NovelToon NovelToon
Benih Dalam Kegelapan

Benih Dalam Kegelapan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Lari Saat Hamil / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rrnsnti

Calista Izora, seorang mahasiswi, terjerumus ke dalam malam yang kelam saat dia diajak teman-temannya ke klub malam. Dalam keadaan mabuk, keputusan buruk membuatnya terbangun di hotel bersama Kenneth, seorang pria asing. Ketika kabar kehamilan Calista muncul, dunia mereka terbalik.

Orang tua Calista, terutama papa Artama, sangat marah dan kecewa, sedangkan Kenneth berusaha menunjukkan tanggung jawab. Di tengah ketegangan keluarga, Calista merasa hancur dan bersalah, namun dukungan keluarga Kenneth dan kakak-kakaknya memberi harapan baru.

Dengan rencana pernikahan yang mendesak dan tanggung jawab baru sebagai calon ibu, Calista berjuang untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Dalam perjalanan ini, Calista belajar bahwa setiap kesalahan bisa menjadi langkah menuju pertumbuhan dan harapan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

papa Artama

Juna dan Kenneth dengan langkah cepat keluar dari gedung kantor, mengabaikan perhatian para karyawan yang heran melihat dua bos mereka tampak begitu panik. Kenneth tak berkata sepatah kata pun, bibirnya kaku, dan wajahnya menunjukkan ketakutan yang mendalam. Berbeda dengan sikap Kenneth yang biasanya tenang dan tegas, hari ini ia terlihat sangat terpukul.

Mobil hitam mereka melaju cepat di jalanan kota, hampir tidak memberi ruang bagi kendaraan lain. Juna, yang biasanya terbiasa dengan kecepatan, mulai merasa tidak nyaman karena Kenneth membawa mobil seperti orang kesetanan. Ia merasakan jantungnya berdegup lebih cepat, bukan hanya karena laju mobil yang menakutkan, tapi juga karena situasi yang mereka hadapi saat ini. Calista, istri Kenneth, mengalami pendarahan, dan mereka tidak tahu pasti apa yang sedang terjadi dengan kehamilannya.

Juna mengerang pelan ketika Kenneth dengan kasar membanting setir, hampir menabrak trotoar. "Ken, fokus," tegur Juna dengan suara bergetar, meski ia tahu Kenneth tak benar-benar mendengarnya. Pikiran Kenneth kini sepenuhnya pada satu hal: Calista dan bayinya.

Sementara itu, di UGD rumah sakit, suasana juga dipenuhi ketegangan. Resa, sahabat baik Kenneth dan Juna, bersama dengan Kania, saudara perempuan Kenneth, duduk gelisah di luar ruangan. Mereka telah berusaha menenangkan Calista, yang tampak pucat dan lemah sebelum akhirnya ditangani oleh tim medis. Namun, meskipun dokter telah mengambil alih situasi, kekhawatiran tetap mencengkeram hati mereka.

"Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?" gumam Resa, matanya menatap kosong pada pintu ruang UGD yang tertutup rapat. Kania di sampingnya meremas tangannya dengan kuat, mencoba menahan kegelisahan. "Calista terlalu stres akhir-akhir ini," jawab Kania. "Kita semua tahu itu, tapi mungkin kita tidak cukup peduli."

Resa mengangguk setuju, merasa bersalah. Calista memang sudah beberapa waktu terakhir terlihat lebih murung dan cemas, tapi tidak ada yang menyangka situasi ini bisa berujung pada kondisi serius seperti sekarang.

Perjuangan di UGD

Di dalam ruang UGD, Calista terbaring lemah di ranjang, air matanya masih mengalir. Kepalanya terasa berat, dan tubuhnya seolah tidak lagi bisa merespons dengan baik. Rasa takut menyelimuti pikirannya. Bagaimana jika ia kehilangan bayinya? Bagaimana jika ia tak pernah bisa memeluk anaknya?

Para dokter dan perawat bergerak cepat, melakukan serangkaian pemeriksaan. "Kita butuh USG sekarang," kata salah satu dokter, wajahnya serius tapi tenang. Dengan cepat, mereka membawa peralatan untuk memantau kondisi janin di dalam rahim Calista. Jantung bayi itu masih berdetak, meskipun agak lemah. Dokter menatap monitor dengan cermat, memastikan semuanya terkendali.

"Kamu harus tenang, Calista," ujar salah satu perawat dengan suara lembut, mencoba memberikan ketenangan pada Calista yang tampak semakin panik. Namun, itu bukan hal yang mudah. Calista masih gemetar, pikirannya melayang-layang, membayangkan kemungkinan terburuk. Ia merasa bersalah. Ini semua salahnya. Seharusnya ia lebih memperhatikan kesehatannya. Seharusnya ia tidak membiarkan stres menguasainya.

Beberapa saat kemudian, pintu UGD terbuka, dan Kenneth serta Juna masuk dengan langkah tergesa-gesa. Mata Kenneth merah, napasnya tersengal-sengal setelah berlari dari parkiran menuju ruangan tersebut. Resa segera berdiri dan menahan Kenneth sebelum ia bisa masuk ke ruangan tempat Calista diperiksa.

"Kami belum bisa masuk," bisik Resa, meskipun ia tahu Kenneth tidak akan mudah diyakinkan. "Dokter sedang memeriksa kondisi Calista."

