Arya Perkasa seorang teknisi senior berusia 50 tahun, kembali ke masa lalu oleh sebuah blackhole misterius. Namun masa lalu yang di nanti berbeda dari masa lalu yang dia ingat. keluarga nya menjadi sangat kaya dan tidak lagi miskin seperti kehidupan sebelum nya, meskipun demikian karena trauma kemiskinan di masa lalu Arya lebih bertekad untuk membuat keluarga menjadi keluarga terkaya di dunia seperti keluarga Rockefeller dan Rothschild.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chuis Al-katiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Bayang-Bayang Masa Lalu dan Rencana Perusahaan Berjalan Lancar
Bab 28: Bayang-Bayang Masa Lalu dan Rencana Perusahaan Berjalan Lancar.
Senin, 27 Februari 1984
Pagi itu, udara di Kota Sekayu terasa sejuk dan segar, membawa kebahagiaan tersendiri bagi keluarga Arya. Hari ini adalah hari yang istimewa—Brata akan menerima penghargaan dan kenaikan pangkat menjadi AKP.
Rumah mereka dipenuhi kesibukan. Sulastri dengan telaten menyetrika seragam Brata dan merapikan seragam pink Bhayangkari miliknya sendiri. Amanda sibuk memilih pita rambut terbaik untuk dikenakan di acara. Arya, seperti biasa, mengambil tugas menyemir sepatu dinas ayahnya.
"Arya, jangan terlalu banyak semirnya. Kalau licin, Ayah bisa terpeleset di tengah upacara," canda Brata sambil mengenakan topinya.
Arya terkekeh kecil. "Aku cuma ingin Ayah jadi yang paling keren di acara nanti."
Brata mengusap kepala Arya dengan penuh kasih sayang. "Terima kasih, Nak. Ayah bangga punya anak seperti kamu."
Sulastri menoleh dari ruang makan sambil membawa sepiring roti bakar. "Amanda, ayo cepat selesai! Kita harus sampai di Polres sebelum pukul sembilan."
Amanda berlari kecil ke ruang tamu dengan rambutnya yang dihiasi pita merah muda. "Aku sudah siap, Bu!"
Mereka semua berangkat bersama dengan mobil dinas Brata, meninggalkan rumah yang kini terasa hening. Arya melihat ke luar jendela, memikirkan peran ayahnya sebagai polisi dan merenungkan bagaimana hal itu memengaruhi masa depan mereka.
***
Halaman Polres dipenuhi barisan polisi yang mengenakan seragam rapi. Di sisi lain, para keluarga polisi duduk di tenda undangan. Arya, Amanda, dan Sulastri berada di barisan depan, memandangi panggung utama dengan penuh antusias.
Ketika nama AKP Brata Perkasa dipanggil, tepuk tangan membahana di seluruh halaman. Brata melangkah maju dengan langkah tegap. Wajahnya memancarkan ketegasan, mencerminkan tanggung jawab besar yang kini diembannya. Sulastri tersenyum bangga, sementara Arya dan Amanda bersorak kecil.
"Ayah selalu terlihat gagah kalau seperti ini," bisik Sulastri kepada Arya.
Arya mengangguk, meski pikirannya melayang jauh. Tatapannya tak sengaja bertemu dengan seorang pria di barisan belakang polisi—Hermanto, ajudan Kapolres. Dalam kehidupan sebelumnya, Hermanto adalah ancaman besar bagi keluarganya. Kini, Arya bertanya-tanya, apakah pria itu masih memiliki niat buruk seperti dulu.
Setelah upacara selesai, para keluarga polisi berbaur di acara ramah tamah yang diadakan di halaman. Brata, yang baru saja selesai berbincang dengan Kapolres, didekati oleh Hermanto.
"Selamat atas kenaikan pangkatnya, Pak Brata," ucap Hermanto dengan senyum ramah. "Saya yakin ini hanya awal dari perjalanan panjang Bapak sebagai pemimpin."
Brata tersenyum tipis. "Terima kasih, Hermanto. Bagaimana rencanamu setelah Kapolres kita dipindahkan ke Jawa?"
Hermanto terlihat ragu sejenak sebelum menjawab. "Sebenarnya, Pak, saya ingin meminta izin. Kalau memungkinkan, saya ingin dipindahkan ke Polsek Betung, di bawah kepemimpinan Bapak."
Brata mengernyitkan dahi. "Kenapa begitu? Bukannya Polres lebih strategis untuk kariermu?"
Hermanto tersenyum kecil. "Saya merasa tugas di Polres terlalu administratif, Pak. Di Polsek, saya bisa lebih dekat dengan masyarakat dan belajar lebih banyak dari Bapak."
Percakapan itu terdengar oleh Arya yang berdiri tidak jauh. Dalam hati, Arya mencatat semua informasi ini. Ia tahu Hermanto di masa lalu adalah pengkhianat yang bekerja sama dengan mafia. Ia bertanya-tanya, apakah jalan Hermanto kali ini akan berbeda.
Arya berencana menyuruh seseorang untuk menyelidiki Hermanto, terutama aset dan relasi yang dia miliki.
***
Setelah acara, keluarga Brata kembali ke rumah. Sulastri dan Brata duduk di ruang tamu, menikmati teh hangat. Arya duduk di lantai, mengamati ekspresi kedua orang tuanya.
"Pak, soal Hermanto tadi, bagaimana menurutmu?" tanya Sulastri sambil menyeruput tehnya.
Brata menghela napas panjang. "Dia anak muda yang rajin, tapi ada sesuatu di balik permintaannya untuk pindah ke Polsek. Biasanya, polisi muda lebih memilih Polres untuk karier mereka."
