Seorang pemuda biasa saja yang sama sekali tidak menonjol namun pintar dan bercita cita menjadi dokter, tiba tiba di datangi oleh hantu teman sekelasnya yang cantik, indigo dan terkenal sebagai detektif di sekolahnya dari masa depan. Menurut sang hantu, dirinya akan meninggal 50 hari dari sekarang dan dia minta tolong sang pemuda menjaga dirinya yang masih hidup.
Sang pemuda menjadi bingung karena gadis teman sekelasnya sebenarnya ingin mengusir hantu adik kembar sang pemuda yang selalu duduk di pundaknya. Akhirnya karena dia tidak mau melihat teman sekelasnya meninggal dan dia sendiri juga menaruh hati kepada sang gadis, akhirnya dia memutuskan untuk membantu. Di mulailah petualangan mereka mengungkap dalang di balik kematian sang gadis yang ternyata melibatkan sebuah sindikat besar yang jahat.
Keduanya menjadi pasangan detektif dan asisten yang memecahkan banyak kasus sambil mencari informasi tetang sindikat itu.
Mohon komen dan likenya ya, terima kasih sudah membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
Keesokan paginya, Tino yang melangkah masuk ke dalam gerbang sekolah, melirik ke kanan, dia melihat banyak siswa yang nampak geram juga iri melihat dirinya dan banyak siswi yang terlihat kaget melihat dia melangkah masuk. Tino melirik ke kiri, pemandangan yang sama juga dia lihat di sebelah kiri,
“Ok...ini aneh, (melirik Amelia di sebelahnya) gara gara dia nih,” ujar Tino dalam hati.
Amelia terlihat santai saja, dia berjalan di sebelah Tino dengan pandangan lurus ke depan tanpa menoleh sama sekali,
“Um...Mel,” ujar Tino.
“Ya ? kenapa ?” tanya Amelia santai.
“Gini Mel, kamu tidak risih ?” tanya Tino.
“Risih kenapa, kita kan cuman jalan aja, ga aneh kan jalan berdua gini,” jawab Amelia.
“Memang sih, tapi masalahnya satu,” balas Tino.
“Apa tuh ?” tanya Amelia.
“Kenapa kamu melingkarkan lengan mu di lengan ku ? kita jadi pusat perhatian nih,” ujar Tino.
“Oh...wajar kan, detektif dan asisten nya, memang kamu ga mau ya ?” tanya Amelia sambil menatap wajah Tino dengan sedikit kecewa.
“Bu..bukan gitu....ah, ya sudahlah, yuk masuk (yang dia maksud detektif dan asisten nya tuh apa sih, masa holmes gandeng watson kayak gini),” jawab Tino yang melihat wajah Amelia.
“La...la...la...senangnya hati ku hehe,” ujar hantu Amelia sambil melayang di depan Tino dan berputar dengan wajah meledek Tino.
Tino melirik May di pundak Amelia dan May terlihat mengangkat kedua pundaknya, begitu juga Mei yang duduk di pundaknya. Kemudian dia kembali menatap hantu Amelia yang melayang berputar meledek dirinya,
“Awas lo ya, beneran deh, pagi pagi udah cape,” ujar Tino dalam hati.
Ketika melangkah masuk ke dalam gedung, tiba tiba tangan Tino di tarik seseorang, Tino yang kaget melepaskan pegangan Amelia sampai Amelia menjadi sedikit bingung dan mengejar Tino, “braak,” Tino merasakan punggungnya menabrak dinding, “tap,” dua tangan langsung menghantam dinding di kanan dan kiri kepalanya, dia melihat ke bawah sedikit,
“Huh Erika dan Nadia ? ada apa ?” tanya Tino.
“Oi Tin, sejak kapan lo bisa ama cewe itu ?” tanya Erika sambil menunjuk Amelia yang berdiri menatap ketiganya.
“Um...sejak dua hari lalu,” jawab Tino.
“Seneng lo ya, dapet cewe cakep, tapi gue kasih tau lo, cewe lo itu sinting, kalo ngoceh ga jelas,” ujar Nadia.
“Iya gue tau, kok lo berdua tumben nyegat gue kayak gini ?” tanya Tino.
