Menjadi Pelunas Hutang Suami
Seorang wanita yang berstatus Ibu sedang menjerit penuh air mata melihat apa yang saat ini putra sulungnya dapatkan. Namun, kedua tangannya di tahan kuat oleh beberapa orang pria. Tentu kekuatan nya yang hanya seorang wanita tidak lah sebanding.
"Akh.... Ibu!" teriakan kesakitan juga tengah di rasakan oleh seorang bocah kecil yang kisaran berumur sepuluh tahun.
"Mbak.... Hentikan, Mbak. Rio tidak bersalah!"
Teriakan seorang wanita yang bernama Luna, Ibu dari Rio kembali menggema.
Saat ini anak yang bernama Rio itu sedang mendapat puluhan cubitan, juga sentakan dan tarikan keras dari seorang wanita yang juga merupakan seorang Ibu.
"Cubit terus! Enak saja dia membuat cucu ku menangis."
Terdengar juga seorang wanita baya yang mungkin akan memasuki umur 60 an. Sambil berseru, wanita itu juga tidak luput menenangkan sang cucu yang masih terus saja tergugu.
"Tidak Bu Ani, Rio tidak bersalah. Pasti ada kesalahpahaman."
Tidak hentinya Luna terus saja berusaha terbebas dari cegatan orang-orang yang saat ini menahan nya.
Hati nya teriris sembilu kala menyaksikan buah hati nya mendapatkan perlakuan kasar dari orang lain. Selama ini Rio tidak pernah membuat dirinya marah, tidak mungkin anak nya itu berbuat nakal.
"Tutup mulutmu, Luna. Jangan membela terus anak mu yang tidak tau diri itu."
Luna menggeleng pelan bersama ketidak kuasaannya. Ia merasa menjadi seorang Ibu yang sangat tidak berguna karena hanya bisa menyaksikan sang anak yang telah menangis, merasakan panasnya saat kuku-kuku runcing itu mencubit kulit kecil dan tipisnya.
Semenjak Ia dan anak-anaknya menginjakkan kaki di kediaman bak neraka itu. Luna tidak pernah tenang karena memikirkan anak-anak nya yang selalu sering kali mendapatkan masalah.
Luna tau, masalah itu bukanlah murni kesalahan dirinya dan juga anak-anak. Ia hanya bisa berusaha menjadi tameng saat buah hatinya berbuat masalah sepele dan mendapatkan hukuman besar.
"Anak nakal sepertinya memang pantas mendapatkan hukuman!" sarkas Marni lalu mencengkram kasar rahang kecil Rio.
"Masih berani kamu membuat anak ku menangis? Hah!" bentak Marni, dan Luna yang menyaksikan itu hanya bisa menutup mata penuh kesakitan di dalam dada dan hatinya.
"Tidak, Bu. Rio tidak berani," jawab Rio terbata dan sedikit tercekat. Anak itu terlihat jelas nampak ketakutan dan berharap tidak mendapatkan cubitan lagi. Ia bahkan tidak bisa menghindar karena itu akan sia-sia.
Sebelumnya, Rio sudah pernah mencoba menghindari hukuman dari Marni namun malah mendapatkan hukuman yang lebih parah. Bahkan orang-orang di sana tidak ada yang merasa kasihan atau pun membantu mereka sedikit pun.
"Ingat ya. Sekali lagi kamu membuat Kevin menangis...! Hukuman nya lebih berat lagi," ancam Marni pada anak tersebut.
Terlihat juga wanita yang katanya Ibu dari Kevin itu mulai menjauhi Rio. Cegatan di kedua tangan Luna juga terlepas saat melihat sang Nyonya telah puas memberikan hukuman.
"Ibu. Hua...."
Luna segera berlari memeluk sang putra yang juga langsung memeluk erat dirinya.
"Pergi kalian dari hadapanku!"
Cepat-cepat Luna mengajak Rio untuk segera berdiri. Lalu membawa Rio ke dalam dan melihat kedua adiknya yang sedang Luna kunci dalam kamar. Luna tidak mau anak nya yang lain menyaksikan kesakitan kakak mereka seperti diri nya tadi.
"Marni. Kenapa anak itu di bebaskan dengan mudah," ucap Ani yang nampak belum puas karena sampai saat ini Kevin masih tergugu sedih.
"Lihat, Kevin sampai sesedih ini karena ulah anak itu," tambah Ani.
Marni mengambil alih putranya yang bernama Kevin itu dan berusaha membujuknya agar berhenti menangis.
"Sayang, sudah ya. Kan Rio udah Mama hukum. Kevin berhenti nangisnya ya, nanti Mama belikan mainan baru."
Bujukan Marni sangat ampuh, Kevin terlihat mulai berhenti menangis.
Anak itu terlihat sangat manja dan begitu di manja. Mungkin umur nya juga tidak jauh dengan Rio, namun masih sangat bertingkah seperti anak kecil di bawah umur lima tahun.
"Kalian, kenapa masih di sini. Bubar!" perintah Marni pada beberapa orang yang baru saja menyaksikan kejadian tadi. Mereka adalah beberapa pelayan yang bekerja di kediaman Bak Istana itu sangking besar dan megah nya.
Para pekerja berhamburan membubarkan diri. Selain para maid yang hanya bisa diam menyaksikan ketidak adilan tadi, ada dua orang yang bahkan lebih enjoy dan santai seakan tidak terusik sama sekali.
Mereka adalah dua wanita beda usia yang saat ini tetap fokus pada makanan nya, bahkan telah hampir selesai. Lebih parahnya lagi seorang pria yang saat ini menuruni tangga tanpa beban.
"Ada kejadian apa lagi pagi ini?" tanyanya tertuju pada Marni. Tidak lupa kepalanya juga menoleh pada Istri tercinta bersama sang Ibunda yang sudah terlihat memulai sarapan tanpa menunggu dirinya.
"Rio mengganggu Kevin. Aku memberi nya sedikit hukuman kecil karena Kevin sampai menangis begitu lama," adu Marni pada Suaminya itu dengan wajah penuh kesal mengingat Luna dan anak-anak nya yang seperti sampah itu.
"Oh."
Hanya itu tanggapan sang Suami tanpa ikut menenangkan Kelvin dan hanya mengelus pelan serta singkat kepala anaknya.
Namanya adalah Daru, pria itu saat ini memiliki tiga orang Istri dan satu anak, lalu menjadi empat jika di hitung dengan anak-anak Luna. Lelaki itu adalah penguasa segala bidang usaha di kota itu, semua orang begitu sangat menyanjung dan memuji kekuasaan nya.
Daru langsung berjalan mendekati meja makan dan duduk di samping Istri nya yang langsung tersenyum singkat, saat melihat kemunculan Daru yang juga duduk di sampingnya.
Marni hanya bisa ikut menyusul dengan wajah kesal dan tidak enak di pandang. Ani juga sudah tidak asing lagi dengan ketidak adilan yang putrinya dapatkan.
Karena wanita baya itu sering menginap di kediaman mewah nan megah itu. Ia juga tidak bisa berbuat banyak, dirinya hanya berusaha memberikan dukungan pada Marni agar bisa mengambil perhatian Daru dari istri pertama nya.
Tidak ada yang bertanya kenapa Luna dan anak-anak nya tidak ada di kursi-kursi yang mengelilingi meja besar itu. Mereka semua hanya makan dalam hening sampai selesai.
Keluarga yang gosipnya sangat harmonis itu menerapkan peraturan tidak bisa bersuara saat sedang berada di depan makanan. Mereka harus tetap tenang menghabiskan menu mereka dalam diam.
"Bu, Nisa dan Daru berangkat ya."
Wanita cantik nan elegan menyalami Ibu mertua nya. Namanya adalah Nisa, perempuan berhijab itu nampak tidak memiliki kekurangan apapun. Hanya saja, yang tidak bisa dirinya lakukan adalah memberikan pewaris.
"Iya. Istirahat lah jika merasa lelah."
Selalu seperti itu ucapan Kartika. Ibu dari Daru dan juga Ibu mertua Nisa, Marni, dan juga Luna.
Nisa hanya membalas ucapan yang dirinya tahu bernada sindiran itu dengan senyuman. Ia tahu wanita yang tidak lagi muda itu tidak suka akan adanya Nisa, apalagi masih tetap kekeuh ingin menjadi Istri Daru setelah sang Suami memilih untuk menikah lagi.
Lebih tepatnya mereka lah yang menuntut Daru, dengan alasan keturunan yang tidak bisa dirinya berikan.
"Sayang, ayo kita berangkat," ujar Daru sambil menggandeng tangan sang Istri.
Pasangan itu akan pergi berangkat bekerja, mereka adalah pasutri yang sangat harmonis walau sang suami memiliki Istri yang lain.
Marni mengepalkan tangannya dengan sangat erat dan penuh emosi karena setiap pagi harus menyaksikan pemandangan ini. Dirinya bahkan seperti tidak di anggap walau sudah memberikan keturunan pada pria itu.
Daru tetap saja lebih perhatian pada istri pertamanya ketimbang Marni dan anak mereka, Kevin.
____________________
Jangan lupa kembali siang nanti untuk membaca kelanjutannya. Langsung ikuti cerita ini agar tidak ketinggalan jam Update 🤗
Jika cerita di atas menarik minat kalian, semoga berkenan meninggalkan jejak berupa Like👍 kalian. Terimakasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments