Skuel Terra The Best Mother
Lanjutan kisah dari Terra kini berganti dengan. tiga adik yang ia angkat jadi anak-anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ANANDA 4
Dua tubuh terbaring di dua kamar yang berbeda. Ananda merasakan tubuhnya bergetar hebat begitu juga tubuh Diro.
"Putriku ...," gumam Diro lirih.
"Papa ...," gumam Ananda lirih.
Satu titik bening mengalir di sudut mata masing-masing. Nenek yang datang langsung khawatir begitu juga sang perawat. Perawat itu langsung memencet bel tanda darurat.
Sedang di ruang sebelah Ananda, Diro juga tengah ditangani. Azhar sangat khawatir dengan kondisi atasannya itu.
"Dok ... apa yang terjadi?" tanya Azhar khawatir.
"Kami tidak tau, pak. Tapi sepertinya sesuatu terjadi pada pasien. Kami akan merekomendasikan pada dokter ahli kejiwaan yakni Dokter Lidya," saran dokter yang menangani.
"Tolong lakukan apa saja, dok!"
"Baik, sebentar lagi Dokter Lidya akan datang memeriksa, beliau ada di ruang sebelah," ujar dokter itu.
Sedang di ruangan sebelah. Lidya bersama Arifin menangani keadaan Ananda. Lidya memeluk erat tubuh anak perempuan itu. Sedang Ananda menangis.
"Papa .... huuuu ... papa ... hiks ... hiks!"
"Tenang sayang ... tenanglah," ujar Lidya lembut menenangkan.
Lidya memberi satu totokan pada bocah perempuan itu. Ananda pun tenang.
"Cucu saya bagaimana, dok?" tanya nenek sedih.
Lidya mengusap air mata sang nenek dengan jemarinya. Ia juga memberi pelukan pada perempuan tua itu. Banyak sekali luka yang dialami oleh keduanya. Lidya bisa merasakannya.
"Cucu nenek tidak apa-apa, hanya kangen ayahnya," jelas Lidya menenangkan nenek.
Perempuan tua itu juga tak mengingat siapa dirinya. Ia juga dibuang begitu saja oleh keluarganya. Diletakkan di taman kota, disuruh menunggu hingga sekarang satupun keluarganya tak ada yang datang menjemput.
Nenek dibaringkan di ranjangnya. Arifin pun bertanya perihal keadaan keduanya.
"Mereka berdua mempunyai luka yang sama, ditinggalkan dan dibuang oleh orang-orang yang mereka cintai," jelas Lidya dengan mata menggenang.
"Dok, harap ke ruang sebelah!"
Putri sudah mencatat semua kondisi Ananda. Lidya mengangguk. Arifin pun meninggalkan ruangan bersama Lidya dan Putri. Bedanya, Arifin menuju ruang prakteknya sedang Lidya menuju ruang sebelahnya.
"Dok!" sapa Dokter Anabelle.
"Pasien mengalami depresi ringan. Tak ada satu infus yang masuk. Kami terpaksa menyorongkan air ke dalam mulutnya," lanjutnya melapor.
Lidya menatap wajah tampan yang terpejam. Usia pria itu sekitar tiga puluh empat tahun. Ada guratan kesedihan dan putus asa di sana.
"Bisa jelaskan apa yang terjadi secara rinci?" tanya Lidya.
"Soal itu biar, bapak ini yang jelaskan," jawab Dokter Anabelle menunjuk Azhar.
Azhar pun menjelaskan kejadian secara rinci pada Lidya. Wanita yang sudah memiliki putra kembar itu menyentuh pria itu.
Sekelebat bayangan langsung masuk dalam otak Lidya. Wanita itu sampai nyaris melorot ke lantai jika saja Putri tak menahannya.
"Dokter!"
"Tidak apa-apa ... aku tidak apa-apa," ujar Lidya dengan napas tersengal-sengal.
"Dok, jika anda sakit sebaiknya nanti saja anda memeriksa pasien ini," saran Anabelle cemas.
"Tidak, saya memang tidak apa-apa," jawab Lidya.
Wanita itu tak paham dengan slide kejadian yang tiba-tiba menyerang otaknya. Ia pun mendekati pria itu. Lidya menggenggam tangan Diro.
Potongan demi potongan peristiwa melintas di pandangan batin Lidya. Wanita itu pun merasakan sebuah ikatan kisah ketika ia memeluk Ananda. Hingga sebuah kekuatan besar menariknya tambah masuk ke dalam dimensi.
Sedang Putri yang melihat tubuh sahabatnya yang bergeming, mulai sedikit panik.
"Dok!" panggilnya.
