"Sepuluh juta untuk satu bulan," Seorang wanita cantik menyodorkan uang dua gepok didepan seorang wanita lain.
Wanita yang diberi menelan ludah dengan susah payah, melihat dua tumpuk uang yang ada didepan mata.
"Jika kamu bekerja dengan baik, saya akan tambahkan bonus," Kata wanita kaya itu lagi.
"B-bonus," Sasmita sudah membayangkan berapa banyak uang yang akan dia terima, dengan begitu Sasmita bisa memperbaiki ekonomi hidupnya
"Baik, saya bersedia menjadi pelayan suami anda,"
Yang dipikir pekerjaan pelayan sangatlah mudah dengan gaji yang besar, Sasmita yang memang pekerja rumah tangga bisa membayangkan apa saja yang akan dia kerjakan.
Namun siapa sangka pekerjaan yang dia pikir mudah justru membuatnya seperti di ambang kematian, Sasmita harus menghadapi pria yang temperamental dan tidak punya hati atau belas kasihan.
Bagaimana Sasmita akan bertahan setelah menandatangani perjanjian, jika tidak sanggup maka dirinya harus mengembalikan dua kali lipat uang yang sudah dia terima
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melarikan diri
Sasmita duduk termenung di bangku taman seorang diri, meskipun hari larut malam, tapi karena penerangan yang memadai membuatnya tak takut meski hanya duduk sendiri.
Sasmita tampak merenung, memikirkan apa yang dia rasakan sejak tadi. Selain itu ada yang mengganjal dihatinya, yaitu sosok majikan yang belum ada satu bulan ia tinggalkan kini sudah bisa berdiri tegak tanpa adanya kursi roda.
"Apakah secepat itu pemilihannya." Sejak tadi pikiranya berkecamuk, wajahnya tampak memiliki banyak masalah.
"Bukankah itu bagus, jadi Tuan Riko tak lagi di pandang sebelah mata oleh istrinya." Katanya lagi.
Tapi lagi-lagi rasa penasarannya membuatnya semakin merasakan pusing di kepala. Sasmita memilih beranjak setelah mengabiskan kopi hangat yang dibelinya tadi.
Namun saat berbalik Sasmita dikejutkan dengan sosok seseorang yang membuatnya berdiri kaku.
"T-tuan R-riko."
Flashback
Sasmita hendak memanggil sosok pria tinggi yang berdiri didepannya dalam jarak dua meter saja, namun akal sehatnya kembali dan membuatnya mengurungkan niatnya. Sasmita memilih terbalik pergi dengan perasaan tak menentu.
Sedangkan Riko yang berdiri membelakangi Sasmita tak sengaja berbalik saat merasakan ada seseorang di belakangnya, dan saat itulah Riko tahu jika sosok orang itu adalah pelayan yang dia pecat satu bulan lalu.
'Dia, kenapa disini.'
Riko memilih untuk menunggu kabar dari dokter tentang ayahnya, dan mengabaikan sosok wanita yang perlahan pergi menjauh itu.
Flashback off
Riko berdiri dengan kedua tangan ia masukkan kedalam saku, tatapanya lurus kedepan menatap sosok wanita yang menunjukan wajah terkejutnya.
Kedua tangan Sasmita mencekram sisi rok yang dikenakan rasa gugup menjalar pada dirinya.
"Sedang apa malam-malam disini." Suara berat dan dingin adalah ciri khas Riko saat bicara.
Membuat tubuh Sasmita semakin bergetar saat mendengarnya. Sasmita tak berani menatap langsung sosok pria didepanya itu, pandanganya mengarah ke bawah, jarak keduanya cukup jauh.
"T-tidak sedang apa-apa Tuan," jawabnya dengan gugup.
Riko menarik sudut bibirnya, dan keduanya kakinya perlahan memalangkan mendekati Sasmita, hingga hanya dengan jarak satu meter kaki Riko berhenti.
"Kenapa berada dirumah sakit?"
Pertanyaan dengan nada yang sama membuat Sasmita kali ini semakin gugup, dalam suasana sunyi dan hembusan angin malam yang tenang membuat indera penciumannya justru menangkap aroma maskulin yang begitu tenang.
"Mita!"
"Ya, Tuan!" reflek Sasmita mendongak karena terkejut saat namanya di panggil, karena aroma maskulin Sasmita jadi melamun.
Pandangan keduanya bertemu, kini justru Riko yang tampak diam dengan tatapan lurus menatap mata teduh yang selama ini membuatnya sedikit terganggu, Riko menyukai mata indah yang setiap kali menatap memancarkan keteduhan. Mata indah yang terkadang selalu muncul dan membuatnya selalu tidak nyaman. Namun sejak satu bulan terakhir mata teduh itu begitu mengusiknya.
Sadar akan tatapan Riko, membuat Sasmita kembali menunduk, wanita itu menunduk dengan wajah malu bercampur takut.
