Novel ini diilhami dari kisah hidup Nofiya Hayati dan dibalut dengan imajinasi penulis.
🍁🍁🍁
Semestinya seorang wanita adalah tulang rusuk, bukan tulang punggung.
Namun terkadang, ujian hidup memaksa seorang wanita menjadi tangguh dan harus terjun menjadi tulang punggung. Seperti yang dialami oleh Nofiya.
Kisah cinta yang berawal manis, ternyata menyeretnya ke palung duka karena coba dan uji yang datang silih berganti.
Nofiya terpaksa memilih jalan yang tak terbayangkan selama ini. Meninggalkan dua insan yang teramat berarti.
"Mama yang semangat ya. Adek wes mbeneh. Adek nggak bakal nakal. Tapi, Mama nggak oleh sui-sui lungone. Adek susah ngko." Kenzie--putra Nofiya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 26 Mengalahkan Ego
Happy reading 😘
Malam kembali menyapa. Namun suara notif pesan dan notif vidio call yang dinanti belum juga terdengar.
Nofiya menjadi semakin gelisah.
"Zen, mungkinkah perkataanku tadi pagi membuatmu sangat marah?" monolognya diikuti helaan nafas pelan.
Ditatap rupa rembulan yang terlihat muram, seperti raut wajahnya saat ini.
Mungkin rembulan tengah bersedih, karena gemintang tak jua hadir menemani.
"Zen, aku kangen. Kangen senyummu, kangen wajahmu, kangen kata manismu, kangen semua yang ada padamu." Nofiya kembali bermonolog tanpa mengalihkan tatap.
Meski rasa rindu memenuhi relung kalbu, tetapi ego masih saja meraja, mencipta rasa malu.
Nofiya malu sekaligus gengsi, meski tangannya serasa ingin segera mendial nomer sang kekasih hati, Zaenal Alfariz. Pria tertampan sejagad jiwa baginya.
Fi, kamu nggak boleh seperti ini. Sesekali kamu harus mengalah. Bukan hanya Zaenal yang harus instrospeksi. Tetapi kamu juga mesti instrospeksi. Jika kamu beneran kangen, segera hubungi dia. Kalahkan egomu ...., bisik batinnya bertutur.
Jarum mesin waktu yang tergantung di dinding menunjuk angka sepuluh malam. Kemungkinan di Malang masih pukul sembilan malam.
Mumpung belum larut, Nofiya berusaha memantapkan diri untuk menghubungi Zaenal.
Ia harus bisa mengalahkan ego, demi hubungan yang sudah terlanjur mendapatkan restu.
"Bismillah --"
Nofiya mendial nomer Zaenal, sambil memejamkan mata.
Satu detik, dua detik, tiga detik, sampai lima detik, telepon dari nya tidak juga diangkat oleh Zaenal.
Perlahan Nofiya membuka mata. Rasa gelisah kembali hadir dan meraja.
"Zen, angkat dong!" pintanya memohon. Ia berharap sang bayu akan sudi menyampaikan ucapannya pada Zaenal, meski teramat mustahil.
Nofiya kembali mendial nomer Zaenal. Namun sia-sia.
Zaenal tetap saja tidak menerima telepon darinya.
Nofiya menghembus nafas berat, kemudian menjatuhkan bobot tubuhnya di tepi ranjang.
"Zen, mungkinkah kisah cinta kita telah berakhir?"
Titik-titik embun mulai bergantungan di kelopak mata, lalu jatuh membasahi wajah manis yang terbingkai sendu.
Sesak, perih.
Tiada bisa dijabarkan dengan rangkaian kata.
Nofiya menekan dadanya yang terasa sangat sakit dan memeras kelopak mata.
Belum pernah ia merasakan sedih dan perih seperti yang dirasa saat ini.
Patah hati.
Ya, baru pertama kali Nofiya merasakan sakitnya patah hati, karena baru pertama kali juga ia memiliki seorang kekasih.
Cinta yang semula menyuguhkan rasa manis dan menawarkan kisah indah, kini malah menorehkan luka yang membuat sukmanya lara.
Zen, seharusnya kamu nggak hadir di hidupku. Seharusnya kamu nggak mengenalkan aku dengan kata cinta, jika ternyata malah membuat sukmaku lara seperti ini, teriak batinnya.
Nofiya menangis tersedu. Kesedihan yang dirasa semakin mendalam kala terbayang saat-saat termanis yang pernah ia lalui bersama Zaenal.
...Di tempat yang berbeda .......
Angin rindu menyusup ke dalam kalbu. Namun bayang-bayang foto yang menjijikkan membuatnya enggan menerima panggilan telepon dari sang kekasih yang dirindu.
Prasangka buruk kembali menguasai hati. Mengalahkan cinta yang semula bertahta.
Zaenal menghembus nafas kasar, menghempas rasa sesak yang dirasa. Ia bermonolog lirih sambil menatap rupa Sang Dewi Malam yang tampak muram, sama seperti raut wajahnya saat ini.
Tanpa ia tahu, jika raut wajah Nofiya pun sama muramnya. Bahkan kini terbingkai air mata duka karena lara yang dirasa.
"Fi, kenapa kamu tega ngelakuin perbuatan serendah itu? Seandainya Rama memaksa, kamu bisa menolak. Jika dia mengancam, kamu bisa berteriak dan meminta tolong. Pasti aku mendengarnya dan bakal menolong kamu."
Zaenal kembali menghembus nafas kasar, lalu menekan dada yang terasa nyeri.
Meski Dino terus memberi petuah, tetapi Zaenal masih saja terpengaruh dengan foto yang belum pasti kebenarannya.
Bisa jadi foto yang diberikan oleh Bagas adalah hasil editan atau rekayasa Bagas dan orang-orang yang berniat untuk menghancurkan hubungannya dengan Nofiya.
Zaenal menimang benda pipih yang berada di genggaman tangan.
Bisik hatinya terus memaksa untuk segera mendial nomer sang kekasih yang mungkin tengah menanti balasan telepon darinya.
Namun jari-jari tangannya serasa berat untuk menggeser layar gawai.
Setelah sepersekian detik bertarung dengan kata hati, Zaenal memutuskan untuk merebahkan tubuh yang serasa lunglai di atas ranjang dan menjernihkan pikiran dengan memejamkan mata, lalu memaksa diri untuk berlayar ke negeri mimpi. Melupakan sejenak ujian cinta yang membuatnya ragu pada kesetiaan dan kesucian sang kekasih--Nofiya Hayati.
...🌹🌹🌹...
Jarak bukanlah penghalang bagi dua jiwa untuk saling menjaga rasa cinta. Selama masih saling percaya dan setia. Namun jika rasa percaya telah terkalahkan oleh prasangka, rasa cinta yang semula terjaga perlahan akan terkikis. Habis dan mungkin akan berganti benci.
🍁🍁🍁
Bersambung ....
Belajar sama² ya Zen udah ada lampu hijau dari Papa Ridwan.
semoga
eh Authornya duluan.
Terus siapa yg bisa jawab nih
konidin mana...
mana konidin