Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rutinitas Tanpa Henti
Lily terbangun karena suara alarm yang memecah keheningan pagi. Matahari baru saja terbit, cahayanya menyusup melalui celah tirai. Tubuhnya terasa sakit dan berat, bekas ulah Isaac tadi malam masih terasa nyata. Dia meringis saat mencoba bergerak, setiap gerakan mengingatkannya pada peristiwa yang baru saja terjadi.
Isaac terbaring di sampingnya, tertidur pulas dengan wajah yang tenang. Lily menatapnya dengan campuran perasaan antara cinta dan kepahitan yang menguat. Wajah Isaac terlihat begitu damai dalam tidurnya, seakan tidak ada yang salah di dunia ini.
Lily perlahan beranjak dari tempat tidur, menahan nyeri di tubuhnya. Dia berjalan menuju dapur, langkahnya pelan dan hati-hati agar tidak membangunkan Isaac. Di dapur, dia mulai memasak sarapan dengan gerakan mekanis. Suara mendesis dari wajan dan aroma makanan mengisi ruangan, sedikit menghibur hati yang terluka.
Setelah memasak, Lily beralih membersihkan rumah. Dia harus bangun lebih awal dan bekerja lebih keras. Isaac biasanya baru bangun sekitar jam 10 pagi, meninggalkan Lily kerepotan mengurus rumah sendirian. Sejak awal, mereka tidak memiliki asisten rumah tangga sehingga Lily yang menangani sendiri.
Saat membersihkan meja makan, pikiran Lily melayang ke masa-masa awal pernikahan mereka. Dulu, Isaac begitu perhatian dan romantis. Mereka saling mencintai dengan tulus, dan Lily merasa seperti wanita paling beruntung di dunia. Setiap pagi mereka habiskan dengan canda tawa, sarapan bersama, dan janji-janji manis untuk masa depan.
Namun, seiring berjalannya waktu, Isaac mulai berubah. Dia menjadi malas, cuek, dan semau sendiri. Setiap hal kecil bisa membuatnya marah, dan Lily selalu menjadi sasaran kemarahannya. Kenangan manis itu terasa seperti mimpi yang jauh, tergantikan oleh kenyataan pahit yang kini harus dia hadapi.
Dengan perasaan yang campur aduk, Lily bersiap untuk berangkat kerja. Dia mengenakan setelan blazer, memastikan penampilannya tetap rapi meski hatinya berantakan. Rambutnya yang panjang dan berwarna cokelat dia gerai begitu saja.
Setelah menyemprotkan parfum, Lily menatap Isaac sejenak. Gerakan Lily tak mampu membangunkan Isaac sedikitpun.
Lily menatap rumahnya sejenak sebelum melangkah keluar. Rumah yang dulu penuh dengan cinta dan kebahagiaan kini terasa seperti penjara yang dingin. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menguatkan diri sebelum melangkah untuk menghadapi dunia luar.
Dengan perasaan sedih, kosong, dan muram, Lily mengendarai mobilnya. Langit yang cerah di pagi hari terasa kontras dengan kegelapan yang menyelimuti hatinya. Dia hanya berharap suatu hari nanti, ada secercah cahaya yang mampu menghapus kesedihan yang telah begitu lama menghantuinya.
Jalanan yang begitu padat membuat Lily menghela napas beberapa kali. Suara klakson berbunyi tanpa henti, menciptakan simfoni yang tidak harmonis di antara deretan mobil yang berhenti dan melaju pelan. Jalanan penuh sesak dengan kendaraan, mulai dari mobil pribadi, bus kota, hingga sepeda motor yang mencoba menyelinap di antara celah sempit.
Lily melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Dia memastikan jika waktu yang dimilikinya masih cukup untuk sampai di kantor. Hari ini dia harus membawakan berita pukul 9 pagi.
Sudah 3 tahun Lily bekerja sebagai news anchor di salah satu stasiun televisi ternama yang merupakan saingan langsung dari INK TV, stasiun milik mertuanya, Samuel Brandon.
Lily tersenyum getir mengingat siapa Isaac. Ya, suaminya merupakan anak dari Samuel Brandon, pemilik stasiun TV nasional. Namun, karena sesuatu hal, Isaac dicoret dari ahli waris oleh ayahnya. Satu-satunya harta yang diberikan Samuel kepada anaknya adalah rumah yang kini ditinggali oleh Lily dan Isaac.
