Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.
Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.
Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Api dalam Kegelapan
Suara ledakan tadi masih menggema di telinga Adrian saat ia tersadar. Bau asap dan debu memenuhi udara, membuatnya batuk-batuk dan matanya berair. Kepalanya berdenyut hebat, darah mengalir di pelipisnya. Di sekitarnya, gudang tua itu kini berubah menjadi reruntuhan, dengan api kecil mulai menjalar di beberapa sudut.
Namun, satu hal yang langsung terlintas di pikirannya: Andre. Pria itu tidak bisa dibiarkan lolos.
Adrian mencoba bangkit, meskipun tubuhnya terasa berat. Ia melihat Aldo tergeletak di dekat pintu masuk, masih bernapas tetapi tidak sadarkan diri. Para polisi yang datang bersamanya juga terkapar, beberapa bergerak lemah di antara puing-puing.
---
“Aldo!” Adrian memanggil dengan suara serak, mengguncang bahu pria itu. “Bangun! Kita harus keluar dari sini!”
Aldo membuka matanya perlahan, wajahnya berlumuran darah. “Adrian... Andre... Dia... pergi...” gumamnya lemah.
“Aku tahu.” Adrian mengangguk. “Tapi kau harus bertahan dulu. Aku akan mencarikan bantuan.”
“Tidak... Jangan biarkan dia lolos. Kau harus menghentikannya,” kata Aldo dengan napas terputus-putus.
Adrian menggenggam bahunya erat. “Kita akan menghentikannya. Tapi aku tidak akan meninggalkanmu di sini.”
---
Adrian menyeret Aldo keluar dari gudang, berusaha menghindari api dan reruntuhan. Di luar, hujan deras mulai mereda, tetapi suara sirene pemadam kebakaran dan ambulans yang mendekat semakin memekakkan telinga.
Setelah memastikan Aldo aman di tangan tim medis, Adrian mendekati salah satu polisi yang masih sadar. “Apa ada yang melihat Andre?” tanyanya dengan penuh emosi.
“Tidak,” jawab polisi itu singkat. “Dia menghilang begitu saja.”
Adrian mengumpat pelan. Andre selalu satu langkah di depan, dan kali ini, ia jelas sudah merencanakan segalanya dengan sempurna.
---
Sementara itu, di tempat lain, Andre duduk dengan santai di dalam sebuah mobil hitam yang melaju cepat. Wajahnya tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun. Malah, ia terlihat puas, seolah baru saja memenangkan permainan besar.
Di tangannya, sebuah ponsel berdering. Ia tersenyum saat melihat nama yang tertera di layar: Clara.
---
“Bagaimana keadaannya?” tanya Andre tanpa basa-basi.
“Semua sesuai rencana,” jawab suara wanita di seberang. “Riska masih di ruang operasi, dan Adrian tidak akan punya waktu untuk memikirkan langkah selanjutnya. Dia terlalu sibuk dengan emosinya.”
Andre tertawa kecil. “Bagus. Pastikan dia tetap sibuk. Aku ingin dia merasakan bagaimana rasanya kehilangan segalanya.”
“Tapi bagaimana dengan langkah berikutnya?” Clara bertanya ragu.
“Kau tidak perlu tahu detailnya. Cukup ikuti instruksiku.”
“Baik, Tuan.”
---
Di rumah sakit, suasana tetap tegang. Riska masih berada di ruang operasi, sementara Adrian tidak bisa duduk diam. Ia berjalan mondar-mandir di lorong, pikirannya terus dipenuhi oleh kekhawatiran dan rencana balas dendam.
Dokter akhirnya keluar dari ruang operasi, wajahnya serius.
---
“Bagaimana keadaan istri dan anak saya, Dok?” tanya Adrian, suaranya bergetar.
Dokter menghela napas. “Kami berhasil menstabilkan nyawa Nyonya Riska, tetapi kondisinya masih kritis. Untuk bayinya, kami belum bisa memastikan. Kami butuh waktu lebih banyak untuk observasi.”
Adrian merasakan dunia seolah runtuh di atas kepalanya. “Berapa besar kemungkinan mereka bisa bertahan?”
Dokter menatapnya dengan iba. “Kami akan melakukan yang terbaik, Tuan Adrian. Tetapi Anda harus siap dengan segala kemungkinan.”
---
Setelah dokter pergi, Adrian berdiri diam di lorong, merasa benar-benar tak berdaya. Namun, rasa tak berdaya itu segera digantikan oleh kemarahan yang membara. Ia mengepalkan tangannya, bertekad untuk tidak membiarkan Andre menghancurkan hidupnya lebih jauh.
Aldo, yang kini sudah sadar kembali, mendekati Adrian dengan langkah tertatih.
---
“Adrian, kita harus membuat rencana baru,” kata Aldo dengan suara serak.
“Aku tahu,” jawab Adrian tanpa menoleh.
“Tapi kali ini, kau tidak bisa bertindak sendirian. Andre terlalu licik untuk dilawan begitu saja.”
Adrian menoleh, matanya penuh dengan tekad. “Aku tidak akan membiarkan dia menang, Aldo. Apa pun yang terjadi, aku akan memastikan dia membayar atas semua yang sudah dia lakukan.”
“Kita akan menghentikannya,” kata Aldo, meskipun ia tahu kata-katanya tidak sepenuhnya meyakinkan.
---
Di sisi lain, Andre mulai menjalankan rencana barunya. Ia tahu bahwa Adrian pasti akan berusaha membalas, tetapi itu justru yang ia tunggu-tunggu. Dalam pikirannya, semakin Adrian melawan, semakin mudah baginya untuk menghancurkan pria itu.
Clara mengirimkan pesan singkat: “Langkah berikutnya sudah disiapkan.”
Andre tersenyum puas. Ia menyalakan layar laptopnya, memperlihatkan dokumen-dokumen penting yang baru saja ia curi dari sistem perusahaan Adrian.
“Game ini baru dimulai,” gumamnya sambil menyesap anggur dari gelas kristalnya.
---
Saat malam semakin larut, Adrian menerima sebuah pesan misterius di ponselnya. Pesan itu hanya berisi satu kata: “Kejutan.”
Tidak lama kemudian, telepon dari rumah sakit membuat tubuhnya menegang.
“Tuan Adrian, ada masalah darurat. Anda harus segera datang.”
Dengan jantung berdegup kencang, Adrian segera berlari kembali ke ruang perawatan. Apa yang menunggunya kali ini?