“Lo kenal Bella kan ? lo tau ga yang tuh cewe perbuat ama dia ?” teriak Erika.
“Lo tau ga si Bella kemarin hampir bunuh diri di rumahnya, untung keburu di tolong ama bokapnya, sekarang dia di rawat di rumah sakit,” teriak Nadia.
“Hah....apa kata kalian ?” teriak Amelia yang berjalan mendekat.
“Lo diem, lo ga ada urusannya, kita lagi ngomong ama Tino,” teriak Erika sambil menunjuk wajah Amelia yang mendekat.
“Bella mau bunuh diri ? alasan nya apa ?” tanya Tino.
“Dia stress kakak nya di tangkap ama cewe brengsek ini, di tambah sekarang lo jalan ama tuh cewe, dia makin stress,” teriak Nadia.
“Hah...memang apa hubungannya ama gue ?” tanya Tino.
“Lo emang ga sadar sama sekali ya waktu kelas 10, Bella itu naksir lo tau, tapi dia pernah ngomong ama kita berdua kalau dia kotor dan dia tidak berani ngedeketin lo, kemarin dia liat lo ama cewe itu masuk ke dalam hotel, lo tau ga perasaan dia, parah lo,” teriak Erika sambil menitikkan air mata.
“Udah Rik, kita jadi bikin heboh (menoleh melihat Tino) denger ya Tin, gue ama Erika belom kelar ngomong ama lo,” ujar Nadia.
Nadia menarik Erika yang menangis dan berlari masuk ke dalam, Tino diam dan menoleh melihat Amelia di sebelahnya yang juga diam tidak bergerak. Mei dan May terlihat bingung, mereka terlihat berusaha menarik Tino dan Amelia agar mendekat walau sia sia karena tangan mereka menembus tubuh Tino dan Amelia, Tino menoleh melihat Amelia,
“Mel, kita ke kelas dulu deh,” ujar Tino menjulurkan tangannya ke arah Amelia.
“Plak,” Amelia menepuk tangan Tino, kemudian dia berbalik dan berlari keluar lagi dari gedung sekolah. Tino terdiam dan mematung sambil melihat tangannya yang di tepuk Amelia,
“Woi kejar gue bego,” bentak hantu Amelia.
Mendengar bentakan hantu Amelia, Tino terlihat hendak mengejar nya tapi tiba tiba dia menoleh ke belakang,
“Sori Mel, sementara lo yang masih hidup gue tinggal dulu,” ujar Tino.
“Hah...maksud lo apa....woi Tin,”
Tino berlari ke arah Erika dan Nadia pergi, hantu Amelia langsung melayang mengejar Tino di belakangnya di ikuti Mei dan May, Tino menoleh,
“Mei, May, tolong jaga Amelia,” ujar Tino sambil berlari.
Mei dan May berhenti, kedua tangannya yang kecil memberi hormat, mereka langsung berbalik melayang menuju keluar sekolah untuk mengejar Amelia. Tino mencari kelas demi kelas untuk mencari Erika dan Nadia, akhirnya dia menemukan keduanya di sebuah ruang laboratorium yang sudah tidak terpakai. Tino melangkah masuk ke dalam,
“Erika, Nadia, terusin yang tadi,” ujar Tino.
“Ngapain lo Tin, udah ama cewe lo aja sono,” balas Erika sambil terisak.
“Tenang aja, dia ngerti, bisa ceritain soal Bella, apa yang terjadi sama dia ?” tanya Tino.
“Oi Tin, lo kenapa nyamperin mereka ?” tanya hantu Amelia bingung.
“Dah lo diem aja dulu,” ujar Tino berbisik.
“Kenapa lo mau tau Tin ? lo udah nyakitin dia,” ujar Nadia.
“Hah...begini ya, lo bilang Bella ga keluar rumah karena stress kakak nya di tangkap oleh Amelia, trus kalau dia lihat gue ama Amelia keluar dari hotel, berarti dia keluar rumah dong, boleh tau ga alasannya dia keluar rumah ?” tanya Tino.
“Dia kaga bilang, dia cuman liat lo keluar dari hotel gandengan ama cewe itu,” ujar Nadia.
“Begitu, kalau gitu gue tanya lagi, memang Bella dendam ama Amelia ?” tanya Tino.