Setelah berhasil melewati jalanan yang begitu padat, akhirnya Lily sampai di gedung dengan tinggi puluhan meter.
Satu-satunya hal yang membuat Lily semangat adalah bekerja. Setiap pagi, Lily tiba di studio televisi dengan semangat yang membara, siap untuk memberikan performa terbaiknya di depan kamera.
Kebiasaannya untuk selalu mencari informasi terbaru membuatnya menjadi sumber berita yang dapat diandalkan, dan kemampuannya untuk menyampaikan berita dengan kejernihan dan ketajaman membuatnya dihormati oleh rekan-rekan seprofesinya.
“Pagi, Lily, cantik banget, deh,” puji salah satu rekan kerjanya.
Lily memang begitu cantik dengan mata coklatnya yang besar dan bercahaya, memancarkan kehangatan. Wajahnya oval sempurna dengan kulit yang halus seperti porselen membuatnya sering di puji banyak orang.
“Pagi, juga,” balas Lily ramah. Tak hanya cantik dan anggun, dia juga ramah dan mudah bergaul. Kecantikannya itu yang membuat Isaac tergila-gila padanya. Namun setelah mendapatkan Lily, Isaac justru menyia-nyiakannya.
Selesai membawakan berita, Lily menuju kantin bersama Agatha, sahabatnya. Mereka berteman sejak hari pertama Lily bekerja. Agatha menjadi saksi semua kisah cinta Lily, termasuk pernikahannya dengan Isaac.
“Lil, malem nongkrong, yuk,” ajak Agatha, disela kunyahannya.
Lily ingin sekali mengangguk antusias. Tapi, Isaac pasti tidak mengizinkannya.
“Weekend aja gimana?”
“Kenapa? Nggak boleh sama Isaac?” selidik Agatha.
Lily hanya mengedikkan bahu seraya tersenyum getir. Mau bagaimanapun, isaac adalah suaminya. Dia tidak bisa berlaku sesuka hati tanpa menghiraukan Isaac.
“Ya udah, ajak Isaac sekalian,” saran Agatha meskipun dia tahu jika Isaac akan menolak mentah-mentah.
Lily menghela napas berat. Jika di depan banyak orang Lily bisa menutupi kesedihannya, tapi di depan Agatha tidak. Dia bisa mengeluh dan menyampaikan apa yang dia rasakan kepada Agatha.
“Kenapa? Kamu ada masalah lagi sama dia?” tanya Agatha yang peka melihat raut wajah Lily.
“Aku heran, deh, sama Isaac. Dia dulu baik banget, bahkan tergila-gila sama kamu. Eh setelah dapet, malah seenak jidat,” dumel Agatha dengan jengkel.
“Dia nggak tau apa kalo istrinya secantik bidadari? Gila aja main seenaknya gitu,” sambung Agatha setelah menelan makanannya.
“Ck, aku aja heran. Kenapa dia berubah drastis,” lirih Lily. Dia meraih gelas, lalu meneguk minumannya hingga tandas.
“Baru beberapa bulan aja gini, gimana kedepannya?” tanya Agatha seraya mendorong piring kosongnya ke samping.
Pertanyaan Agatha juga menjadi pertanyaan besar Lily. Pernikahan yang dia bangun belum genap setengah tahun, namun sudah banyak masalah yang menghantui.
“Lagian kamu juga aneh, kenal dua bulan langsung nikah,” cecar Agatha membuat bahu Lily semakin merosot.
“Kamu kan tau sebaik apa Isaac waktu PDKT. Dia sayang banget sama aku, perhatian, lembut, pekerja keras juga,” jelas Lily. Bahkan hal ini yang membuat Lily jatuh cinta padanya.
“Tapi sekarang? Kerja aja males! Kenapa kamu masih cinta sama dia, sih?” sindir Agatha.
“Lagian papa Isaac kan kaya, kenapa nggak kerja di kantor papanya aja? Kan bisa jadi CEO disana,” tambah Agatha.
“Kalo gitu dia nggak akan mandiri,”ucap Lily berbohong. Selama ini dia tidak memberi tahu Agatha jika Isaac dicoret dari ahli waris. Dia sendiri sebenarnya penasaran mengapa suaminya dicoret dari ahli waris dan tidak mendapatkan apa-apa selain rumah yang ditinggalinya.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE, TAMBAHKAN FAVORIT, DAN BERI HADIAH UNTUK NOVEL INI ❤️ TERIMAKASIH
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor