Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Ayahku
Daru dan Kenzo melangkah ke lokasi yang Hendra kirimkan. Mereka dibarengi dengan beberapa anak buahnya, hati-hati dan waspada, meskipun mereka tak melihat tanda-tanda adanya bahaya. Namun, saat mereka tiba di sana, suasananya terasa janggal.
Nampak begitu sunyi, kawasan itu seperti sebuah wilayah yang telah di tinggalkan begitu lama. Bangunan yang tersembunyi di balik tumbuhan menjalar sepertinya sudah mengakar di dinding bangunan lapuk itu
"Apa ini tempatnya?" tanya Kenzo, memandang sekeliling dengan tatapan curiga.
Daru mengangguk, matanya menyisir tiap sudut.
"Ya. Harusnya ini sudah sesuai dengan lokasi yang kita miliki. Bagaimana keadaan Ibu dan Ayah jika mereka berada di dalam?" gumamnya di akhir kalimat memikirkan kedua orangtuanya.
Mereka terus melangkah, mencari tanda-tanda keberadaan Hendra dan dua orang yang seharusnya disekapnya bersama Rio anak Luna.
Namun, yang mereka temui hanya sebuah gedung kosong dengan jejak kaki yang sudah agak pudar. Saat mereka hampir menyelusuri seluruh bangunan, di tengah-tengah ruangan, Rio berdiri bersama seorang pria yang tampak tidak asing, bersama beberapa orang yang jelas bukan dari pihak mereka.
Daru merasa ada yang tidak beres.
"Rio!" serunya dengan tegas, membuat Rio yang semula terdiam, terkejut dan menoleh.
Anak itu, meskipun tampak ketakutan, tidak berteriak. Ia hanya berdiri dengan tubuh kaku, tatapannya tidak bisa menyembunyikan kebingungannya. Dia melihat Daru dengan mata yang berbinar, seolah mendapatkan harapan baru.
"Tuan Daru...." ucapnya pelan, seolah tidak percaya.
Daru melihat di sekeliling Rio, tidak ada tanda-tanda keberadaan orang tuanya. Mungkinkah mereka ada di tempat lain?
Pria yang berdiri di samping Rio, yang sejak tadi memperhatikan kedatangan mereka, mengangkat alis.
"Tuan? Hahaha, aneh sekali," katanya dengan nada sarkastik, mencibir. Nampak anaknya itu berharap banyak pada Daru yang baru datang ini.
Daru mengerutkan kening.
"Apa maksudmu?" suaranya terdengar dingin dan tajam.
"Kenapa, Daru? Sudah tidak mengenaliku lagi?" pria itu bertanya dengan senyum licik di wajahnya.
Daru menatap lekat, orang yang berdiri di depan nya ini memang sama persis dengan Hendra. Dari bentuk tubuh hingga tinggi badan, apalagi bentuk wajah yang sama tiada perbedaan dengan Hendra.
"Rio ini sudah tahu siapa saya. Saya Hendra. Ayahnya."
Dia menyebutkan nama itu dengan penuh keyakinan, meskipun Daru bisa merasakan kebohongan dalam setiap kata yang keluar dari mulutnya. Apalagi suara mereka agak berbeda dengan Hendra yang Daru tahu walau hampir-hampir serupa.
Hendra mengeluarkan sebuah benda tajam dari balik badannya, Kenzo yang melihat itu mendekat, siap untuk bertindak jika diperlukan.
"Jangan main-main dengan kami. Permainan apa yang sedang kau mainkan ini, Hendra?!" Kenzo mendengus, menatap pria itu dengan tajam.
Daru merasakan ketegangan di udara. Namun, Rio tiba-tiba bergerak mendekat, meninggalkan tempatnya yang semula di sisi pria itu, orang yang mengaku sebagai Hendra, Ayahnya.
"Kau... kau bukan ayahku, kan?" Rio akhirnya bersuara, tatapannya penuh keraguan juga ketakutan.
Pria yang mengaku Hendra itu tertawa terbahak-bahak.
"Jangan terlalu polos, anak kecil. Kalau kau ingin terus hidup, kau harus menerima kenyataan. Sekarang aku adalah Ayah mu, bukan kah aku mirip dengan Ayahmu?" tanya Hendra mendekat dengan lembut.
"Tidak, kami bukan mirip, tapi aku adalah Ayah mu, Hendra," lanjut Hendra.
Rio menelan ludah, wajahnya menegang. "Tapi... aku ingat, Ibu bilang Ayah sudah meninggal. Kau bukan Ayah, kan?" suara Rio tercekat. Matanya mulai berkaca-kaca.
