Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31 : Tamu tak di undang
Entah apa penyebabnya, tapi tiba tiba saja netra Zara berembun. Mungkinkah karena pernyataan Ezar yang mengatakan jika akan mulai pelan pelan menata kehidupan rumah tangga mereka ataukah karena pengakuan Ezar yang mengatakan jika saat ini hubungan asmaranya dengan Ghina sudah berakhir?
" Kamu menangis?" Tanya Ezar dengan kening mengernyit.
" Tidak, hanya lapar saja. Kenapa juga aku harus menangis?" Elaknya dengan sempurna.
Ezar mencubit pipi Zara, ekspresi Zara yang lucu dengan memanyunkan sedikit bibirnya membuat Ezar gemas.
" Ayo, setelah ini, sepertinya kau harus memberiku makanan penutup."
Keduanya masuk ke dalam restoran dan memesan makanan yang cukup banyak.
Sambil menunggu pesanan datang, mereka mengobrol ringan.
" Nanti setelah makan, mas mau langsung ke rumah sakit kan?"
Ezar mengangguk." Memangnya kenapa?"
" Ku pikir mas mau makan sesuatu lagi, yang manis manis mungkin."
Ezar mengingat perkataannya sebelum keluar dari mobil beberapa saat lalu dan seketika itu pula ia terkekeh.
" Bukan makanan seperti itu."
" Lalu yang bagaimana?" Tanyanya polos.
" Ada, nanti kamu juga akan tau."
Otak encer Zara mulai memikirkan makna kata ' makanan ' yang di ucapkan Ezar. Namun sejauh ia berpikir, tidak juga di temukan apa itu. Akhirnya ia menyerah dan tidak lagi mau menanyakannya. Toh, jika Ezar ingin makan sesuatu di rumah, pasti Zara juga yang akan di beri tahu.
Makanan datang. Mata Zara sampai melotot melihat mejanya yang penuh.
" Mas, aku bukan sapi. Kenapa banyak sekali."
Ezar kembali tertawa renyah. Ternyata semakin ke sini ia mengenal Zara, Ezar menemukan jika jiwa humoris, manja dan kekanak-kanakan ada pada istrinya. Tapi dia sangat menyukai itu.
" Kamu kan makannya tidak sendiri, ada aku yang bantu." Ujarnya setelah bisa menghentikan tawanya.
" Tapi tetap saja mas, ini banyak sekali. Kita bungkus sebagian ya, buat Bu Surti. Masa kita makannya enak begini, Bu Surti hanya makan tumis kangkung di rumah." Ujarnya mulai cerewet dan memisahkan beberapa makanan yang belum mereka sentuh.
Ezar sampai geleng geleng kepala. Bisa bisanya ia kepikiran dengan bi Surti yang memang hobi sekali makan tumis kangkung.
" Tidak usah Ra, bi Surti tidak makan makanan beginian, seleranya tuh ya masakan rumahan. " Ujar Ezar. Tapi sejauh ini ia mengenal bi Surti, wanita paruh baya itu tidak terlalu menyukai masakan barat.
" Mana mas tau? Memangnya bi Surti berani bilang sama mas kalau mau makan spaghetti atau pizza. Tidak lah. Baru liat wajah mas yang super dingin itu saja, bi Surti sudah lari terbirit birit." Protesnya.
" Memang iya. Perasaan wajahku sangat tampan." Godanya.
Zara mengambil sesendok penuh Risotto dan memasukkan ke mulut Ezar. " Makan saja mas, jangan banyak bicara, nanti tersedak." Katanya dengan wajah kesal.
Ezar tak mampu menahan tawa setelah sesuap besar Risotto baru saja di suapkan Zara.
Setelah beberapa saat bergulat dengan makan siangnya, akhirnya keduanya selesai dan kini sudah berada di dalam mobil dengan Zara yang membawa beberapa paperbag berisi berbagai jenis makanan.