Lidya seakan tuli. Putri dan lainnya makin panik. Mereka mengguncang tubuh Lidya yang mendadak kaku dan tenang dengan genggaman tangan kuat pada tangan Diro.
Saf yang baru saja memeriksa beberapa pasien di bangsal melihat kegaduhan. Banyak orang berlari ke ruangan VVIP.
"Hei ... ada apa?" tanyanya gusar.
"Itu ... Dokter Lidya!"
mendengar nama adik iparnya, wanita bongsor itu pun berlari ke ruang rawat tersebut.
"Jangan pindahkan dia!" teriak Saf ketika melihat ada beberapa orang hendak menggeser tubuh kaku adik iparnya.
Virgou dan Nai yang tengah berkunjung untuk melihat kondisi Ananda, langsung berlari ketika mendengar teriakan Saf.
"Semuanya keluar dari ruangan!" teriak Saf lagi.
"Uma ...," panggil Putri khawatir.
"Kamu juga keluar ya, biar saya yang tangani," titah Saf lembut pada Putri.
"Sayang ada apa?"
Saf menoleh, Virgou dan Nai datang. Pria dengan sejuta pesona itu melihat dalam ruangan. Lidya duduk diam sambil menggenggam tangan pria yang tak dikenalnya.
"Lidya!' panggil Virgou.
Saf, Virgou dan Nai masuk. Putri menutup pintunya dari luar. Ia pun meminta semuanya untuk pergi dari sana.
Sedang di dalam. Virgou menyentuh Lidya, adik sekaligus putri kesayangannya itu.
"Sayang ... sayangku ... hiks!"
Virgou mengusap wajah Lidya. Ia pun mengecup kening wanita itu penuh dengan kasih sayang. Tapi tak ada respon. Nai menangis melihat kakaknya begitu juga Saf.
Virgou langsung memeluknya. Pria itu nyaris meraung jika saja Saf tak memberinya totokan untuk menenangkan pria itu.
Lidya tiba-tiba tersadar. Ia merasa ada kekuatan besar menariknya keluar. Napasnya tersengal.
"Sayang?" panggil Virgou lagi.
"Daddy?" sahut Lidya.
"Baby ... you're back?" Lidya mengangguk.
Virgou kembali memeluknya. Air mata mengalir begitu saja. Ia mengucap syukur. Wanita kesayangannya kembali.
"Apa yang terjadi sayang?" tanya Virgou.
Lidya menjelaskanya. Virgou mendengarkan apa yang diceritakan adik yang menjadi putrinya itu.
"Kau tau sayang, Daddy juga mendapatkan cerita yang sama ketika mengambil Ananda," sahut pria itu.
Tak lama Diro tersadar. Lidya langsung memeriksanya. Ia pun bertanya perihal keadaan pria malang itu.
"Saya ingin menemukan istri dan putri saya Aminah, dok," ujarnya.
"Sayang BraveSmart ponsel sudah tak diproduksi lagi," keluhnya.
Lidya menatap Virgou. Keduanya mengangguk.
"Tuan ... apa anda mau kami bantu?" tanya Virgou.
Sementara di sebuah perkampungan padat penduduk. Seorang wanita tengah menyapu halaman.
"Ama ... habis nyapu tolong kamu masak air buat ngukus kue ya!" titah sosok wanita bertubuh tambun.
"Iya Bu!" sahut Ama.
Wanita itu menyelesaikan menyapu halaman. Usai menyapu, ia bergegas melanjutkan tugasnya memasak air untuk mengukus kue. Setelah itu, ia melanjutkan kembali tugas lainnya.
Wanita itu menatap baju-baju bayi. Majikannya baru saja memiliki seorang putri. Sungguh ia seperti mengingat sesuatu tapi, ia tak ingat apapun kecuali nama panggilnya, Ama.
Ia mengingat ketika dirinya terbangun. Ia berada di sebuah klinik kesehatan. Ia memandang linglung orang-orang di sekitarnya.
"Kamu siapa?" tanya salah seorang di antara orang-orang itu.
"Ama," jawabnya.
Ketika ditanya hal lain. Ama hanya menggeleng. Ia tak tau siapa dirinya ia benar-benar bingung. Ketika Ama melihat tubuhnya, ada banyak luka goresan dan memar. Ia baru merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
"Kamu baru saja kami temukan di ilalang dekat tanah tinggi. Sepertinya kamu hendak dibunuh," jelas salah satu perawat.
Ama bersyukur ia masih hidup. Seorang wanita baik membawanya pulang dan merawatnya. Ia pun tinggal bersama wanita itu hingga sekarang.
bersambung.
ah ... titik terang muncul ... selamat berbuka puasa.
next?