Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Hutan Desa Sewujiwo
Usai kejadian larut malam yang membuat istirahat Cakra dan Fisya sedikit berkurang, pagi buta anak-anak kota itu diajak ke kebun oleh Bayu.
Sebelum berangkat ke kantor desa, memang Ratu serta teman-temannya ingin membantu keluarga Pak Bejo mencari bahan pangan untuk sarapan bersama.
Pukul 05.00 WIB langit sudah sedikit terlihat terang, padahal di antara awan masih terpancar jelas cahaya bulan separuh.
"Kebunnya masih jauh kah, Bay?" tanya Ratu, berjalan beriringan dengan Panca.
"Sudah dekat kok, Mbak. Tapi, sebaiknya untuk para perempuan dijaga ya, Mas-mas. Soalnya kita akan melewati alas jati. Banyak pohon jati yang banyak ulatnya, dan itu dapat mengakibatkan gatal-gatal." jelas Bayu.
Sontak Reyza dan Panca pun beraksi dengan karakter mereka masing-masing.
"Eh, kamu pakai jaket aku, ya. Soalnya bakal ngelewatin hutan jati, takut kamu kenapa-napa." ucap Panca melembut, aksinya sedang membuat Ratu baper.
Tetapi, hati Ratu bukan hati yang mudah meleleh.
"Halah, nanti juga kalo kamu yang kena, aku yang repot. Kamu kalo jagain aku selalu bikin ribet, ujungnya kamu yang sakit." ketus Ratu sinis.
Reyza terkekeh. Sementara Panca langsung menurunkan tangannya yang tadinya sudah siap memakaikan jaketnya untuk Ratu.
"Oh iya, Nin, lo kedinginan gak? Kan lo pakai baju lengan panjang doang tuh, gimana kalo lo pakai hoodie gue?"
Yang ditawari pun sama sikapnya seperti Ratu.
"Kesurupan apa sih lo? Sok pede banget, pakai perhatian segala kayak lo gak kedinginan aja." timpal Ninda sarkas.
Di saat semuanya ada yang terkekeh serta kesal, berbeda dengan Bisma dengan Intan.
"Lo takut sama ulat gak, Tan? Ya bukannya gue kepo sih, cuma sekedar tanya aja." ucap Bisma yang berjalan di paling belakang bersama Intan.
Perempuan seumuran Ninda itu menoleh.
"Kebetulan emang geli sama beberapa hewan sih, kecuali sama kucing. Emangnya kenapa?"
"Gak papa sih, kalo lo butuh jaket bilang ke gue, ya?"
Tanpa banyak berpikir, Ninda pun langsung mengangguk.
"Sekarang juga boleh, Bis, kalo emang dibolehin sih." jawabnya malu-malu.
Dengan cepat Bisma melepas jaketnya sehingga hanya terlihat kaos pendek yang dipakainya berwarna hitam.
"Ini maaf banget, ya, kalo gue kurang sopan. Bilang aja kalo risih atau gak nyaman." Ucapan Bisma terhadap Intan membuat teman-temannya berdecak kagum.
Sedangkan Intan yang diperlakukan seperti itu hanya tersenyum malu.
"Dengan sangat hati-hati sekali dia," timpal Reyza.
Usai memakaikan jaket, Bisma kembali berjalan dengan menyuruh Intan melangkah terlebih dahulu di depannya.
"Gak kayak Panca sama Reyza ya, Rat. Mereka berdua malah aneh, bisanya cuma gombal dan kepedean." celetuk Ninda berjalan sambil bersidekap.
Anak-anak Pak Bejo hanya mendengarkan saja tanpa berkomentar apapun. Toh, mereka juga tidak berhak mencampuri urusan anak kota itu.
"Mas Bayu, nanti butuh kayu bakar gak ya? Atau biasanya pakai kompor gas?" tanya Panca mengalihkan pembicaraan agar kembali tenang.
Bayu menoleh ke belakang sambil tetap berjalan di samping Fisya. "Kebetulan butuh kayu bakar, Mas Panca. Kalau mas-mas tidak keberatan, nanti bisa bantu saya untuk cari kayu bakar. Sedangkan yang perempuan bisa membantu Fisya." jawab Bayu.
Sesampainya di kebun singkong, Reyza dan Panca akan membantu Bayu untuk memasuki hutan tak begitu luas untuk mencari kayu bakar.
"Wah, tanaman singkong di sini cukup banyak, ya, Sya. Berarti lo selalu ke sini kalo pengen masak daun singkong?" tanya Ratu.
Fisya tersenyum. "Malah biasanya Mas Bayu juga bakar singkong di sini."
Intan dan Ninda justru sangat fokus memetik daun singkong. Mereka berdua memang sudah membawa wadah yang cukup besar yaitu dengan platik kresek. Maklum, anak-anak kota itu memang lebih banyak menyediakan plastik atau kresek kemanapun mereka pergi.
