Elina wanita terkuat di akhir zaman yang paling ditakuti baik manusia, zombie dan binatang mutan tiba-tiba kembali ke dunia tempat dia tinggal sebelum-nya!
Di kehidupan pertamanya, Elina hanyalah seorang gadis biasa yang hidupnya dihancurkan oleh obsesi cinta dan keputusan-keputusan keliru.
Sekarang, dengan kekuatan kayu legendaris dan ruang dimensi yang memberinya kendali atas kehidupan, Elina ingin memulai kembali hidupnya dengan membuat pertanian besar!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si kecil pemimpi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
100 juta
"Wah bayi ibu tampan sekali hari ini, beri ibu kiss dulu. ummmuach" Elina memandangi bayinya dengan perasaan sayang dan memeluknya erat. Alex tidak mengerti dan hanya bisa tertawa.
Elina memakaikannya baju lengan pendek berwarna putih dengan gambar binatang kecil berwarna cerah seperti beruang dan kelinci yang tampak menggemaskan di bagian depannya. Baju itu terbuat dari kain katun lembut yang nyaman di kulitnya yang masih sensitif.
Di bagian bawah, ia mengenakan celana panjang berwarna kuning pastel dengan karet pinggang elastis yang tidak terlalu ketat, memberikan keleluasaan saat ia bergerak-gerak. Kain celananya tipis dan sejuk, cocok untuk cuaca siang yang cerah.
Kepalanya ditutupi topi rajut tipis berwarna krem dengan tali kecil di samping yang diikat lembut di bawah dagu, menjaga kepalanya tetap hangat tanpa terlalu menutupi wajahnya.
Tangannya yang kecil dibalut dengan sarung tangan mungil berwarna putih polos untuk melindungi kulitnya dari goresan kuku.
Bayi itu terlihat sangat nyaman dan penuh pesona, tampak sehat dan tenang dalam balutan pakaian yang sederhana namun menawan.
"Gemoy banget anak ibu" Karena tidak tahan, Elina mengigit pipi Alex sehingga Alex menangis keras. Elina hanya tertawa kemudian membujuknya.
...****************...
Elina menatap keluar jendela rumahnya, memandang gunung yang menjulang di belakang. Awalnya dia berencana membeli tanah persawahan, tapi dia berubah pikiran.
Gunung itu selalu menjadi bagian dari hidupnya—tempat ia dan neneknya sering mendaki untuk mencari sayuran liar dan jamur.
Namun, sekarang ada sesuatu yang lebih besar dalam pikirannya. Ia ingin memiliki gunung itu, atau setidaknya menyewanya. Bukan hanya karena kenangan, tapi juga karena potensi yang dilihatnya di sana.
Dengan luas 20 hektar, Elina yakin ia bisa menanam berbagai tanaman dan membangun asrama para pekerja, karena dia ingin membuat area pertanian yang lebih besar.
Setelah berbicara dengan kepala desa, harapannya sedikit terhambat.
"Gunung itu tidak bisa dijual," kata kepala desa saat mereka duduk di ruang tamunya, sambil memandangi Alex yang sedang tertidur di gendongan Elina.
"Namun, bisa disewakan. Pilihannya jangka pendek 10 tahun, menengah 20 tahun, atau jangka panjang 50 tahun. Sewanya 1 juta rupiah per hektar per tahun."
Elina menghitung cepat. Untuk 50 tahun, biaya sewanya 1 miliar rupiah.
Itu adalah angka yang besar, tapi yang perlu ia pikirkan sekarang adalah deposit untuk lima tahun pertama, yaitu 100 juta rupiah.
Sayangnya, uang yang ia miliki hanya 42 juta—jauh dari cukup.
Kepala desa tersenyum ramah, memahami kebimbangannya. “Kamu bisa mempertimbangkan opsi sewa jangka pendek dulu, Elina. Tidak harus langsung sewa 50 tahun,” sarannya.
Namun, Elina sudah memutuskan. Ia ingin menyewa selama 50 tahun penuh.
Harta yang tersimpan di dalamnya—emas, barang antik, dan banyak benda berharga dari akhir zaman—adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan sisa uang yang ia butuhkan.
Setelah kembali dari rumah kepala desa, Elina duduk di ruang tamunya yang sederhana. Alex tertidur tenang di pelukannya.
"Aku harus pergi ke kota lagi," pikirnya.
Tapi sebelum itu, Elina tahu dia harus merencanakan semuanya dengan baik. Pergi ke kota bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dengan tergesa-gesa.
...****************...
Esok paginya, setelah memutuskan langkahnya, Elina mulai bersiap.
Dia mengenakan pakaian sederhana tapi nyaman—celana panjang hitam dan blus longgar berwarna krem.
Alex, seperti biasa, tampak tenang di boks bayinya, mengenakan romper biru lembut dengan topi rajut mungil.
Sebelum berangkat, ia pergi menemui bibi Ruan, tetangganya yang baik hati.
"Bibi, aku ingin menitipkan Alex sebentar. Aku harus ke kota untuk beberapa urusan," katanya.
Bibi Ruan, yang sedang menyapu halaman rumahnya, tersenyum hangat.
“Tentu saja, Elina. Kamu jangan khawatir. Alex akan aman bersamaku. Pergilah dengan tenang.”
Elina merasa lega mendengarnya. "Terima kasih banyak, bi," katanya sambil mencium dahi Alex yang sudah terlelap kembali.
Setelah memastikan semuanya siap, Elina naik angkutan umum menuju kota.
Tujuannya jelas: ia harus menjual emas atau barang antik dari ruangnya untuk mendapatkan 48 juta rupiah tambahan.
Setelah tiba di kota, Elina langsung menuju ke toko perhiasan yang pernah ia kunjungi sebelumnya.
