Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Pria Tidak Waras
kedua kakak beradik tengah kebingungan mencari keberadaan nenek dan juga ibunya. Hampir setiap rumah sakit mereka datangi untuk mencari tahu keberadaan mereka berdua, tapi hasilnya nihil.
Kini adik dan kakak itu tiba di sebuah Rumah sakit Nusantara Indah. Itu salah satu Rumah sakit besar yang ada di kota, selain rumah sakit Bakti Husada.
"Semoga saja mereka ada di sini," ucap Steven dengan sedikit kesal karena tidak mendapati keberadaan orang tuanya.
"Ya, semoga saja," jawab Allard, kakak kandung Steven.
Mereka berdua langsung bergegas masuk ke dalam rumah sakit dan menuju ke tempat petugas yang ada di pendaftaran.
"Ada yang bisa kami bantu Pak?" tanya petugas wanita yang tengah mengetik di laptopnya.
"Iya, apa di sini ada pasien yang baru datang, dengan Nama Ane Moffat?" tanya Allard.
"Sebentar ya Pak, akan saya cek dulu," jawab petugas.
Petugas itu pun langsung mengecek data diri dari pasien dan ternyata ada nama yang disebut oleh Allard.
"Kalau boleh tahu, Bapak ini apanya pasien?" tanya petugas.
"Udah! Kasih tau aja kalau memang ada di sini. Jangan terlalu mengulur waktu," pungkas Steven menyahut memberikan teguran pada petugas.
"Diam! Kamu jangan kasar begitu Stev! Ini rumah sakit, kita memang diwajibkan untuk menjelaskan tentang siapa kita untuk pasien, nggak asal seluduran gini," tegur Allard.
Steven memalingkan mukanya dengan senyuman devil. Terlalu bertele-tele petugas rumah sakit dalam menjalankan tugasnya.
"Begini mbak, sebelumya saya minta maaf. Kami adalah keluarga dari pasien yang bernama Ane Moffat, apa nama pasien itu ada di sini?" Tanya Allard.
"Iya benar Pak. Di sini tadi ada pasien yang datang dengan nama Ane Moffat," jawab petugas.
"Terus, sekarang pasien di rawat di mana mbak?" tanya Allard.
"Sekarang pasien masih berada di ruang ICU," jawab petugas.
"Baik, kalau begitu saya akan pergi ke sana. Terimakasih mbak," ucap Allard langsung bergegas menuju ruang ICU, diikuti oleh Steven di belakangnya.
Tiba di depan ruang ICU, Allard bertemu dengan suster yang keluar dari ruang ICU. Allard langsung mendekat pada suster untuk menanyakan tentang kondisi neneknya.
"Permisi! Suster, apa di sini tempat nyonya Ane dirawat?" tanya Allard.
"Iya benar. Anda siapanya nyonya Ane?" tanya suster.
"Saya cucunya sus. Bagaimana keadaan nenek saya suster?" tanya Allard lagi.
"Nyonya Ane.... Nyonya Ane saat ini mengalami qoma," jawab suster.
"Apa?"
Allard dan Steven langsung memekik terkejut mendengar penjelasan dari Suster.
"Tapi.... Kenapa bisa sampai qoma suster. Bukannya tadi sore dia dalam keadaan sehat. Lantas, di mana Mama saya berada sus?" tanya Allard.
"Mama anda yang mana? Saya kurang tahu Pak," jawab suster.
Allard dan Steven saling bertatapan. Mereka berdua kebingungan, tidak mendapati keberadaan Mamanya juga.
"Tapi sus... Bukannya Mama saya datang ke sini bersama dengan nenek saya. Tapi kenapa Mama saya nggak ada di sini," gumam Allard.
"Tapi dari tadi kami berada di ruang ini nggak ada keluarga yang menunggunya. Coba Bapak cari tahu di sekitar sini. Saya kurang tahu ya Pak, maaf."
Allard semakin gelisah karena tidak bisa menemukan keberadaan Mamanya. Andai saja waktu bisa diputar kembali, dia akan mengantarkan kemanapun orang tuanya pergi.
'Ma! Maafin aku, aku nggak bisa menjagamu. Sekarang kamu ada di mana Ma? Aku bingung cari kamu ke mana lagi. Sedangkan nenek ada di sini, tapi Mama nggak ada di sini.'
"Bener-bener sangat menyebalkan!"
Steven mengumpat kasar, sangat kesal karena tidak mendapati keberadaan orang tuanya.
"Stev! Sabar dulu napa sih, kamu itu selalu saja tersulut emosi. Bisakah lebih tenang sedikit saja." Allard langsung memberikan teguran pada adik laki-lakinya.
