NovelToon NovelToon
Balas Dendam Sang CEO

Balas Dendam Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Mengubah Takdir / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Anjar Sidik

Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.

Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.

Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23: Jebakan di Balik Taktik

Riska duduk di sudut kamarnya dengan pikiran yang bercampur aduk. Pesan dari Yuli tadi malam masih berputar di kepalanya. Yuli sudah menemukan bukti kuat yang bisa menjatuhkan Aldo. Tetapi di saat yang sama, Aldo semakin waspada. Ia tahu Aldo tidak akan membiarkannya lepas begitu saja.

Di balik amarah yang terus meletup dalam dirinya, ada ketakutan besar. Namun, Riska juga mulai memahami satu hal: ia harus melawan, atau selamanya akan menjadi tawanan dalam hidupnya sendiri.

Pagi itu, Aldo tiba-tiba membuka pintu kamar Riska dengan kasar. “Bangun. Aku ingin bicara,” katanya dengan nada yang terdengar penuh amarah.

Riska bangkit, mengusap wajahnya. “Apa lagi kali ini, Aldo? Apa tidak cukup kau menyiksaku dengan caramu?”

Aldo mendekat, tatapan matanya tajam. “Kau masih berani melawan setelah semuanya yang kau lakukan? Jangan pikir aku tidak tahu apa yang kau sembunyikan.”

Riska menahan napas. “Aku tidak menyembunyikan apa-apa, Aldo. Yang kuinginkan hanya kebebasan.”

Aldo tertawa sinis. “Kebebasan? Kau pikir aku akan membiarkanmu bebas begitu saja? Riska, kau milikku sekarang. Ingat itu.”

Setelah percakapan yang penuh ketegangan itu, Riska merasa makin terdesak. Namun, tekadnya semakin kuat. Pikirannya kembali pada pesan Yuli. Bukti sudah ada di tangan mereka, tetapi Riska tahu Aldo punya banyak cara untuk menutupi kesalahan dan kebusukannya. Itu sebabnya, ia dan Yuli harus merencanakan langkah berikut dengan sangat hati-hati.

Beberapa jam kemudian, Riska berhasil menyelinap keluar dari rumah. Ia bertemu Yuli di sebuah kafe yang jauh dari pandangan mata-mata Aldo. Yuli menatapnya dengan ekspresi tegang namun penuh keyakinan.

“Kita punya bukti kuat, Riska. Semua transaksi ilegalnya tercatat di sini,” kata Yuli sambil menunjukkan dokumen di dalam tasnya.

Riska menggenggam tangan Yuli erat. “Apakah ini cukup untuk menjatuhkannya?”

Yuli mengangguk mantap. “Dengan dokumen ini, kita bisa membuatnya tersudut. Tapi kau harus siap, Riska. Begitu Aldo tahu, dia tidak akan tinggal diam.”

Riska menunduk sejenak, menarik napas panjang. “Aku tahu. Aku siap.”

Pertemuan itu memberikan Riska sedikit harapan, namun sekaligus menambah tekanan. Langkah ini bukanlah langkah kecil. Begitu mereka memulai, tak akan ada jalan untuk kembali. Aldo adalah pria yang berkuasa dan licik, dan Riska harus siap menghadapi segala kemungkinan terburuk.

Malam harinya, Riska kembali ke rumah dengan hati-hati. Namun, begitu ia membuka pintu, Aldo sudah menunggunya di ruang tamu, berdiri dengan tangan menyilang di dada dan tatapan penuh kecurigaan.

“Ke mana saja kau hari ini?” tanya Aldo, nadanya penuh intimidasi.

Riska berusaha tenang, meski hatinya berdegup kencang. “Aku hanya pergi keluar sebentar untuk menghirup udara segar.”

Aldo mendekat, menatapnya tajam. “Kau pikir aku sebodoh itu? Apa yang sebenarnya kau lakukan, Riska?”

Riska mencoba mempertahankan sikap tenang. “Tidak ada, Aldo. Kau terlalu curiga padaku.”

