Novel ini mengisahkan seorang pemuda lugu yang kekuatannya tertutup racun sejak kecil, dia bertemu dengan seorang kakek yang menolongnya dan memberinya kekuatan yang bisa mengalahkan para dewa.
Dia punya tubuh antik yang jarang dimiliki oleh banyak orang, tapi titik kekuatan yang dia punya hanya terbuka satu saja, padahal ada tiga titik kekuatan yang harus dibuka untuk setiap orang yang belajar beladiri.
Pemuda ini tidak tahu siapa kedua orang tuanya, dia berpetualang mengelilingi kerajaan-kerajaan hingga akhirnya dapat menemukan orang tuanya yang saat ini kekuatannya sudah hilang sama sekali karena titik kekuatannya sudah dihancurkan semua oleh seorang yang mempunyai kekuatan super power juga.
Orang yang mempunyai kekuatan super power itu ternyata adalah saudaranya sendiri yang menapaki jalan hitam dalam kehidupannya.
Dengan segenap keinginan dan semangat yang membara, tokoh utama dari novel ini mempelajari ilmu spiritual dan berusaha untuk membuka semua titik kekuatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aang Albasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kompetisi di Padepokan Daivan Sejati
“Teruslah berlatih dan selalu tingkatkan kekuatan kalian!”. Bentak Ki Aksatriya yang sedang mengawasi para muridnya yang sedang berlatih
“Baik guru”. Jawab mereka serentak
Terlihat Ki Buana Abadi dan paman Benawa baru saja sampai di padepokan Daivan Sejati yang sebentar lagi akan mengadakan kompetisi beladiri di padepokannya.
“Bagaimana persiapan kompetisi beladiri yang akan di adakan tiga hari lagi?”. Tanya Ki Ageng Aksatriya kepada Ki Buana Abadi
“Sudah hampir selesai, tinggal persiapan makanan untuk para tamu saja yang masih dipersiapkan hingga saat ini”. Jawab Ki Buana Abadi
“Baiklah, persiapkan semuanya, jangan sampai memalukan nantinya”. Kata Ki Ageng Aksatriya
“Baik”. Jawab ki Buana Abadi yang saat ini sudah menjadi salah satu penatua di padepokan Daivan Sejati.
“Sudah berapa yang mendaftar menjadi peserta kompetisinya ki?”. Tanya Ki Ageng Aksatriya kembali
“Sudah ada sekitar seratus sebelas orang tetua, karena kompetisinya dibuka untuk umum, jadi banyak sekali yang tertarik untuk mengikutinya, juga dengan hadiah yang sangat menggiurkan, membuat banyak orang ingin menjadi juara kompetisi ini”. Jawab Ki Buana Abadi
“Belum lagi nanti, mungkin akan ada seseorang yang mendaftar saat kompetisi sudah dimulai”. Lanjutnya
“hm,,, baiklah, cukup banyak juga pesertanya ya?, mudah-mudahan penampilan mereka tidak mengecewakan nanti?”. Jawab ki Ageng Aksatriya
“Baiklah, lanjutkan tugasmu!”. Suruh ki Ageng Aksatriya kepada ki Buana Abadi sembari meninggalkannya.
Tiga hari kemudian, terlihat Ki Buana Abadi yang menjadi penengah di pertandingan itu mulai berdiri diatas sebuah papan besar didepan arena pertempuran.
“Sebentar lagi kompetisi akan segera dibuka, aku akan membacakan peraturan-peraturan kompetisi ini:
Pertama: Jika lawan yang didepan sudah mengakui kekalahan maka pertarungan dianggap selesai, dan jika tetap menyerang lawan yang sudah menyerah, dia akan langsung didiskualifikasi dari kompetisi ini, dan dinyatakan tidak lolos untuk menuju tahap selanjutnya
Kedua: Seluruh peserta bebas mengeluarkan kekuatan terkuatnya disini, dan tidak perlu khawatir, padepokan ini sudah diberi sebuah perisai yang tidak akan melukai orang-orang yang berada disini.