" Kita bawa pulang dulu makanannya mas. Nanti keburu basi kalau menunggu sampai sore kita pulang dari rumah sakit."
" Baiklah, apapun permintaan mu akan aku turuti, tapi jangan lama lama ya, aku ada operasi sejam lagi."
" Insyaallah mas."
Wajar kalau Ezar mempertanyakan lama tidak nya saat Zara memberikan makanan pada bi Surti. Wanita yang tidak pernah mau dia panggil bibi itu sudah seperti orang tuanya juga. Bayangkan, Zara terkadang lupa waktu kalau sudah bersama dengan bi Surti, ada ada saja bahan pembicaraan mereka yang tidak pernah habis. Apalagi jika sudah sore hari dan bi Surti membuatkan secangkir teh dan beberapa kudapan untuk Zara, maka jadilah sore itu begitu asik dengan rumpian khas ibu ibu arisan. Bukan hanya Zara saja, tapi bi Surti juga harus membuat secangkir teh untuk dia minum sendiri. Bahkan mereka akan duduk lesehan di taman belakang sembari ketawa ketiwi. Dan itu seringkali Ezar jumpai ketika pulang dari rumah sakit.
" Janji tidak ghibah lagi kan?" Ucapnya serius.
Zara tersenyum." Janji mas. Aku juga harus segera ke rumah sakit."
Makanan sudah di berikan pada bi Surti. Jangan tanyakan bagaimana wajah bahagia wanita paruh baya itu. Setelah nyonya mereka pergi, bi Surti memanggil tukang kebun dan security untuk makan bersama.
Di sela sela acara makan mereka, timbullah, riak riak kecil perbincangan mengenai Zara, nyonya muda keluarga Pradipta.
" Nona Zara baik sekali ya mbok?" Tanya tukang kebun pada bi Surti. Usia tukang kebun itu masih muda, dan baru saja di rekrut oleh Ezar setelah mengetahui kalau istrinya menyukai tanaman tanaman hias.
" Iya Di. Nona memang sangat baik."
" Cantik lagi mbok, kita yang liatnya sesekali saja kagum, apalagi tuan Ezar yang bersama setiap saat. Bisa aku bayangkan bagaimana perasaan tuan Ezar tiap hari di temani bidadari surga seperti nona Zara."
" Betul katamu. Aku sudah lama bekerja di sini, dan tuan muda sempat memiliki seorang kekasih yang sama sama dokter, cantik juga, tapi hanya wajahnya. Hatinya....nol..hahahaha." Guyon pak Tomo, security yang bekerja lumayan lama dengan Ezar.
" Hush...kalian itu laki laki tapi mulut kayak perempuan. Habiskan makanannya dan lanjutkan pekerjaan kalian. Tuh taman belakang masih kotor. Kamu mau, nona yang turun tangan membersihkan nya?" Sela bi Surti.
" Baiklah, cerewet." Ejek Pak Tomo sembari terkekeh pelan.
Bi Surti mendelik, lalu berlalu meninggalkan rekan rekan kerjanya itu.
Kembali ke rumah sakit.
Ezar sudah masuk ke dalam kamar operasi setelah beberapa saat lalu perawat menelponnya jika pasien sudah siap. Zara pun demikian, beruntung, Ghina tidak ada di bangsal ketika dia kembali. Hanya ada Syifa dan beberapa koas lainnya yang sibuk dengan resume nya.
" Kamu dari mana? Kenapa lama sekali?" Tanya Syifa sesekali melirik Zara yang duduk di sampingnya.
" Tadi ada sedikit urusan."
" Dengan dokter Ezar?"
Zara mengangguk pelan.
Syifa berhenti sejenak dari aktivitasnya. Menoleh ke arah Zara dan menatap gadis cantik itu intens.