Di dalam toko itu, kaca-kaca display penuh dengan kilauan emas dan perhiasan lainnya. Pemilik toko, seorang pria tua dengan senyum ramah, menyambutnya.
“Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.
Elina mengeluarkan kantong kecil dari tasnya, berisi beberapa potong emas murni yang ia simpan di ruang.
“Saya ingin menjual ini,” katanya sambil menyerahkan kantong itu.
Pria tua itu memeriksa emasnya dengan teliti, menimbang dan meneliti setiap potongan. Setelah beberapa saat, ia menatap Elina dengan tatapan serius.
“Emas ini sangat murni, bahkan langka. Kamu bisa mendapatkan harga yang cukup tinggi. Saya bisa membayarmu sekitar 40 juta untuk semuanya.”
Elina berpikir sejenak. Itu masih kurang dari yang ia butuhkan, tapi setidaknya sudah mendekati.
Dia setuju, dan setelah transaksi selesai, ia keluar dari toko dengan perasaan sedikit lega.
“Sekarang tinggal mencari sisa 18 juta lagi,” pikirnya.
Pikirannya kembali ke barang-barang antik yang tersimpan di ruang. Ada beberapa benda berharga yang berasal dari zaman yang telah berlalu, namun menjual barang antik jauh lebih rumit daripada menjual emas.
Setelah lama berjalan menyusuri jalan-jalan kota, Elina akhirnya melihat sebuah toko kecil yang tak mencolok di ujung gang.
Tidak ada papan nama yang menarik perhatian, hanya pintu kayu tua dengan jendela kecil yang terlihat usang. Meski begitu, entah mengapa Elina merasa tertarik untuk masuk.
Saat ia melangkah ke dalam, bau asap rokok segera tercium. Di belakang meja kasir, seorang pria paruh baya dengan penampilan yang malas duduk dengan kaki disilangkan.
Rokok mengepul di antara jarinya, dan matanya memandang Elina tanpa antusias.
“Silahkan masuk dan cari sendiri kalau ada yang kamu suka,” katanya dengan nada acuh tak acuh tanpa beranjak dari tempat duduknya.
Elina tidak terpengaruh oleh sikap pria itu. “Saya tidak ingin membeli,” jawabnya dengan tenang,
“Saya ingin menjual barang antik.”
Pria itu mengangkat alis dan menguapkan asap rokok dengan malas. “Tunjukkan,” ucapnya pendek.
Elina membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah lukisan yang ia simpan di ruang. Lukisan itu adalah salah satu barang yang ia kumpulkan selama bertahan hidup di akhir zaman.
Baru saja ia meletakkannya di atas meja, tiba-tiba seorang kakek tua yang sebelumnya tidak terlihat, muncul dari balik rak di ujung ruangan.
Kakek itu mendekati meja dengan cepat, pandangannya terpaku pada lukisan tersebut. Pria pemilik toko yang sebelumnya tampak malas kini segera bangkit dan menundukkan kepala dengan hormat.
Kakek itu mengambil lukisan dari tangan Elina dengan hati-hati, memperhatikan setiap detailnya. Wajah tuanya menunjukkan ekspresi penuh minat dan kekaguman.
Setelah beberapa saat mengamati lukisan itu, ia menatap Elina dengan sorot mata penuh arti.
“Nak,” katanya dengan nada suara yang lebih serius dan mendalam.
“Ini bukan barang biasa. Ini adalah lukisan kerajaan yang sangat terkenal. Lukisan ini sangat berharga.”
Elina terkejut mendengarnya. Ia tahu bahwa lukisan itu istimewa, namun tidak menyangka bahwa nilainya setinggi itu.
“Aku akan membelinya. Bagaimana kalau aku tawarkan 80 juta?” tawar kakek itu, suaranya tenang namun tegas.
Elina terdiam sejenak, mencoba mencerna angka yang baru saja disebutkan. 80 juta. jauh lebih banyak daripada yang ia bayangkan.
Setelah merenung sebentar, ia mengangguk pelan. Bagi Elina, lukisan itu memang tak akan berarti banyak di tangannya. Namun dengan uang itu, ia bisa melanjutkan rencananya untuk menyewa gunung di belakang rumahnya.
“Baiklah,” jawab Elina akhirnya, tersenyum tipis.
Kakek itu tersenyum puas dan menyerahkan cek kepada Elina. Setelah transaksi selesai, ia mengeluarkan kartu kecil dari sakunya dan menyerahkannya kepada Elina.
“Jika kamu masih punya lukisan lain atau barang antik yang berharga, hubungi aku. Nomorku ada di kartu ini.”
Elina mengambil kartu itu dengan tenang, menyelipkannya di dalam tasnya. “Terima kasih, Kakek,” katanya sopan.
Ketika Elina berpamitan, kakek itu memandangnya dengan sorot mata yang dalam, seolah ada sesuatu tentang Elina yang menarik perhatiannya lebih dari sekadar barang yang ia bawa.
Ada keagungan yang terpancar dari cara Elina berbicara dan bergerak, tidak seperti gadis seusianya.
Kakek itu dengan cepat menghubungi teman-temannya untuk memamerkan lukisan yang dia beli.
...----------------...
Maaf revisi dikiti, tadi aku salah hitung uang😭
di tunggu up nya thor, semangat slalu
dibalik kekurangan nya ada kelebihan yg terpendam juga.
bener² tulus menerima elina apa adanya, bener² tulus mencintai dan menyayangi elina serta Alex anaknya.
dan juga bener² tulus menjadi garda terdepan untuk membela elina dan alex dari rintangan apapun itu, tanpa nyelip pihak ketiga.
padahal, yo kekurangan 😅