"Menikahlah denganku, maka akan kutanggung semua kebutuhanmu!"
Karina Anastasya harus terjebak dengan keputusan pengacara keluarganya, gadis sebatang kara itu adalah pewaris tunggal aset keluarga yang sudah diamanatkan untuknya.
Karina harus menikah terlebih dahulu sebagai syarat agar semua warisannya jatuh kepadanya. Hingga pada suatu malam ia bertemu dengan Raditya Pandu, seorang Bartender sebuah club yang akan mengubah hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafafe 3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membangun Keseimbangan
Setelah beberapa hari yang menegangkan akibat krisis di perusahaan, Pandu dan Karin akhirnya mulai menemukan ritme baru dalam kehidupan mereka. Pandu yang semula tenggelam dalam tanggung jawab bisnis kini mulai belajar membagi waktunya dengan lebih baik. Dengan dukungan Karin, dia berhasil melewati tekanan yang sebelumnya hampir membuatnya tumbang.
Pandu duduk di ruang tamu bersama Karin pada sore hari yang tenang. Suara lembut hujan di luar menambah suasana damai. Karin menatap suaminya yang terlihat lebih rileks daripada biasanya. Pandu, yang kini lebih sering tersenyum, tampak berbeda dari pria yang beberapa minggu lalu nyaris kehabisan tenaga.
"Kau tampak lebih baik, Pandu," ujar Karin, menyandarkan kepalanya di bahu Pandu.
Pandu mengangguk sambil tersenyum kecil. "Itu semua karena kau. Kau membantuku menemukan keseimbangan ini."
Karin mengangguk pelan, merasa senang melihat suaminya lebih tenang. "Aku rasa kita mulai menemukan jalan yang tepat. Kita hanya perlu terus seperti ini, saling mendukung."
Namun, di balik momen-momen damai tersebut, Pandu tahu bahwa tantangan tidak sepenuhnya hilang. Tekanan dari keluarga dan bisnis masih membayangi. Rekan-rekan bisnisnya terus meminta Pandu untuk lebih fokus pada perusahaan. Mereka mulai khawatir dengan absensinya yang semakin sering karena Pandu memilih untuk meluangkan lebih banyak waktu bersama Karin.
"Pandu, kau tahu ini bukan cuma tentang bisnis. Ini tentang tanggung jawab pada keluarga kita juga," kata salah satu rekan bisnisnya, Bima, saat rapat di kantor.
Pandu menarik napas dalam. "Aku paham itu, tapi aku juga punya tanggung jawab pada hidupku sendiri. Aku tidak bisa terus-terusan mengorbankan keluarga untuk bisnis."
Bima menatap Pandu dengan alis terangkat. "Kita semua ada di sini karena keluarga. Kau tahu, bisnis ini adalah warisan ayahmu, dan sekarang tanggung jawabmu."
Pandu menggertakkan giginya, merasakan tekanan yang semakin berat. Setiap orang tampaknya mengharapkan lebih banyak darinya, seolah-olah tidak ada ruang untuk hidupnya sendiri. Dia mengerti pentingnya bisnis ini, tapi dia tidak bisa kembali ke masa lalu di mana dia mengabaikan kesehatan fisik dan mentalnya, dan Karin.
Setelah rapat berakhir, Pandu duduk di ruangannya, merasakan kebimbangan yang kembali menghantuinya. Dia tahu, jika terlalu banyak waktu dihabiskan di kantor, dia bisa kehilangan keseimbangan yang telah dia bangun bersama Karin. Tapi di sisi lain, jika dia tak memenuhi harapan bisnis, dia akan mengecewakan banyak orang, termasuk keluarganya.
Di rumah, Karin mulai merasakan bahwa Pandu semakin tertekan lagi. Malam itu, ketika Pandu pulang larut setelah berjam-jam rapat dengan timnya, Karin duduk menunggunya di ruang tamu. Dia memegang secangkir teh hangat sambil menatap Pandu yang tampak letih.
"Kau tampak kelelahan lagi," ujar Karin, suaranya lembut namun tegas.
Pandu duduk di sebelah Karin, mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Aku… Aku merasa terjepit, Karin. Rekan-rekan bisnisku menuntut lebih banyak dariku. Mereka ingin aku lebih fokus, tapi aku takut kehilangan keseimbangan ini. Aku tak ingin kembali seperti dulu."
Karin diam sejenak, merenung. "Mungkin ini saatnya kau bicara dengan mereka secara langsung. Kau harus jelaskan bahwa hidupmu tidak hanya soal bisnis. Mereka harus memahami itu."
Pandu menatap Karin dengan tatapan dalam. Dia tahu Karin benar. Keseimbangan yang mereka bangun adalah sesuatu yang tidak bisa dia korbankan. Dia harus menjaga bisnis, tapi dia juga harus menjaga dirinya, dan istrinya.
"Aku akan berbicara dengan mereka," kata Pandu akhirnya. "Aku tidak akan membiarkan ini merusak apa yang sudah kita capai."
Keesokan harinya, Pandu mengumpulkan rekan-rekan bisnisnya untuk pertemuan penting. Dia dengan tegas menyampaikan keputusannya, dia akan terus terlibat dalam bisnis, tapi tidak dengan mengorbankan kehidupannya di luar kantor.
"Jika kalian menginginkan seseorang yang menghabiskan seluruh waktunya di sini, mungkin aku bukan orang yang tepat untuk itu," kata Pandu dengan suara mantap. "Aku akan tetap menjaga tanggung jawabku, tapi aku juga punya kehidupan pribadi yang harus aku jaga. Aku harap kalian mengerti."
Ada keheningan sesaat, sebelum salah satu rekan bisnisnya mengangguk. "Kami mengerti, Pak Pandu. Kami hanya ingin memastikan kau tetap bersama kami."
Pandu merasa lega. Dia telah mengambil langkah besar untuk menjaga keseimbangan ini, dan itu adalah langkah yang tidak mudah.
Di rumah, Karin menyambut Pandu dengan pelukan hangat. "Kau berhasil, sayang. Kita berhasil."
Pandu tersenyum lelah, tapi kali ini ada rasa lega yang tulus di matanya. "Ya, dan aku tahu selama kita tetap bersama, kita bisa menghadapi apa pun."
Namun, saat mereka berdua duduk di sofa, telepon Pandu kembali berbunyi. Kali ini dari seorang direktur utama perusahaan klien besar mereka.
"Ini bisa jadi masalah lain," kata Pandu dengan suara rendah, menatap layar ponselnya.
Karin menatap suaminya dengan senyum penuh pengertian. "Jangan khawatir. Kita bisa hadapi apapun, kan?"
Pandu mengangguk, meraih tangan Karin. Tapi di dalam hati, dia tahu bahwa tantangan berikutnya mungkin akan lebih berat dari yang dia duga.