Ketiga: Ini Bukanlah pertarungan hidup dan mati, jadi jangan sampai membuat lawan kalian tewas diarena ini, aku akan langsung menghentikan pertarungan jika dirasa seseorang sudah tidak mampu lagi melawan lawannya.
Dan Kompetisi ini, aku nyatakan dengan seksama dan dalam waktu sesingkat-singkatnya, Resmi DIbuka!!!!”.
“Singkat gundulmu itu kiii, ki, kamu terlalu panjang lebar, kebanyakan omong!”. Gumam Ki Ageng Aksatriya yang melihat dari balkon lantai dua dengan gagahnya.
“Kompetisi Pertama ini adalah kompetisi adu kekuatan, baik menggunakan kekuatan fisik, ataupun kekuatan spiritual atau keduanya sekaligus diperbolehkan, seluruh pertandingan sudah ditulis di papan itu”. Kata Ki Buana menunjuk ke sebuah papan yang isinya adalah nama-nama peserta kompetisi yang sudah mendaftar.
Kompetisi resmi dimulai, terlihat dua orang pemuda yang sudah diranah Penguasaan langit sedang berdiri berhadap-hadapan, mereka berdua terlihat mulai mengeluarkan aura yang cukup luar biasa, dari sisi kanan mengeluarkan aura harimau raksasa yang siam menerkam orang yang didepannya, dan sebelah kiri mengeluarkan aura burung pinix yang dipenuhi api yang menetes dari tubuhnya.
“Hyaaaat, Hyaaat”. Mereka berdua memulai pertarungan itu dan “DWAR!” sebuah ledakan besar terjadi yang membuat suasana diarena itu sedikit bergoyang karena ledakan itu.
“Lumayan juga”. Gumam ki Agang Aksatriya sambil menarik-narik jenggotnya
Terlihat pemuda yang mengeluarkan aura Harimau menyerah dan pemuda yang satunya dinyatakan menjadi pemenang.
Ternyata kompetisi tersebut diadakan dibeberpa arena peratungan, untuk menyingkat waktu dan mengurangi anggaran makan-makan juga, terlihat ki Buana terkadang mengeluarkan auranya untuk menghentikan pertarungan seseorang yang sepertinya akan membunuh lawannya.
Dua hari berlalu, kini tersisa dua puluh orang terkuat yang akan menuju ke babak selanjutnya, kompetisipun kembali dilanjutkan dengan peraturan yang diperbaharui, yaitu kedua puluh orang itu akan dijadikan menjadi empat kelompok yang terdiri dari lima orang perkelompoknya, dari setiap kelompok itu akan bertarung bersama kelompoknya masing-masing menjadi dua pertarungan, daan akan muncul sepuluh orang yang tersisa menjadi pemenang yang akan melanjutkan pertandingan selanjutnya.
Singkatnya dua kelompok sudah memenangkan pertarungan kelompok itu dan tersisalah sepuluh orang yang akan lanjut kebabak selanjutnya, peraturan untuk babak kali ini adalah setiap peserta boleh menunjuk satu teman mereka menjadi rekan sehingga akan terbentuk lima pasangan, lima pasangan itu akan bertarung secara bersamaan dan akan dipilih enam orang yang terkuat yang tidak menyerah setelah pertarungan itu.
Terlihat pertarungan saat ini sangatlah sengit, dan benar-benar membuat suasana di sekitar arena pertarungan itu menjadi semakin meriah, berbagai macam aura dan senjata-senjata spiritual berterbangan diarea itu yang membuat empat orang dinyatakan kalah dan tidak lolos kebabak selanjutnya.
Kini tersisa tinggal enam orang yang nantinya akan dijadikan 2 kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan tiga orang sehingga akan tersisa tiga orang saja yang akan bertarung di babak final memperebutkan juara pertama, kedua dan ketiga.
Terlihat lebih mengesankan penampilan dari salah keenam orang yang bertarung menjadi dua kelompok itu, kekuatan-kekuatan besar dengan aura yang berwarna warni dengan senjata yang berbeda-beda mulai terlihat berseliweran diatas arena pertempuran itu membuat suasana semakin menegangkan, dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menentukan kekalahan dari salah satu kelompok itu karena kekuatan mereka hampir imbang dan sama kuatnya.
Lama kemudian terlihat satu kelompok akhirnya menyerah, dan masih terlihat seorang yang mempunyai aura burung pinix masih berdiri tegak menjadi seorang pemenang pada pertarungan ini.
“Kalian sungguh luar biasa, aku akui kehebatan kalian bertiga, setelah ini kita bisa menjadi rekan untuk mencari barang langka bersama”. Kata pemuda itu kepada ketiga pemuda yang sudah mengaku kalah itu.
“Bolehlah, nanti, dan sisakan sedikit buah dewa untuk kami ya, siapapun yang menjadi juaranya!”. Kata salah satu dari ketiga orang yang sudah kalah itu.
“Sekarang kalian Beristirahatlah dan pulihkan kekuatan kalian terlebih dulu sebelum pertarungan final besok”. Teriak ki Buana Abadi yang sedang terbang diatas mereka.
“Baiklah Tuan”.
Suasana diarena pertempuran kembali sepi, penonton sudah mulai pulang, terlihat disebuah kamar penginapan yang berada dipadepokan Daivan Sejati, cahaya berkilau ternyata cahaya itu keluar dari pemuda yang mengeluarkan aura burung pinix yang sedang mengalami peningkatan Ranah, kini Ranahnya sudah ditingkatan menguasai langit tahap awal.
“Aaah, akhirnya aku bisa menembus ranah menguasai langit, dua langkah lagi aku akan menuju ke ranah langkah awal dewa, dengan tubuh fisikku yang cukup kuat ini, sepertinya jika aku memakan buah dewa itu, aku akan langsung ke ranah dewa dengan sangat mudah”. Gumam pemuda itu yang bernama Lukana
Keesokan paginya
“Kompetisi resmi dilanjutkan, kali ini pertarungan hampir sama dengan pertarungan hidup dan mati, sebelum lawan mengakui kekalahannya, siapapun boleh menghajarnya sampai lawan mengakui kekalahannya!”.
“Pertarungan Pertama Memperebutkan Juara ketiga akan dilakukan oleh Sukardana melawan Sulasih dari padepokan Nata Angin”. Teriak ki Buana Abadi sambil celingukan memandangi penonton yang terlihat semakin ramai.
“Wah, untung neh, untung neh, tiket terjual banyak neh”. Gumamnya dalam hati.
Terlihat Sulasih dan Sukardana sudah menaiki arena pertarungan itu, dimulailah sebuah pertarungan yang langsung membuat semua orang terbelalak matanya, keduanya mengeluarkan aura dewa yang sangat besar.
Disisi Sulasih keluar aura seorang dewa yang sedang memegang pedang besa ditangannya dan disisi Sukardana terlihat seorang dewa yang sedang membawa kapak besar ditangannya dan “DWAR!”, sebuah ledakan terjadi lagi akibat benturan dua kekuatan yang sangat dahsyat yang membawa angin kencang dan merobohkan beberapa pohon yang berada disekitar arena itu.
“Wah, benar-benar pertunjukan yang sangat luar biasa, baru kali ini ada kompetisi yang menampilkan bakat yang sangat luar biasa seperti ini ya?”. Komentar salah satu penonton
“Benar, Sudah beberapa tahun kemarin, padepokan Daivan Sejati tidak mengadakan kompetisi seperti ini, dan kali ini benar-benar luar biasa”. Jawab komentator yang lainnya lagi.
“Lihatlah, Gadis itu terbang sambil membuat sebuah formasi pedang!”. Teriak salah satu komentator yang duduk dibangku penonton
“Wah benar-benar luar biasa gadis ini!”.
Terlihat Sulasih langsung menghujamkan banyak sekali pedang kearah Sukardana yang membuat Sukardana sedikit kerepotan untuk menghindari serangan dari Sulasih itu, dan DWAR Suara ledakan kembali terdengar keras, ternyata Sukardana membuat perisa dari tanah yang tiba-tiba menjulang tinggi dan langsung menyerang formasi pedang milik Sulasih dan membuat sulasih kembali membuat formasi pedang baru yang barada dibelakang Sukardana yang sedang memfokuskan sebuah kekuatan untuk melawan formasi yang dibuat oleh Sulasih itu.
Lagi dan Lagi DWAR! Suara ledakan kembali terdengan ditelinga semua penonton.
“Benar-benar bakat yang sangat mengesankan”. Gumam Ki Ageng Aksatriya yang setia menonton setiap pertarungan yang diadakan disana.
“Uhuk!, Uhuk!”. Suara itu terdengar dari mulut Sukardana dengan mengeluarkan cairan merah dari mulutnya.
“A, aku menyerah”. Kata Sukardana yang membuat ki Buana Abadi langsung turun tangan untuk menghentikan pertarungan itu.
Sulasih terlihat sangat bahagia.
“Guru, tinggal satu langkah lagi aku akan mendapatkan buah dewa untuk menyembuhkan lukamu itu”. Gumam Sulasih didalam hatinya.
“Lumayan juga gadis ini!”. Gumam Lukana yang sebentar lagi akan menjadi lawan Sulasih dipertarungan selanjutnya.
“Baiklah, kita akan beristirahat selama dua jam kedepan, untuk memberikan waktu kepada Sulasaih mengembalikan kekuatannya lagi”. Kata Ki Buana Abadi
Dua jam kemudian, terlihat Ki Buana Abadi sudah terbang diatas arena pertarungan sembari Berkata
“Inilah waktu yang kita tunggu selama ini, Pertandingan Final antara Sulasih melawan Lukana, silahkan kalian berdua naiklah ke arena pertarungan ini!”. Teriak Ki Buana Abadi.
“Kalahkan Sulasih!, Lukana!” Teriak salah satu penonton menyemangati Lukana
“Kalahkan Lukana!, Sulasih!”. Terdengan teriakan yang lain dari pendukung Sulasih.
“Aku berani bertaruh seratus koin emas untuk sulasih, dia yang akan memenangkan pertarungan ini!”. Kata seorang dewa judi yang sedang menonton pertarungan disana, orang ini memang terkenal selalu menonton kompetisi hanya untuk taruhan saja.
“Baiklah, aku pegang Lukana, dia yang akan menangkan pertarungan ini”. Jawab orang yang ditantangnya.
Lukana mulai mengeluarkan aura intimidasi yang luar biasa besar di arena itu, begitu juga dengan sulasih yang terlihat sangat serius mengeluarkan aura pedang yang begitu besar diselimuti pedang-pedang kecil yang siap menyerang Lukana yang sudah bersiap menyerangnya juga.
“DWAR!!!”. Sebuah ledakan kembali terdengar, terlihat mereka berdua berterbangan kesana kemari sambil mengarahkan serangannya masing-masing dengan kecepatan yang melebihi kecepatan jet tempur milik NATO.
“Hyaaat”. Teriak Sulasih sambil mengeluarkan aura Biru tua dari tangannya yang diarahkan ke dada Lukana namun lukana berhasil menghindari serangat itu, kini gantian lukana mengeluarkan api dari kepalan tangannya dan langsung diarahkan ketubuh Sulasih dan sulasih mampu menangkis serangan itu dengan pedang ditangannya.
“Lumayan juga gadis ini”. Gumam Lukana dihatinya
“Benar-benar merepotkan pemuda ini”. Begitu juga sulasih berguman didalam hatinya
Terlihat Sulasih membuat formasi pedang tepat didepan Lukana yang sedang besiap menyerangnya dan membuat Lukana sedikit menjauhi Formasi itu lalu dia membuat sebuah formasi yang berwarna kuning emas dibawah genggaman aura burung pinix yang siap menyerang musuh didepannya itu.
Sulasih langsung membuat banyak sekali formasi pedang yang mengelilingi seluruh arena pertarungan itu dan
“Hyaaaat, Hyaaat”. Suara itu terderngar dari kedua mulut orang yang sedang bertarung diatas arena pertarungan itu.
“DWAR!!, DWAR!!, DWARR!!!”. Berkali-kali suara ledakan didengar oleh seluruh penonton yang membuat mereka merasa tegang, melihat pertarungan yang benar-benar sangat hebat itu.
“Benar-benar dahsyat pertarungan ini, hatiku ikut berdebar melihatnya!”. Kata seorang penonton kepada penonton yang disampingnya”
“Iya, hatiku terasa mau copot melihat dan mendengar ledakan-ledakan yang begitu besar didepanku ini”. Kata yang lainnya.
“Saatnya aku akhiri pertarungan ini!!”. Teriak Lukana sambil mengeluarkan aura dewa yang besar dengan burung pinix di belakangnya yang mengeluarkan kobaran api yang bisa membakar seluruh padepokan jika tidak dipasang perisai disana.
“Aku juga ingin segera mengakhiri pertarungan ini Lukana!, aku capeeeek”. Teriak Sulasih sambil mengeluarkan seluruh kekuatannya juga, terlihat formasi pedang kini berjumlah ratusan diatas dibawah dan didepan dan dibelakang Lukana yang sudah memasang perisai ditubuhnya itu dan
“Hyaaaat, Hyaaaaat”. Keduanya berteriak dan saling menyerang dengan kekuatan masing masing yang membuat mereka berdua terlihat sama-sama jatuh kelantai arena pertarungan itu, ledakan demi ledakan masih terdengar ditelinga mereka berdua yang sudah sama-sama terbaring ditanah.
“Apakah aku kalah, kali ini?, badanku terasa pegal semua”. Gumam Lukana dihatinya
“Apakah aku sudah kalah?, tubuhku terasa tidak berdaya sama sekali”. Gumam Sulasih dihatinya juga
Terlihat dilangit ledakan-ledakan itu sudah hilang kini penonton semuanya bingung, melihat kedua orang itu sudah terkapar dilantai arena pertarungan itu.
“Si, siapa yang menang? Dan siapa yang kalah?”. Tanya penonton yang barusaja taruhan seratus kon emas tadi
Ki Buana Abadi terlihat turun menghampiri kedua orang yang sudah sama-sama pingsan dan tak sadarkan diri itu, dan langsung terbang menuju ki Ageng Aksatriya yang masih duduk disamping paman Benawa dan terkesima dengan penampilan kedua orang yang baru saja bertarung itu.
“Tetua, bagaimana ini? Kedua orang itu sama-sama tidak sadarkan diri, tapi keduanya juga belum menyerah?”. Tanya Rama
“Ah gitu aja terlalu difikirkan, jadikan mereka berdua menjadi juara pertama, dan berikan kedua orang itu buah dewa”. Jawab Ki Ageng Aksatriya
“Baiklah”
“Karena kedua orang yang bertarung terakhir barusan sama-sama tidak sadarkan diri, dan keduanya sama-sama belum mengakui kekalahan mereka, maka aku Umumkan bahwa mereka berdua menjadi juara untuk kompetisi kali ini!”. Teriak Ki Buana Abadi yang diiringi dengan sorakan dari para penonton yang terlihat sangat bahagia dan puas dengan pertunjukan yang mereka tonton sebelum ini.
“Gila, sama-sama kuatnya dua orang itu, satu perempuan satu laki-laki, tapi kekuatannya benar-benar seimbang dan tak mungkin bisa dilupakan, aku yakin mereka akan menjadi seorang penatua di salah satu padepokan suatu saat nanti”. Kata salah satu peserta yang sudah kalah tapi masih ikut menonton pertarungan barusan.
“Pantas, kita bukanlah lawan mereka, mereka mempunyai kekuatan yang benar-benar tidak masuk akal”. Kata yang lainnya.
Terlihat kedua pemuda dan pemudi yang habis bertarung tadi, sudah dibawa kesebuah ruang pengobatan padepokan Daivan sejati yang berada tepat didepan pintu masuk ke arena pertarungan itu.
atas bawah... yg baca jdi rada bingung.