Allesia Cestaro adalah gadis seorang siswi kutu buku sekolah yang mengalami sebuah tragedi di malam perpisahan sekolah. Ia sengaja di beri racun gairah oleh teman-temannya untuk sekedar menjadikan momen perpisahan yang unik.
Tidak di duga ia akan di selamatkan oleh pria nomor 1 di sekolah dengan kekayaan keluarga mencapai triliunan, ia adalah Zigga Wirelless Allison.
Zigga membawa Allesia menjauh dari anak-anak nakal menggunakan mobilnya ke sebuah pinggiran sungai besar yang berada di sudut kota.
"Kamu tidak pernah minum, kenapa minum?" tanya Zigga.
"Calista bilang kalo ingin mendapatkan kamu aku harus bisa minum!" jawabnya malu-malu.
"Tolong aku?" lanjutannya dengan lirih gelisah.
"Dasar wanita bodoh!" Zigga melepaskan kemeja putihnya. "Alle, ingat satu hal, aku akan menolong mu tetapi aku tidak akan bertanggung jawab apapun yang terjadi ke depan!?" tegas Zigga.
Bagaimana nasib Alle selanjutnya, tragedi kenikmatan akankah membawa malapetaka atau keindahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mamaperi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak menyesal?
Pagi ini Allesia bangun dari tidurnya, ia menggeriap dan membuka matanya, Allesia meringis karena merasakan tubuhnya yang sakit semua.
"Di mana aku?" Alle baru menyadari jika dia tidak berada di kamarnya.
Allessia mengingat apa yang terjadi semalam, pipinya memerah dan matanya terlihat sangat cemas ketika mendapati kini dirinya hanya berbalut selimut. Entah kemana Zigga membuang bajunya, yang jelas Alle tidak mungkin bisa keluar dari hotel ini tanpa pakaian.
"Apa yang udah aku lakukan?!" Alle menggelengkan kepalanya membodohi dirinya sendirilah.
Alle yang kebingungan pun langsung duduk termenung dan melamun pasrah. Matanya sesaat tertuju pada kaca yang ada di depannya. Alessia tertegun sejenak melihat ada banyak tanda yang zigga tinggalkan di beberapa titik bagian tubuhnya.
"Aaaaaah! Gila! Gila! Gila! Gimana aku bisa keluar dari hotel ini tanpa pakaian dan tanda-tanda ini? Ziggaaaaaa....!?" Allessia dengan kesal dan marah mencoba mengelap tanda-tanda merah itu dari tubuhnya namun itu adalah hal yang mustahil.
Alessia benar-benar frustasi. Ia akhirnya tumbang dan menangis sesenggukan. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana nasibnya setelah ini. Kebodohannya benar-benar menjadikannya jadi manusia yang sangat hina.
"Mamah, susah payah aku belajar siang dan malam, susah payah aku meraih beasiswa untuk masa depanku, tapi semuanya kini hancur mah, semua karena kebodohanku menyukai pria seperti Zigga. Mah, maafkan Alle...?"
Alessia sangat terpuruk sekali, ia berbicara namun bibirnya tidak dapat bergerak dan hanya bergetar menahan sakit di hatinya.
Allessia mengingat dua wanita yang sudah membuatnya seperti ini, dia adalah Calista dan prilliya. Matanya memerah menahan dendam dan amarah.
"Callista, aku bersumpah tidak akan membiarkan hidupmu mudah setelah ini. Prilliya, aku tau kau adalah anak dari orang yang berpengaruh di kota ini, tetapi aku janji, kau akan merasakan apa yang aku rasakan, bahkan itu akan lebih rendah serendah-rendahnya!" umpat Alessia menyumpahi kejahatan Calista dan prilliya terhadap dirinya.
Sibuk dengan sumpah serapahnya Alle sampai tidak menyadari jika Zigga kini sudah berdiri di pintu. Zigga hanya memasang wajah datar mendengar sumpah serapah yang Alessia ucapakan.
"Mengapa kamu tidak menyumpahi ku juga?" tanya Zigga tiba-tiba membuat Alle langsung terjingkat kaget.
"Ka-kamu, sejak kapan kamu berdiri disitu?" tanya Ale terlihat syok sembari memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya.
"Sejak kamu mengumpat dan menyumpahi sepupuku," jawab Zigga dengan tatapan dinginnya.
Allessia sangat takut jika Zigga marah dengan kata-kata umpatannya yang kasar pada sepupunya, Prilliya. Namun, ini adalah pembelaan diri baginya. Alle mencoba berfikir jernih dan mencoba tuk membela dirinya.
"A-aku berhak menyumpahi mereka karena mereka sudah jahat padaku, gara-gara mereka, aku-?" Alessia langsung terpaku karena ia sangat malu dengan apa yang sudah ia lakukan dengan Zigga.
"Kamu kenapa? Bukankah kamu sendiri yang memintanya, dan kamu sendiri yang menikmatinya?" ucap Zigga mendekat ke arah Alle yang berdiri dengan kakinya yang gemetar.