" Apa hubungan mu dengan dokter Ezar? Kalian berdua menjalin kasih? Jangan Ra, kamu tau sendirikan kalau dokter Ezar milik dokter Ghina, seantero jagad Brawijaya Hospital mengetahuinya." Nasehat Syifa.
" Kau itu ada ada saja, aku tidak mungkin berpacaran Ifa. Kamu mau leherku di potong sama mas Zayn."
" Iya juga sih, tapi kenapa aku curiga dengan sikapmu dan dokter Ezar yang seakan menyembunyikan sesuatu?"
" Jangan terlalu banyak berspekulasi, lanjutkan pekerjaanmu dan setelah ini aku akan mengajakmu berkenalan dengan salah satu sahabat ku."
" Cowok?" Tanyanya seketika memasang senyum manisnya.
" Selain mas Zayn, apa pernah kamu melihatku akrab dengan pria lain? Tidak kan?"
" Iya ya, aku jadi lupa kalau kamu itu tawanannya mas Zayn. Hahahaha.."
" Diamlah, nanti dokter Ghina datang, kita kena marah lagi."
Syifa langsung menghentikan tawanya dan kembali melanjutkan pekerjaan nya di bantu Zara.
Di tempat berbeda.
Bi Surti baru saja mencuci piring bekas makannya bersama Sardi dan pak Tomo ketika seorang tamu tak di undang sontak memasuki rumah besar tuannya tanpa permisi ataupun mengetuk pintu terlebih dahulu.
Tentu saja kehadiran tamu itu membuat bi Surti kaget bukan main. Karena dia yang biasanya mendengar ucapan salam dari arah luar tiba tiba saja menerima kehadiran sosok jelangkung, datang tak di jemput pulang tak di antar.
" Hai bi, lama tidak bertemu. Maaf karena baru datang mengunjungimu. Oiya, aku hanya sebentar. Kunci kamarku mana?"
" Di kamar tuan Ezar non Ghina."
" Makasih."
Ghina meninggalkan bi Surti dan melangkahkan kakinya ke kamar Ezar.
Setengah berlari bi Surti mengikuti langkah kaki Ghina dan menghentikan dokter itu tepat di depan pintu kamar Ezar.
Kening Ghina mengernyit. " Minggir. Kau menghalangi jalanku."
" Maaf kan saya non Ghina, tapi anda di larang masuk ke kamar tuan Ezar."
" Apa hakmu? Kau hanya pembantu di rumah ini. Posisikan dirimu bi Surti, Jagan melampaui batas!" Bentaknya.
" Tetap saja, anda tidak boleh masuk nona." Tegas bi Surti.
" Dasar pembantu tidak tau diri." Ghina mendorong bi Surti dengan kasar hingga kepala wanita paruh baya itu membentur sudut meja dan akhirnya mengeluarkan darah segar.
Ghina tidak peduli dengan apa yang baru saja ia lakukan, sebenarnya dia tidak bermaksud sekasar itu, tapi bi Surti sudah membuatnya kesal dengan melarangnya masuk ke kamar Ezar.
Ghina hanya melihat sesaat ke arah bi Surti yang masih terduduk memegangi dahinya. Sementara dia masih berusaha membuka pintu kamar Ezar yang sayangnya.... terkunci.
" Kenapa terkunci? Ezar tidak pernah mengunci kamarnya sendiri." Gumamnya.
Setelah lama berusaha dan tetap tidak bisa, Ghina pun meninggalkan rumah Ezar dengan perasaan marah.
Ghina masuk ke dalam mobil. " Sial..sial..sial..." Umpatnya sembari memukul stir mobil nya sendiri.
...****************...
Terima kasih Thor dengan cerita Zara,di tunggu cerita Zayn yaa
kini tinggal menanti kisah cinta abang zayn di tunggu ya uv nya mbk lala kesayangan akuuu
btw jgn lupa kak, emi dilanjut 🤭🤭😁
ku tunggu karya selanjutnya ya