“Ya iyalah, lo gimana sih, cewe itu yang nangkep kakak nya, wajar aja dia dendam, bener kan Din,” ujar Erika.
“Hmm jadi kalian sebenernya ga tau apa yang Bella rasakan ya,” ujar Tino.
“Hah kenapa lo bilang gitu ?” tanya Erika.
“Coba jelasin apa maksud lo, jangan sembarangan lo,” tambah Nadia.
“Sebelum gue jelasin, apa maksud lo tadi bilang kalau Bella merasa kotor,” balas Tino.
“Ya gue mana tau, dia orangnya pesimis, dia selalu gitu kalau naksir ama orang,” ujar Erika.
“Haaah...ternyata, sori ya gue bukan mau nyalahin kalian atau apa, tapi gue rasa sebaiknya kalian tahu yang sebenarnya,” ujar Tino.
“Emang lo tau apa ?” tanya Nadia mulai penasaran.
“Yang Bella rasakan adalah rasa bersalah terhadap kakak nya, karena kak Lisa, kakak nya menanggung semua,”
Tino menceritakan apa sebenarnya terjadi pada keduanya. Setelah mendengar cerita Tino, Erika dan Nadia terdiam, wajah mereka nampak masih setengah percaya namun mereka diam saja,
“Nah kenapa gue percaya sama Amel karena waktu kelas 10, gue emang ngeliat Bella sedikit aneh selama beberapa bulan, dia suka pulang telat, suka menangis sendirian, kalau pagi di bawah matanya ada kantung tebal tanda dia tidak tidur semalaman, balik ke kelas abis olah raga acak acakan, tidur waktu jam pelajaran, makin kurus dan beberapa kali dia mau muntah pas makan di kelas lalu lari keluar kelas, waktu itu kalian menemani dia kan,” ujar Tino.
“Lo...perhatiin dia ?” tanya Erika.
“Enggak, tapi inget ga di kelas siapa yang paling sering ngajak gue ngomong walau cuman pinjem bolpen atau ngasih buku,” jawab Tino.
“Iya...si Bella, gue tau banget soal itu,” balas Nadia.
“Lo serius ya Tin ?” tanya Erika.
“Serius, makanya gue berani cerita begini ama lo, tapi tolong di rahasiakan, demi Bella dan kak Lisa juga, hukuman kak Lisa tidak berat, dia hanya di hukum 5 tahun dan di kurangi 1 tahun karena sebenarnya dia membela diri dan perbuatan si mesum itu ketahuan, seharusnya tahun depan dia sudah bebas,” jawab Tino.
“Iya, gue tahu, gue malah ga ngerti apa apa ya, sori ya Tin, nanti gue minta maaf ama Amel,” ujar Erika.
“Sama gue juga Tin, sori gue udah ngebuli Amel, gue bakal minta maaf ama dia bareng Erika,” ujar Nadia.
“Oi...ini kayaknya lo berdua salah ngerti nih, gue cerita begini bukan karena membela Amel dan menyalahkan kalian, gue mau kalian cerita apa yang terjadi pada Bella sekarang ? karena kalau dia bisa ngeliat gue dan Amel masuk ke hotel, gue jadi penasaran dia kemana, ama siapa dan ngapain ? di tambah lo cerita dia mau bunuh diri kan hanya gara gara itu dan sudah melakukan nya untung saja masih bisa ketolong dan di bawa ke rumah sakit, dia mengalami halusinasi atau tidak sampe berbuat begitu ?” ujar Tino.
Erika dan Nadia tidak menjawab, mereka berpikir karena mereka tidak tahu juga apa yang sebenarnya terjadi pada Bella, tiba tiba hantu Amelia melayang mendekati Tino,
“Hoho jadi itu maksud lo,” ujar hantu Amelia sambil memegang dagunya dan tersenyum.
“Ya, lo tau sendiri daerah hotel kita kemarin kayak gimana dan kalau dia liat kita masuk berarti udah mau malem kan, ngapain dia malem malem di daerah kayak gitu,” balas Tino berbisik kepada hantu Amelia.
“Hehe salah sangka gue ama lo, emang lo udah cocok banget ama gue yang masih hidup hehe,” ujar hantu Amelia tersenyum.