"Zigga, jangan bergerak, kamu salah paham padaku. Aku tidak benar-benar menyukaimu dan aku tidak bermaksud meminta hal kotor itu. Semuanya adalah pengaruh dari obat yang sudah Prilliya berikan padaku!" Alle terus mencoba untuk memberikan penjelasan.
Namun Zigga tidak mengatakan apapun, ia terus berjalan ke arah Allessia sampai Allessia terjatuh ke atas kasur.
Alessia sangat takut sampai ia menutup matanya. Ia sangat takut jika Zigga akan kembali melakukan hal itu padanya.
"Kenapa? Apa kamu ketagihan?" ejek Zigga yang tiba-tiba melemparkan sebuah paper bag berisi baju baru.
Allessia membuka matanya dan terlihat pipinya sangat memerah karena malu.
"A-a..ku, Emmm?" Alle terlihat gugup.
"Aku peringatkan padamu jangan macam-macam dengan Prilliya, dia wanita yang sangat rumit, tempramental nya tidak bagus." jelas Zigga.
"Bukan tempramentalnya yang tidak bagus, kamu hanya ingin melindungi sepupumu, mau bagaimana pun kalian adalah keluarga, kalian pasti akan saling melindungi." jawab Alle terlihat sangat kecewa dan sedih. Sepertinya dia salah telah berharap kepada Zigga untuk membela dirinya.
Wajah mereka sangat dekat dan baru kali ini Alle menatap mata indah Zigga dari dekat dan dengan berani memprovokasi dua saudara.
"Aku tidak perlu melindungi dia karena dia sangat bisa melindungi dirinya sendiri. Aku melakukan ini demi kamu. Hiduplah dengan damai setelah ini dan kamu bisa pindah yang jauh dari kota ini." Zigga kembali memperingati Alle.
"Ibuku memang akan pulang kampung untuk merawat nenekku, sedangkan aku, awalnya aku ingin melanjutkan kuliahku, tetapi sekarang aku ragu." jawabnya bingung.
"Aku beri saran untuk ambil kuliah di Singapore, dengan beasiswa yang kamu miliki kamu pasti akan menjadi murid yang bersinar." Zigga nampak perhatian.
"Apakah kamu akan kuliah di sana juga?" tanya Alle.
"Tidak! Aku akan bersekolah di Eropa." jawabnya.
Alle hanya mengangguk mendengar jawaban Zigga. Meskipun ia sangat marah kepada Zigga namun entah kenapa rasanya cintanya menutup rasa kekecewaan itu.
_Zigga, aku tidak menyesalinya, seumur hidupku aku tidak akan mencari pria lain,_
Ale bergumam dalam hatinya, pada akhirnya ia tetap luluh akan kebaikan Zigga. Tanpa Zigga, entah apa yang akan terjadi padanya semalam bisa jadi ia akan menjadi santapan untuk para ba jing an.
"Oh, semoga kuliahmu berjalan sukses. Emmm ..Zigga, terima kasih untuk pertolongan mu tadi malam," ucap Alle malu-malu.
Zigga mengangguk dan melempar sebuah paper bag.
"Itu adalah baju baru untukmu. Di situ juga ada uang untuk ganti rugi, aku tidak akan bertanggung jawab apapun kedepannya padamu. Jika kamu sampai hamil, kamu bisa urus bayi itu dengan uang itu untuk menggugurkannya. Jika kamu tidak hamil, kamu bisa gunakan uang itu untuk kamu ambil beasiswa ke luar negeri. Aku rasa 1M cukup untuk membayar kerugianmu. Aku akui, kamu gadis yang baik di era zaman sekarang banyak gadis yang sudah tidak perawan. Mulai saat ini, kita tidak ada hubungannya lagi." Jelas Zigga memperingati Alle.
Allessia masih terpaku tidak percaya melihat sebuah cek sebesar 1M terpampang jelas di depannya.
"Zigga, kamu tidak harus membayar aku, apa lagi ini adalah cek sebesar 1M, aku tidak dapat menerimanya?" Alle mengembalikan cek itu kepada Zigga.
"Aku tidak ingin terbayang-bayang rasa bersalah, ambil uang itu dan pakailah untuk hal-hal yang bermanfaat." ucap Zigga melangkah keluar.
Sebelum Zigga pergi ia memutar kepalanya dan berkata.
"Editanya sangat bagus, aku suka wajahku yang jadi animasi kelinci. Emmm... yang kucing terlihat sedikit sangar." Lanjutnya membuat Allessia syok.
_Apa, dia tahu kata sandi ponselku, dia melihat galery ku.. Aaaaa... apa dia juga lihat foto editan dia dan aku yang menjadi seorang pengantin.. Huaaaaa.... aku malu sekali....Ziggaaaaaa!!!!!!!_
Ketika Zigga keluar pintu ia terdiam sesaat dibalik pintu dan tersenyum. Dia tidak percaya jika pada akhirnya perjakanya hilang pada gadis kutu buku yang tidak terlalu populer di sekolah. Namun entah kenapa Zigga sangat senang dan merasa tidak menyesalinya.
Tetapi, karena dinding di antara mereka bagaikan langit dan bumi Zigga harus segera membuang perasaannya kepada Alle, semua Zigga lakukan agar Alle tetap aman.