Aldo menyeringai, lalu mengeluarkan sebuah amplop dari saku jasnya dan melemparkannya ke meja di depan Riska. Di dalamnya, ada foto-foto Riska yang sedang bertemu dengan Yuli di kafe tadi siang.

Riska menelan ludah, merasakan tubuhnya gemetar. “Kau... Kau memata-mataiku?”

Aldo tertawa dingin. “Aku sudah bilang, kau milikku. Setiap langkahmu aku awasi.”

Rasa takut dan kemarahan menyelimuti Riska. Ia tidak menyangka bahwa Aldo sudah memantau setiap gerak-geriknya. Namun, dalam keadaan terjepit ini, Riska sadar ia tidak boleh menunjukkan kelemahannya. Ia harus memainkan permainan psikologis ini dengan tenang.

“Apa yang sebenarnya kau cari, Aldo?” tanya Riska, mencoba menahan amarah dalam suaranya.

“Aku ingin tahu kenapa kau mengkhianatiku. Kenapa kau berani bertemu dengan orang lain di belakangku?” Aldo mendekat, menatap tajam seolah mencoba menerobos pertahanan Riska.

“Aldo, apa kau sadar kalau semua ini tidak adil?” Riska menatap Aldo dengan mata yang berkilat marah. “Aku hanya ingin bebas dari pengawasanmu yang terus-menerus. Kau mengurungku seolah aku ini boneka.”

“Boneka atau bukan, kau tetap milikku, Riska. Kau sebaiknya tidak melupakan itu.”

Dalam situasi tegang itu, Riska melihat celah. Jika ia berhasil membuat Aldo merasa bahwa ia masih patuh, mungkin Aldo akan lengah. Ia harus memainkan perannya dengan hati-hati.

“Baiklah, Aldo,” ujar Riska dengan nada yang sedikit melembut. “Aku akan patuh, tapi kumohon beri aku sedikit kebebasan.”

Aldo menatap Riska dengan mata menyipit. “Bebas? Aku tahu apa yang kau inginkan, Riska. Dan itu tidak akan pernah terjadi.”

Riska menahan napas. “Aku hanya ingin memiliki ruang untuk diriku sendiri, Aldo. Aku tidak akan berbuat macam-macam.”

Aldo terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan kata-kata Riska. “Kau boleh bebas, tapi ingat, sekali saja kau mengkhianatiku, kau akan kehilangan segalanya.”

Riska merasa sedikit lega saat Aldo akhirnya pergi meninggalkan ruang tamu. Tetapi ia tahu, kebebasan ini hanyalah tipuan. Aldo tidak benar-benar percaya padanya. Namun, Riska akan memanfaatkan setiap detik untuk menyusun rencana berikutnya.

Di tengah malam, saat semuanya telah sepi, Riska mulai menyusun langkah terakhirnya. Ia menyalakan ponsel dan mengirim pesan singkat kepada Yuli: “Bersiaplah. Besok kita akan melakukannya.”

Ketika ia hendak mematikan ponsel, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki mendekat. Riska dengan cepat menyembunyikan ponselnya di bawah bantal. Pintu kamar terbuka, dan Aldo muncul lagi, tatapannya tajam dan penuh kecurigaan.

“Apa yang kau sembunyikan, Riska?”

 

Riska terbangun dengan perasaan gelisah yang tak bisa ia jelaskan. Malam tadi, Aldo datang ke kamarnya secara tiba-tiba, tatapan tajamnya seolah menembus hingga ke hatinya yang paling dalam. Seolah, di balik dinginnya sikap itu, Aldo menyimpan rencana yang tak bisa ditebak. Riska sadar, apa pun yang akan mereka lakukan dengan Yuli, harus segera dieksekusi. Waktu semakin menipis, dan taruhannya kini bukan hanya kebebasannya, tetapi juga masa depan anak yang ada di dalam kandungannya.

Siang itu, Riska dan Yuli bertemu lagi di tempat yang berbeda—lebih tersembunyi dan aman. Yuli menyambutnya dengan senyum tegang.