Apa Luna Ibunya berbohong? Mungkinkah orang ini adalah yang pernah Rio lihat di sekolah tempo hari? Tapi kenapa nampak berbeda. Rio seakan tidak mengenalinya, orang ini sangat jauh berbeda dengan Ayah yang Rio tahu.
Daru menatap Rio dengan hati yang bergejolak.
"Tidak, Rio. Kamu benar. Hendra itu bukan ayahmu," katanya dengan tegas, mencoba menenangkan anak itu.
Rio terlihat bingung, hatinya terombang-ambing antara kebingungannya dan kenyataan yang mulai tampak jelas. "Tapi... kenapa dia ada di sini? Kenapa dia bilang dia ayahku?" tanya Rio meminta penjelasan.
Anak kecil itu bingung harus percaya ini Ayahnya yang katanya sudah meninggal atau kah bukan. Bisakah orang meninggal hidup lagi?
Batin anak itu di penuhi kebingungan dan tanda tanya.
"Dia bukan ayahmu, Rio. Hendra yang kamu kenal itu sudah mati. Yang ada di hadapanmu ini hanya seorang penipu.”
Daru melangkah maju, mendekati Rio, namun
Rio masih terdiam, meskipun ketakutan terlihat jelas di matanya. Dia memandang Daru dengan tatapan penuh harap menemukan kejelasan.
"Jadi, Ayahku benar-benar sudah meninggal?" tanyanya pelan, seolah ingin memastikan.
Daru mengangguk dengan lembut.
"Benar, Rio. Aku di sini untuk menjemputmu. Kau tak perlu takut lagi."
Namun, pria yang mengaku Hendra itu tidak terima.
"Cukup! Ini tidak akan ku biarkan begitu saja, Daru. Kau pikir aku akan diam saja?"
Hendra menarik Rio agar tetap berada di dekat nya dan tidak coba-coba untuk pergi ke arah Daru.
Kenzo melangkah maju, siap melindungi Daru, karena Hendra nampak mengacungkan pisau pada Daru.
"Jangan coba-coba bertindak!" katanya dengan penuh kewaspadaan.
Pria itu tertawa sumbing.
"Aku tak takut dengan kalian. Tapi, jika kalian mau tahu, aku tidak sendirian. Aku punya banyak pengawal yang bisa menyerang kalian kapan saja."
Tiba-tiba, dari balik dinding dan tiang-tiang, muncullah beberapa orang lagi yang hampir sepadan dengan banyaknya pengawal yang di bawa oleh Daru.
Daru menatap pria itu dengan dingin.
"Kami bukan musuh yang mudah ditaklukkan, ini adalah kemauan mu sendiri!" tegas Daru.
"Kalian, serang mereka!" lanjutnya memerintah.
Kenzo segera bertindak menghadapi Hendra bersama Daru. Di saat pria itu lengah, Daru segera menarik Rio ke sisinya.
Rio yang masih gemetar mencoba menenangkan dirinya.
"Ayah, Ibu... aku... aku takut,” ucapnya, dengan suara terisak pelan sambil mengingat kedua orang tuanya.
Ia yakin orang itu bukan Ayahnya. Hendra yang Rio kenal adalah pria yang lembut dan penuh perhatian. Bukan orang yang penuh ancaman dan kasar seperti itu
Daru menunduk, menatap Rio dengan penuh kasih sayang.
"Jangan takut, Rio. Aku di sini, kami tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu," kata Daru menenangkan Rio. Anak itu mengangguk patuh dan badannya masih menggigil ketakutan.
Kekuatan yang tengah bertarung terlihat imbang. Kenzo terlihat kewalahan menghadapi Hendra. Sedangkan para pengawal telah berjatuhan menyisakan dua orang tersebut.
Kenzo yang lengah berakhir di bawah ancaman Hendra yang licik.
"Bukankah aku menyuruhmu untuk membawa Luna dan anak-anak ku? Kenapa tidak kalian bawa mereka," seru Hendra sambil menodongkan pisau pada leher Kenzo, siap menebas kapan saja.
"Kau juga tidak membawa Ayah dan Ibu ku, lalu siapa di sini yang salah," sahut Daru sambil mengepalkan kedua tangannya melihat Kenzo terkunci dan terancam seperti itu.
Ia tidak bisa bergerak, takut Rio yang sudah di tangan nya kembali di ambil alih oleh Hendra yang mungkin saja masih memiliki partner di dalam gedung kumuh itu.