"Kalo petik banyak gak apa-apa tah, Sya?" kata Intan.
"Gak apa-apa Mbak Intan."
•••••
Keadaan di hutan saat masih pagi buta membuat tiga lelaki sedikit kesulitan mencari jalan. Namun, untungnya Panca membawa alat penerangan zaman dulu di dalam tas nya.
"Kebetulan aku bawa lampu petromax nih, Mas. Jadi, cukup membantu untuk pencahayaan kita selama berjalan mencari kayu bakar." kata Panca sembari mengeluarkan lampu tersebut.
Reyza pun mengeluarkan satu senter kuno yang cahayanya berwarna jingga. Ia membawa barang antik milik kakek Sudirjo.
••••
"Loh, Reyza sama Panca mana?" tanya Ratu, usai melihat Bayu kembali ke rumah hanya sendirian.
Dengan raut wajah tak enak hati, Bayu pun segera berbicara jujur.
"Mereka ... Reyza kejatuhan ranting pohon lumayan besar. Kalau Mas Panca ... Digigit ular, Mbak Ratu."
"Apa!?"
Sontak Ratu dan Ninda langsung mendekati Bayu sambil menutup mulut mereka saking tak menyangka.
"Kok bisa sih, Bay?" tanya Ratu, kali ini matanya sudah berkaca-kaca.
"Reyza gimana?"
Bisma bersama Cakra tanpa bicara bergegas kembali ke hutan untuk mencari keberadaan Panca dan Reyza.
"Mereka gak mau ditungguin, katanya suruh ditinggal aja. Mas Panca juga tadi sempat melarang aku untuk ngomong jujur," ujar Bayu sedikit merasa bersalah.
Di dalam dapur sederhana berbangunan serba kayu serta anyaman bambu, Ratu bersama Ninda kompak berjongkok sedih.
Sementara Intan mengajak Fisya untuk memasak secepatnya agar mereka cepat sarapan.
Perjalanan menuju ke hutan kecil memang membutuhkan tenaga yang cukup, untungnya Cakra dan Bisma selalu membawa cemilan ringan di saku pakaian mereka.
"Gimana Rey?" tanya Panca.
Sejak tadi Reyza sibuk mencari sinyal di hutan, meski punggungnya terasa sakit akibat kejatuhan ranting pohon yang sudah mengering.
"Ular yang ini bukan, Mas?" Reyza menunjukan satu gambar jenis ular di ponselnya setelah mendapat sinyal.
Panca mengangguk.
"Alhamdulillah, resikonya tidak mengakibatkan kematian, Mas. Cuma ya ... Bekas gigitan itu bisa jadi infeksi. Jadi, harus dikasih obat."
Seraya bersender pada pohon besar, Panca menghela nafas lelah. "Ya udah, gak apa-apa. Jangan bilang ke Ratu ya, soal kaki aku ini."
Reyza menganggukkan kepalanya paham.
"Kayaknya aku harus bantu mereka juga, Mbak. Saya titip adik saya ya, soalnya saya harus menyusul mereka sambil membawa obat-obatan." ucap Bayu berpamitan.
Reaksi Ratu serta Ninda mengangguk tanpa menjawab.
••••••
Sekitar pukul 07.00 sarapan sudah dihidangkan dan siap untuk disantap. Meski nasi juga lauk telah tertata rapi di piring, Ratu dengan Ninda tetap saja melamun dalam pikiran kosong.
Hal tersebut membuat Intan menoleh ke Fisya.
"Kalian ini kenapa? Kok Nak Ratu dengan Ninda tidak makan sejak tadi ibu lihatin, ada apa?"
Suasana sedikit kembali ada suara yaitu pertanyaan dari Bu Mirah. Pak Bejo pun jadi menatap dua perempuan anak kota tersebut.
"Mas Reyza dan Mas Panca terjadi sesuatu, Bu." jawab Fisya pelan.
"Ya ampun ... Semoga mereka tidak apa-apa, ya. Memang di hutan itu banyak sekali hewan-hewan buas." sahut Bu Mirah.
"Alangkah baiknya kalian jangan saling bertengkar ataupun saling membiarkan. Karena hutan itu bukan hutan biasa, akan merenggut nyawa seseorang yang dianggap tidak penting bagi orang terdekat mereka. Apalagi Reyza dengan Panca, dua lelaki itu bukan anak biasa. Mereka memiliki kemampuan tak seperti orang pada umumnya. Bahkan mereka banyak dicari juga diincar oleh para makhluk tak kasat mata." tutur Pak Bejo membuat Ratu semakin takut.
"Dua bulan yang lalu hutan itu juga merenggut dua laki-laki dari kota karena ditolak cintanya oleh para tunangannya." sambung Fisya menjelaskan.
Semakin didengar malah semakin menakutkan, Intan juga mulai merasa khawatir terhadap keadaan Bisma.
"Dan kabar terakhirnya mereka ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa." lanjut Pak Bejo.