Ibrahim, ketua geng motor, jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ayleen, barista cantik yang telah menolongnya.
Tak peduli meski gadis itu menjauh, dia terus mendekatinya tanpa kenal menyerah, bahkan langsung berani mengajaknya menikah.
"Kenapa kamu ingin nikah muda?" tanya Ayleen.
"Karena aku ingin punya keluarga. Ingin ada yang menanyakan kabarku dan menungguku pulang setiap hari." Jawaban Ibra membuat hati Ayleen terenyuh. Semenyedihkan itukah hidup pemuda itu. Sampai dia merasa benar-benar sendiri didunia ini.
Hubungan mereka ditentang oleh keluarga Ayleen karena Ibra dianggap berandalan tanpa masa depan.
Akankah Ibra terus berjuang mendapatkan restu keluarga Ayleen, ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Kling
Suara notif dan getaran dari ponsel memaksa Ayleen merogoh saku apron untuk mengambil benda pipih itu disana.
[ Lagi apa? ]
Ayleen tersenyum kecut melihat chat dari Ibra. Setelah ditunggu seharian, akhirnya malam ini Ibra mengirim pesan padanya. Tapi rasa kesalnya pada cowok itu membuatnya enggan membalas.
Kalau dipikir-pikir, Ibra memang tak seharusnya melaporkan apapun yang dia lakukan padanya. Mereka bukan sepasang kekasih atau apapun, jadi tak seharusnya dia marah. Tapi rasa kesal karena Putri lebih tahu segalanya tentang Ibra dibanding dia, membuatnya merasa cemburu. Mungkin Putri memang lebih punya nilai plus dimata Ibra, jadi cewek itu tahu segalanya, beda dengannya, yang tak tahu apa-apa. Yang siang tadi pasti terlihat seperti orang bodoh dimata Putri.
[ Sibuk ya, kok gak bales? ]
Ibra kembali mengirim pesan setelah pesannya centang 2 biru tapi tak kunjung dibalas.
[ Kamu dimana? Rumah atau kafe? ]
Pesannya lagi-lagi tak kunjung dibalas, Ibra memutuskan untuk menghubungi via video call.
Ayleen pikir dengan tak membalas, Ibra tak akan mengirim chat lagi, tapi ternyata dia salah. Dia merejeck panggilan dari Ibra lalu mengetik pesan balasan.
[ Aku dirumah, mau tidur ]
Pesan yang tampak sekali dibuat-buat. Sekarang masih jam 8, ya kali udah siap mau tidur.
[ Kamu marah sama aku ya? Maaf, kemarin gak bisa video call kamu dan tadi aku juga gak ngampus ]
Ayleen tak membalas karena dia harus membantu Abdi membuat kopi. Malam ini lumayan rame jadi mereka berdua sama-sama sibuk. Dia men-silent ponselnya agar tak terganggu dengan pesan dari Ibra.
Jika biasanya dia pulang jam 9, malam ini karena ramai, dia terpaksa pulang hampir jam 10 dengan diantar Raka.
"Maaf ya Ka, ngerepotin kamu. Aku belum boleh bawa motor sendiri sama Ayah." Ujar Ayleen saat mereka jalan beriringan keluar dari kafe.
"Gak papa Leen, santai aja," sahut Raka. Diantara semua pekerja kafe, Rakalah yang paling sering disuruh ngentar Ayleen pulang. Karena dia salah satu karyawan kepercayaan Ayah Septian.
Tapi baru keluar dari kafe, sebuah motor matic warna hitam mendekati Ayleen dan Raka. "Mau pulang?" Ayleen kaget melihat Ibra yang tiba-tiba muncul. Jangan-jangan sejak tadi Ibra sudah menunggunya di parkiran. Dan motor siapa lagi yang dia pakai, ini beda dari yang kemarin.
"Aku anter yuk," tawar Ibra.
"Gak usah, aku pulang sama Raka." Ayleen reflek memegang lengan Raka, membuat mata Ibra langsung terkunci kearah pegangan tangan tersebut. Apakah dia cemburu? Jawabannya iya.
"Kamu kenal dia, Leen?" tanya Raka.