"Ya gimana bisa sabar. Dari tadi kita muter-muter cariin keberadaan mereka. Kini nenek sudah kita temukan keberadaannya, malah Mama yang menghilang entah ke mana?"
Steven menggerutu kesal karena tidak bisa mendapati keberadaan Mamanya.
"Ini semua gara-gara kamu tahu nggak?"
Allard langsung memberikan teguran pada Steven.
"Kok aku yang disalahin sih. Aku kan nggak tahu kalau nenek dan Mama sedang dalam keadaan tidak baik. Jadi kamu jangan main tuduh dong."
Steven melotot tidak terima, saat dirinya disalahkan oleh abangnya.
"Bukannya menuduh Stev. Bukannya tadi kamu bilang, akan menemui Mama dan juga nenek di sebuah restoran. Tapi apa? Aku malah denger kabar dari pihak restoran langganan Mama, kalau nenek jatuh dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Bukannya kamu juga ada di sana sebelumnya? Kan kamu sendiri yang bilang sama aku, kalau kamu lagi ada janji untuk menemui mereka di restoran."
Allard dibuat geram oleh adiknya yang memiliki sifat keras kepala dan juga terkenal sangat arogan.
"Ya tapi kan waktu itu Mama dan nenek dalam keadaan baik-baik saja. Dan aku memang kecewa karena mereka telah menjodohkanku dengan perempuan yang sangat aku benci. Perempuan yang sudah membuatku geram dengan kelakuannya yang sok, aku paling tidak suka dengan perempuan yang berani membantahku, dan dia, perempuan yang tidak pernah menghormatiku."
Steven berkilah membela diri, dan menyudutkan perempuan yang akan dijodohkan dengannya.
Allard tersenyum smirk menatap jengkel pada adik laki-lakinya itu.
"Apa kamu bilang tadi? Perempuan yang dijodohkan denganmu, tidak pernah menghargaimu? Sekarang kamu pikir sendiri, apa selama ini kamu pernah menghargai orang lain. Kalau aku nggak yakin nenek menjodohkanmu dengan orang yang salah. Pasti yang salah itu dirimu. Dirimu terlalu naif dan juga sombong," cercah Allard.
Steven memalingkan mukanya tersenyum devil mendapatkan teguran dari kakaknya.
Bahkan dirinya tidak merasa sombong dan juga naif seperti tuduhan yang dilontarkan oleh kakaknya.
"Kalau aku sombong, sombongnya dari mana coba? Kalau memang aku sombong, mungkin aku nggak punya teman, mungkin juga aku nggak punya pacar. Jadi please deh, berhenti ngatain aku sombong."
Perdebatan mereka hanya membuat masing-masing tersulut emosi. Tidak ada yang mau mengalah dan mengingat tujuan utamanya untuk mencari tahu tentang keberadaan Mamanya.
Dari sebuah ruangan yang tidak jauh dari mereka, nampak seorang perempuan keluar dan menutup pintunya.
Steven terkejut, ketika mendapati Ayuna berada di rumah sakit itu.
'Loh! Bukannya dia itu dokter yang merawat nenek. Kok ada di sini. Emangnya dia dinas di rumah sakit ini juga. Ini kan bukan rumah sakit Bhakti Husada. Kenapa dia ada di sini ya?'
Steven masih terbengong menatap Ayuna yang masih memakai gaun sama persis seperti waktu bertemu di restoran itu.
Tanpa bilang apapun pada Allard, Steven pun langsung bergegas untuk menemui Ayuna. Dia ingin tahu, tentang keberadaannya di rumah sakit itu.
"Berhenti!"
Steven memekik, menghentikan langkah Ayuna.
Ayuna seketika berhenti dan membalikkan tubuhnya, didapati pria yang sudah mencacinya di restoran waktu itu.
"Apa yang sudah kau lakukan di sini? Bukannya ini bukan rumah sakit tempatmu bekerja?"
"Memangnya kenapa kalau aku ada di sini. Di manapun aku berada, itu bukan urusanmu," jawab Ayuna dengan menyilangkan tangannya di dada.
"Ya, memang ini bukan urusanku. Aku hanya..... "
"Sebaiknya urus orang tuamu. Selagi dia masih ada bersamamu, jangan pernah meninggalkannya. Karena kamu akan sangat menyesal jika tidak mengurusnya," tegur Ayuna.
"Apa maksudmu bilang seperti itu. Jangan pernah memberikan satu saran pun yang keluar dari mulutmu itu," jawab Steven.
"Ok, aku nggak akan ikut campur, dan nggak akan mau ngomong sama kamu. Percuma ngomong sama pria nggak waras kayak kamu!"