"Sedang apa di rumah sakit? Siapa yang sakit?"
Entah kenapa sekarang justru pria kutub dan irit bicara itu berubah menjadi sangat cerewet, padahal sejak menjadi pelayannya Sasmita dilarang banyak bicara, tapi kali ini Sasmita dipaksa harus bicara.
Sasmita mengigit bibir bawahnya, ingatannya kembali pada nyonya Mayang yang tak lain adalah ibunya Riko. Lalu apakah dirinya harus berkata jujur, tapi mengingat permintaan nyonya Mayang membuat Sasmita menjadi ragu.
Dia juga ingin pulang, tak ingin membuat suaminya berprasangka buruk karena dirinya tak pulang, apalagi ada ibu mertua yang selalu ikut campur dalam rumah tangganya, membuat Sasmita benar-benar dilema.
Melihat Sasmita diam saja membuat Riko menghela napas kasar, mungkin Sasmita masih syok melihat dirinya.
"Duduklah, kita bisa berbincang." ucap Riko sambil melewati Sasmita dan duduk di bangku taman yang tadi sempat di duduki Sasmita.
Sasmita berdiri kaku, dia benar-benar merasa dilema, tapi ada rasa penasaran yang membuatnya memilih ikut duduk juga.
Keduanya duduk berdampingan dengan jarak, pandangan keduanya lurus kedepan.
"Ada yang ingin kau tanyakan?" Tanya Riko membuka percakapan. Karena sejak tadi ekor matanya melirik pada sosok wanita di sampingnya yang memiliki banyak pikiran.
"Um, Tuan sudah sembuh?" Tanyanya dengan suara pelan, namun justru terdengar merdu di telinga Riko.
"Ya, seperti yang kau lihat." Jawabnya tak bohong.
Sasmita mengangguk, "Saya ikut senang," Ucapnya lagi disertai dengan senyum tulus.
Senyum yang dulu selalu Riko lihat meskipun dirinya berbuat kasar dan dingin, tapi wanita ini justru selalu terlihat baik-baik saja dengan senyuman tulusnya itu.
"Ya," Riko menanggapinya dengan singkat.
Suasana kembali hening saat keduanya sama-sama diam, namun sebenarnya banyak kata yang ingin disampaikan di pikiran keduanya, hanya saja keduanya merasa canggung dan kaku.
Sasmita mengusap kedua bahunya sendiri, udara malam semakin membuatnya merasa dingin.
"Tuan, saya ikut senang anda bisa sembuh seperti sedia kala. Hari semakin malam saya permisi." Ucap Sasmita yang sudah berdiri akan pergi.
Riko yang mendengar hanya mengangguk saja, bibirnya ingin berucap agar Sasmita diam disini, tapi logikanya tak akan bisa karena Riko bukan pria yang akan melakukan hal inplusif.
Sasmita pamit, dan pergi. Meninggalkan Riko yang justru menatap pugungnya yang semakin jauh.
"Siapa yang sakit?" Batin Riko yang malah penasaran.
"Kenapa juga aku memikirkannya," Katanya lagi dengan kesal.
Tak lama ponselnya berdering, Riko melihat nama yang tertera di layar ponsel.
"Ada apa Diko?" Tanyanya pada orang diseberang sana.
"Polisi sedang mengejar Valen dan nona Briana Tuan, mereka melarikan diri saat polisi mendatangi markas mereka dan ternyata mereka juga berada disana, dan saat ini saya berada dirumah anda, namun tidak ada siapa-siapa nyonya besar juga tidak ada, supir nyonya mengatakan jika tadi nyonya minta diantar ke taman sendiri tapi sampai jam segini tidak kembali." Terang Dino dari sana.
"Mungkin Mama sedang menginap di hotel, biarkan saja." Balas Riko.
"Supir membawa pulang tas dan ponsel beserta isinya atas perintah nyonya Tuan."
Riko menaikkan sudut alisnya sebelah. Untuk urusan Valen dan Briana biarkan anak buah dan polisi yang bertindak, semua bukti kejahatan mereka sudah dalam proses dan hukuman akan menanti mereka. Riko juga sudah membuat surat gugatan cerai hanya tinggal menunggu waktu saja, Tapi laporan Diko tantang mamanya membuat Riko sedikit heran, pasalnya sang Mama tidak pernah meninggalkan barang penting seperti ponsel dan dompet tapi ini.
"Lacak tempat terakhir keberadaan Mama sekarang!"
"Baik Tuan."
Riko membuang napas kasar, mengusap wajahnya yang tampak lelah.
Memilih pergi, Riko akan mengunjungi ayahnya yang masih dalam pantauan dokter.
Namun saat berbalik pergi, kaki Riko justru menginjak sesuatu.
"Ponsel." Gumam Riko yang melihat ponsel di bawah kakinya.