“Kita sudah siapkan semua, Ris,” kata Yuli, nada suaranya pelan namun penuh keyakinan. “Begitu kita serahkan dokumen ini ke polisi, Aldo tak akan bisa kabur lagi.”

Riska menggigit bibirnya, mencoba menahan kegelisahannya. “Tapi Aldo punya koneksi di mana-mana, Yul. Bagaimana kalau dia bisa mengelak lagi seperti biasanya?”

Yuli menatap Riska dengan serius. “Ris, kali ini kita punya bukti kuat. Dan aku juga sudah menghubungi pengacara yang bisa kita percaya. Jangan khawatir, kita tidak sendirian.”

Riska menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Baiklah. Kalau begitu, kita harus segera bergerak. Aku tidak ingin menunggu lebih lama lagi.”

Malam itu, Riska kembali ke rumah dengan perasaan was-was. Setiap sudut rumah terasa seolah sedang mengawasi gerak-geriknya. Ia tahu Aldo selalu punya cara untuk mengetahui setiap langkah yang ia ambil, tetapi kali ini ia tak akan mundur. Ia siap mempertaruhkan segalanya.

Di kamarnya, Riska duduk di depan cermin, menatap bayangan wajahnya yang terlihat lelah namun penuh tekad. Saat ia hendak beristirahat, tiba-tiba ponselnya bergetar—pesan dari Yuli.

"Besok pagi kita bertemu di tempat biasa. Pastikan Aldo tidak mencurigai apa pun."

Riska mengetik balasan singkat, “Akan kuusahakan. Kita harus menyelesaikan ini secepatnya.”

Esok paginya, Riska dengan hati-hati berpamitan pada Aldo. “Aku ingin pergi berjalan-jalan sebentar. Udara pagi bagus untuk kesehatan bayi,” katanya, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang.

Aldo menatapnya curiga namun akhirnya mengangguk. “Pergilah, tapi ingat, aku akan selalu tahu di mana kau berada.”

Riska tersenyum kecil, berpura-pura tak terganggu oleh ancaman itu. “Tentu saja, Aldo. Aku tak akan melanggar janji.”

Saat Riska keluar dari rumah, ia segera menghubungi Yuli. “Yul, aku dalam perjalanan.”

“Bagus, Ris. Kita harus benar-benar berhati-hati hari ini.”

Mereka bertemu di tempat yang cukup jauh dari rumah Aldo, di sebuah restoran kecil yang sepi pengunjung. Yuli sudah menunggu dengan setumpuk dokumen di hadapannya. Di antara dokumen itu, terdapat bukti transfer ilegal, catatan transaksi gelap, dan berbagai bukti yang mengarah pada jaringan bisnis haram Aldo. Setiap lembar bukti tersebut seakan menjadi senjata utama mereka.

Riska duduk di hadapan Yuli, menatap dokumen-dokumen itu dengan hati yang berdebar kencang. “Ini semua… ini benar-benar cukup untuk menghancurkannya?”

Yuli mengangguk yakin. “Lebih dari cukup, Ris. Begitu ini sampai ke tangan polisi, Aldo tidak akan bisa lari.”

Namun, saat mereka tengah membicarakan langkah selanjutnya, tiba-tiba suara dering ponsel Riska memecah ketenangan. Nama Aldo muncul di layar, membuat jantungnya berdegup kencang. Ia melihat Yuli dengan tatapan panik.

“Apa yang harus aku lakukan?” bisik Riska.

“Angkat saja. Tapi tetap tenang. Jangan sampai dia mencurigai apa pun,” jawab Yuli cepat.

Riska menarik napas dalam-dalam dan mengangkat telepon itu. “Halo, Aldo?”

Suara Aldo terdengar dingin di seberang. “Kau di mana?”

“Aku… aku sedang di luar, Aldo. Menghirup udara segar seperti yang kau izinkan tadi pagi.”

“Kembali sekarang. Aku ingin bicara denganmu.”

