan akan menjaga Ibu dengan baik.” Suara Dhera mulai bergetar. “Iya kan, Sayang?” Tiba-tiba Dhera menatap kedua mata Danesh seolah meminta persetujuan pria itu.
Dhera mengedipkan kedua matanya beberapa kali sebagai kode, namun Danesh justru terpesona pada kedua mata bening tersebut. “Sayang,” panggil Dhera lembut, ketika Danesh tak kunjung bicara.
“Oh, maaf,” jawab Danesh tergagap. “Dhera benar Bu. Kami tak keberatan jika kelak Ibu ingin tinggal di rumah Kami. Aku pasti akan bekerja lebih giat lagi, agar Ibu bisa tinggal di rumah yang layak, dan tak merasa kesusahan.”
Dhera melihat kesungguhan di kedua mata Danesh, padahal keduanya hanya bersandiwara, ‘pintar berakting juga Kapten yang satu ini’, Dhera membatin.
Bu Tita, tersenyum miring mendengar penuturan Danesh, memangnya seorang kurir memiliki penghasilan berapa, sampai sesumbar akan menghidupi istri sekaligus ibu mertuanya.
“Baiklah Bu, Kami permisi dulu, Dhera harus ke tempat kerja, dan … Dia juga harus mengantarkan barang ke tempat tujuan.” Dhera semakin berani, ia bahkan menyentuh dada Danesh, ketika mengatakan ‘Dia’.
Tanpa banyak berkata-kata lagi Dhera menyeret Danesh pergi meninggalkan restoran.
Keduanya tak banyak bicara ketika mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju ruang kontrol pengawasan, untuk memeriksa CCTV. Semua mereka lakukan secara profesional kendati perasaan Dhera kembali digelayuti kesedihan.
•••
Ternyata setelah memeriksa CCTV pun, tetap tak menghasilkan apa-apa, karena mereka tak melihat siapapun yang membawa atau meletakkan kresek hitam di sudut rak sepatu.
Danesh harus kembali menelan kecewa, karena lagi-lagi berhadapan dengan jalan buntu. Ternyata si pemasok obat, benar-benar jeli memainkan peran, mereka tak sembarangan meletakkan barang tersebut, bahkan mungkin barang tersebut, sudah berada di mall sebelum polisi mengetahui lokasi pengambilan barang.
Rasa kecewa tersebut membuat Dhera dan Danesh tak banyak bicara, termasuk tentang peristiwa yang cukup membuat Danesh shock. Mereka sibuk dengan spekulasi dan pemikiran masing-masing.
Berkali-kali Danesh menghembuskan nafas kesal, bahkan menjambak rambutnya sendiri ketika kebetulan mobil berhenti di lampu merah. Dhera yang memahami apa yang Danesh rasakan, ia hanya menepuk pundak pria itu beberapa kali, sebagai bentuk support dan semangat.
Sejujurnya Dhera pun merasa semakin penasaran dengan apa yang tengah ia jalani saat ini, Mr. X yang hingga kini belum diketahui identitasnya, ternyata di bawah Mr. X ada monster mengerikan yang tega membuat calon pengedar mereka kecanduan.
Bukan tidak mungkin bahwa dia juga yang membuat serta menciptakan ramuan cherry pil dan cherry liquid tersebut.
“Kapt, Aku tahu ini akan sulit, tapi Aku juga yakin bahwa Tuhan pun tak akan tinggal diam melihat keonaran di muka bumi.”
Danesh diam tak menjawab, rasa kesal dan marah membuatnya enggan membicarakan kasus yang membuatnya kehilangan hidupnya sendiri.
“Kapt, are You okay?” tanya Dhera.
“Hmm,” jawab Danesh.
Walau hanya jawaban singkat Dhera cukup lega, setidaknya Danesh tak mogok bicara. “Baiklah, tolong turunkan aku di tikungan depan, aku ada jadwal mata kuliah hari ini,” pinta Dhera.
Tanpa banyak bicara pula, mobil Danesh menepi di tempat yang Dhera inginkan.
Tepat ketika Dhera menarik handle pintu, Danesh menahan lengan gadis itu.
Dhera yang terkejut pun menoleh, “Tidakkah kamu ingin pamit dengan benar padaku? bukankah kang kurir ini kekasihmu?”
Tik tok tik tok tik tok krik krik krik krik 🦗🦗🦗🦗