"Iya," sahut Ayleen sambil mengangguk. "Ya udah ayo, Ka." Ayleen menarik lengan Raka menuju tempat motor pria itu diparkir. Buru-buru memakai helm lalu naik keatas motor begitu Raka menyalakan mesinnya. Tapi saat motor Raka mau melaju, motor Ibra menghadang jalannya.
"Minggir, Mas," seru Raka.
"Biar aku aja yang nganter."
"Gak bisa," tolak Raka. "Aku udah dapat amanah dari Pak Septian. Jadi mesti aku yang nganter."
"Aku gak bakal macem-macem kok, tenang aja."
"Udah Ka, buruan jalan," Ayleen menepuk bahu Raka.
Raka sedikit membelokkan motornya agar bisa melewati Ibra. Melajukan motor kearah jalan raya menuju rumah Ayleen. Tapi Ibra belum mau menyerah, dia malah mengejar motor Raka. Sebagai pembalap handal, jelas tak sulit untuk bisa mengejar Raka.
"Ay, aku mau ngomong." Teriak Ibra saat motor yang dikemudikannya berdampingan dengan motor Raka.
"Besok aja," seru Ayleen.
"Aku maunya sekarang." Ayleen tak menggubris Ibra. Berharap dengan begitu, cowok itu akan pergi. Tapi dia lupa kalau Ibra tipe pejuang, anti yang namanya menyerah. "Aku yang nganter kamu pulang ya? Berhenti, turun Ay."
Posisi motor Ibra yang terus mepet motor Raka, membuat pemuda itu kurang nyaman. Apalagi Ibra teriak-teriak terus minta Ayleen turun, hal itu menarik perhatian pengendara lain.
"Mas, berhenti dong, aku mau ngomong sama Ayleen."
Raka sungguh dibuat kesal. Memilih ngebut untuk lepas dari Ibra, sayangnya cowok itu selalu bisa mengerjarnya.
"Ay, aku mau ngomong, bentar," teriak Ibra untuk kesekian kalinya.
Sadar jika saat ini mereka jadi pusat perhatian, Ayleen menyuruh Raka berhenti. Dan begitu Raka berhenti, Ibra juga melakukan hal yang sama. Berhenti tepat didepan motor Raka, turun lalu menghampiri Ayleen.
"Biar aku aja yang nganter Ay pulang, Mas," ujarnya pada Raka.
"Gak bisa, ini amanah." Raka takut terjadi sesuatu pada Ayleen, yang nantinya, dia malah akan disalahkan.
"Aku bareng dia aja, Ka." Ayleen memutuskan turun dari motor. Dia tahu seperti apa Ibra, ditolakpun tak ada gunanya, pasti terus ngejar.
"Tapi, Leen," Raka masih ragu.
"Gak papa, dia temen aku," Ayleen meyakinkan.
Raka menatap penampilan Ibra dari atas kebawah. Masih belum bisa percaya begitu saja pada cowok itu, takut Ayleen diapa apain.
"Dia pasti aman sama aku," giliran Ibra yang meyakinkan. Dia mengambil dompet lalu mengeluarkan KTP. "Kalau kamu mau, pegang aja, buat jaminan."
Raka menatap Ayleen, cewek itu menggeleng. Dan akhirnya, mau tak mau, Raka meninggalkan keduanya.
"Kamu marah sama aku?" tanya Ibra.
"Enggak."
"Kalau enggak, kenapa ngejauhin aku. Pakai bohong mau tidur segala, padahal lagi di kafe."
"Tadi kenapa gak ngampus?" Bukannya menjawab, Ayleen malah balik nanya.
"Aku gak enak badan."
"Bohong," celetuk Ayleen sambil tersenyum getir.
"Apa maksud kamu?" Ibra mengerutkan kening.
"Semalam Kakak balapan kan? Terus menang, lalu party hingga pagi." Ibra kaget Ayleen tahu semua itu. "Gak usah kaget, Putri udah cerita semuanya ke aku."
"Maaf, aku gak ngomong sama kamu." Bukannya tak mau jujur, Ibra hanya takut Ayleen ilfeel jika tahu seperti apa pergaulannya.
"Gak perlu minta maaf. Lagian kita gak ada hubungan apa-apa, jadi gak perlu ngasih tahu apalagi laporan sama aku kakak ngapain aja. Cukup Kakak ngasih tahu Putri aja."
"Kamu cemburu sama Putri?"