"Tapi aku harus melihatnya! Aku harus tahu bagaimana keadaannya!" Kenneth hampir berteriak, rasa frustrasi memenuhi suaranya.

"Ken, tenang dulu," kata Juna sambil menepuk bahu Kenneth dengan lembut. "Kita semua ingin tahu bagaimana kondisinya, tapi kita harus menunggu dokter memberikan izin."

Kenneth mundur sedikit, mencoba menenangkan diri, meskipun jelas terlihat ia tidak bisa benar-benar mengendalikan emosi. Ia terduduk di kursi, wajahnya tertunduk dalam. Rasa takut membebani pikirannya. Jika sesuatu terjadi pada Calista atau bayi mereka, ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi kenyataan itu.

Penjelasan Dokter

Beberapa menit kemudian, seorang dokter keluar dari ruang UGD. Wajahnya tidak menunjukkan tanda-tanda darurat, yang memberi sedikit harapan pada Kenneth dan yang lainnya.

"Apakah Anda keluarga Calista?" tanya dokter itu, memandang mereka dengan tenang.

"Iya, kami semua keluarga Calista," jawab Resa mewakili semuanya.

"Nama saya dokter Solar, dan saya dokter yang menangani Calista." Dokter itu menjelaskan bahwa meskipun situasi sempat mengkhawatirkan, kondisi Calista kini stabil. "Baik Calista maupun bayinya dalam kondisi yang baik. Namun, dia mengalami stres berat, dan itu sangat mempengaruhi kesehatannya. Morning sickness yang berlebihan serta kurangnya asupan nutrisi membuat tubuhnya melemah."

Mendengar penjelasan tersebut, Kenneth dan yang lainnya menghela napas lega. Namun, dokter Solar menambahkan, "Kondisi kehamilannya masih rentan. Kita harus lebih ekstra dalam memperhatikan kesehatan fisik dan mentalnya, terutama untuk menghindari stres."

Kenneth mengangguk. Ia bertekad untuk lebih menjaga Calista, untuk menjadi suami yang lebih baik dan calon ayah yang lebih peduli. "Terima kasih, Dok," katanya dengan suara serak.

Pertemuan dengan Calista

Kenneth diberi izin untuk masuk ke ruang UGD dan menemui Calista. Saat ia melangkah masuk, ia melihat istrinya yang terbaring lemah, namun matanya penuh dengan air mata bahagia saat melihat Kenneth.

"Ken..." suara Calista terdengar lemah. Kenneth segera bergegas mendekatinya, lalu tanpa ragu memeluknya erat.

"Maafin aku, Ken. Maaf... aku nggak jaga bayi kita dengan baik. Maaf... aku terlalu stres," Calista mulai menangis, tubuhnya gemetar dalam pelukan Kenneth.

Kenneth mengecup kening Calista, mencoba menenangkannya. "Tidak, Cal. Jangan salahkan dirimu sendiri. Aku juga salah. Aku seharusnya lebih perhatian, lebih mengerti. Tapi sekarang, semuanya baik-baik saja. Kamu dan bayi kita selamat. Itu yang terpenting."

Calista terisak di dada Kenneth, air matanya mengalir deras. "Aku takut, Ken. Aku takut kehilangan dia."

Kenneth hanya bisa memeluknya lebih erat. "Kita tidak akan kehilangan dia. Kita akan melewati ini bersama. Aku janji."

Kedatangan Orang Tua Calista

Tak lama setelah Kenneth dan Calista berbincang, papa Artama dan mama Yesa tiba di rumah sakit. Dengan cepat, mereka menuju ruang UGD, di mana Calista berada.

"Papa? Mama?" panggil Calista dengan suara terkejut saat melihat kedua orang tuanya masuk. Selama ini, hubungan mereka sempat tegang, terutama setelah pernikahan Calista dan Kenneth yang tidak sepenuhnya direstui oleh papa Artama.

Namun kali ini, papa Artama tampak berbeda. Wajahnya yang biasanya keras kini penuh dengan kehangatan dan kekhawatiran. Ia berjalan cepat menuju putrinya dan tanpa ragu memeluknya erat. "Sayang, maafkan papa. Maafkan papa karena selama ini bersikap keras padamu."

Calista terdiam sejenak, tak percaya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut papa Artama. Ia segera membalas pelukan itu, air matanya kembali mengalir deras. "Papa... aku sayang papa. Maafkan aku juga karena sudah membuat papa kecewa."

Suasana di ruangan itu penuh dengan haru. Kenneth yang berdiri di samping hanya bisa tersenyum tipis, merasa lega melihat hubungan Calista dan ayahnya mulai membaik.

Papa Artama melepaskan pelukannya dan menatap Kenneth. Dengan nada lebih tenang, ia berkata, "Kenneth, maafkan saya. Mulai sekarang, kamu bukan lagi hanya suami Calista, tapi juga anak saya. Panggil saya papa."

Kenneth terkejut mendengar kata-kata itu. Ia merasakan beban besar di pundaknya hilang. "Terima kasih, Papa," jawab Kenneth dengan suara bergetar.

bersambung.......

...Calista Izora...

...Kenneth Chaigo...

1
Fajarina
ayo lanjut
habibulumam taqiuddin
begitu dunk
unknown
crazy upppp thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!