Arya ikut berbicara. "Ayah, kalau Om Hermanto jadi pindah ke Polsek Betung, apakah dia akan sering berkunjung ke wilayah perkebunan kita?"
Brata mengangguk. "Mungkin saja, Arya. Polsek Betung mencakup beberapa wilayah perkebunan keluarga kita."
Sulastri tersenyum kecil. "Orang yang terlalu nyaman bisa menjadi bibit keserakahan. Kita harus berhati-hati."
Arya menyimak ucapan ibunya dengan serius. Ia tahu Sulastri memiliki pengalaman dan insting yang tajam. Meski mereka tidak memiliki ingatan penuh tentang kehidupan sebelumnya, Arya tahu ia harus mencegah kejadian tragis di masa depan.
***
Dua hari kemudian, Rabu, 29 Februari 1984, Arya dipanggil ke kantor pusat perusahaan Perkasa. Setelah makan siang, ia dijemput oleh Pak Mamat dan tiba di gedung perusahaan pukul dua siang.
Di ruang kerja Sulastri, ia mendapati ibunya sedang meninjau beberapa dokumen sambil berbicara dengan Nadya.
"Arya, tadi pagi Bibi Silvia menelepon. Mereka berhasil mendirikan Westeros Corporation dan beberapa perusahaan cangkang sesuai rencana," ucap Sulastri ketika Arya duduk di kursi.
Arya tersenyum puas. "Bagus, Bu. Itu langkah besar. Bagaimana kabar mereka di sana?"
"Mereka sedang istirahat saat ini, kita jam 1 siang disana baru jam 7 pagi. Malam ini Bibi Silvia akan menelepon lagi untuk laporan lebih rinci," jawab Sulastri.
Arya mengangguk. "Kalau begitu, nanti malam kita tunggu kabarnya. Bagaimana dengan proyek Umbrella di Singapura?"
"Progresnya juga berjalan baik. Dina melaporkan bahwa mereka sudah mulai membeli beberapa hasil perkebunan di Sumatera Utara dan Kalimantan. Semuanya sesuai rencana," jelas Sulastri.
"Untuk urusan perdagangan minta saja pak andrian yang mengurusnya, bu. Aku ingin Dina segera menyelidiki perusahaan video game yang akan bangkrut terutama perusahaan Atari yang sekarang di miliki oleh anak perusahaan Warner, "
"Ibu, jika ibu kekurangan bakat di bidang tertentu, coba saja buka rekrutmen di Universitas-universitas ternama di Indonesia," Arya menyarankan Sulastri.
"Alhamdulillah untuk saat ini perusahaan kita tidak kekurangan bakat, selama ini program CSR perusahaan kita sudah banyak memberikan beasiswa kuliah untuk anak-anak karyawan dan penduduk desa di sekitar perkebunan kita, ada juga beberapa yang ibu kuliah kan ke Amerika dan Eropa. Tahun ini ada beberapa yang baru lulus dan ingin bergabung ke perusahaan kita, " Kata Sulastri.
"Itu sangat bagus bu, beberapa program CSR kita bisa sangat berdampak pada masyarakat dan perusahaan kita," Kata Arya dengan senyuman bangga.
***
Sulastri mengambil beberapa dokumen tebal dari meja dan menyerahkannya kepada Arya. "Sambil menunggu telepon, ada beberapa hal yang ingin Ibu bahas. Ini laporan tentang rencana pengembangan dan diversifikasi perusahaan kita."
Arya membuka dokumen tersebut dan mulai membacanya. Sulastri melanjutkan, "Untuk proyek Inti-Plasma, Ibu sudah mendelegasikan pengelolaannya kepada Ratna dan Pak Haris, Direktur Perkasa Agro. Mereka sedang mempersiapkan pembukaan lahan baru dan pembangunan desa transmigrasi."
Arya memeriksa laporan itu dengan seksama. "Bagus, Bu. Kalau mereka sudah menghandle proyek ini, Ibu bisa fokus ke rencana diversifikasi lainnya."
Sulastri mengangguk. "Benar. Untuk perusahaan baru di bidang media, Ibu menunjuk Kevin sebagai direktur. Dia sudah mulai merekrut karyawan dan membeli mesin cetak terbaru dari Jepang serta teknologi pemancar radio dari Amerika."
***
Arya melirik laporan berikutnya yang mencatat jumlah karyawan perusahaan. "Bu, berapa total karyawan kita saat ini?"
"Totalnya sekitar 112.000 orang, termasuk karyawan kantor, pabrik, dan petani di perkebunan," jawab Sulastri.
Arya terkejut. "Itu banyak sekali, Bu. Jumlah penduduk Kabupaten Musi Banyuasin saja sekitar 500.000 jiwa. Berarti hampir seperempat penduduk kabupaten ini adalah karyawan kita."
Sulastri tersenyum. "Kamu benar. Kalau ada anggota keluarga kita yang mencalonkan diri sebagai bupati atau DPR, kemungkinan besar mereka akan terpilih."
Arya tertawa kecil. "Itu keuntungan memiliki pengaruh besar, Bu. Tapi kita harus memastikan pengaruh itu digunakan untuk kebaikan masyarakat, bukan hanya untuk keuntungan pribadi."
"Ibu setuju. Dan bicara soal politik, tahun depan Pakde-mu berencana mencalonkan diri sebagai Bupati Musi Banyuasin," kata Sulastri sambil tersenyum penuh arti.
Arya mengangguk. "Semoga semua berjalan lancar. Dengan pengaruh perusahaan kita, Pakde pasti punya peluang besar untuk menang."
kopi mana kopi....lanjuuuuttt kaaan Thor.....hahahahhaa