Riska merasakan detak jantungnya semakin cepat. “Tentu, aku akan segera pulang.”

Setelah menutup telepon, Riska menatap Yuli dengan wajah penuh kekhawatiran. “Aldo ingin aku segera pulang. Sepertinya dia mencurigai sesuatu.”

Yuli menggenggam tangan Riska, memberikan dukungan. “Jangan khawatir. Kita sudah punya cukup bukti. Pastikan dokumen-dokumen ini aman. Aku akan mengurus sisanya. Kamu kembali ke rumah dan bertindak seolah-olah tidak ada yang terjadi.”

Riska mengangguk pelan, berusaha menenangkan dirinya. Ia tahu, apa pun yang terjadi nanti, ia harus kuat.

Sesampainya di rumah, Aldo sudah menunggunya di ruang tamu, berdiri dengan tatapan penuh kecurigaan.

“Apa yang sebenarnya kau lakukan di luar sana?” tanyanya dengan nada tajam.

Riska mencoba menjaga ekspresinya tetap tenang. “Seperti yang aku bilang, aku hanya ingin berjalan-jalan. Kau sendiri yang menyuruhku menjaga kesehatan bayi kita, Aldo.”

Aldo mendekat, menatapnya dengan mata yang meneliti setiap gerak-geriknya. “Jangan pikir aku tidak tahu apa yang sedang kau rencanakan, Riska.”

Riska menelan ludah, merasa panik, tetapi mencoba untuk tidak menunjukkan ketakutannya. “Aldo, kau terlalu curiga. Apa yang kau pikirkan?”

Aldo mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya—sebuah foto. Foto itu menunjukkan Riska sedang bertemu Yuli di kafe. Hatinya mencelos saat melihat bukti tersebut di tangan Aldo.

“Ini… kau memata-mataiku?” Riska berusaha menahan keterkejutannya.

Aldo menyeringai dingin. “Aku hanya memastikan istriku tetap setia. Kau lupa bahwa aku punya cara untuk tahu apa pun tentangmu.”

“Kau tidak bisa mengurungku selamanya, Aldo!” seru Riska, kemarahan mulai memenuhi dirinya. “Apa yang kau lakukan ini tidak adil. Kau memperlakukanku seperti barang milikmu!”

Aldo mendekat, wajahnya sangat dekat dengan wajah Riska. “Kau milikku, Riska. Dan aku akan melakukan apa pun untuk memastikan kau tidak menghancurkan hidupku.”

“Begitu takutkah kau dengan kebenaran yang ada, Aldo?” tantang Riska. “Karena di balik topeng kekuasaanmu itu, kau hanyalah seorang pengecut.”

Tatapan Aldo berubah gelap, dan ia mencengkeram lengan Riska erat. “Jaga mulutmu, Riska. Kau akan menyesal kalau berani melawan.”

Riska merasakan sakit di lengannya, tetapi ia tidak akan mundur. Tatapannya bertahan, menunjukkan bahwa ia tidak lagi takut pada Aldo. Ia tahu, hanya satu langkah lagi untuk menghancurkan pria ini. Namun, sebelum ia bisa bertindak lebih jauh, Aldo berbicara dengan suara rendah namun penuh ancaman.

“Kau ingin bermain dengan api, Riska? Baik. Aku akan memberimu kesempatan untuk melihat seberapa dalam permainan ini bisa menghancurkanmu.”

Riska tidak tahu maksud ancaman Aldo, tetapi kata-katanya membuat bulu kuduknya meremang. Dalam hati, ia bertanya-tanya, apakah Aldo tahu lebih banyak dari yang ia kira?

1
Rika Ananda
keren
🌟~Emp🌾
aku mampir 🤗 semangat terus y 💪
🌟~Emp🌾
berarti Riska udah di targetkan?
🌟~Emp🌾
terserah lah, yg penting Riska di nikahi
🌟~Emp🌾
syukurlah dia mau tanggung jawab 🤦
🌟~Emp🌾
sungguh terlalu /Sob/
Delita bae
💪💪💪👍👍🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!