Gracella Eirene, gadis pendiam yang lebih suka bersembunyi di dunia imajinasi, Ia sering berfantasi tentang kehidupan baru, tentang cinta dan persahabatan yang tak pernah ia rasakan. Suatu hari, ia terpesona oleh novel berjudul 'Perjalanan cinta Laura si gadis polos', khususnya setelah menemukan tokoh bernama Gracella Eirene Valdore. Namun, tanpa ia sadari, sebuah kecelakaan mengubah hidupnya selamanya. Ia terbangun dalam dunia novel tersebut, di mana mimpinya untuk bertransmigrasi menjadi kenyataan.
Di dunia baru ini, Gracella Eirene Valdore bertemu dengan Genta, saudara kembarnya yang merupakan tokoh antagonis utama dalam cerita. Genta adalah musuh tokoh utama, penjahat yang ditakdirkan untuk berakhir tragis. Gracella menyadari bahwa ia telah mengambil alih tubuh Grace Valdore, gadis yang ditakdirkan untuk mengalami nasib yang mengerikan.
- Bisakah Gracella Eirene Valdore mengubah takdirnya dan menghindari nasib tragis yang menanti Grace Valdore?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afizah C_Rmd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 28
Sinar matahari pagi pada siang hari menyaring dedaunan hijau di taman belakang sekolah, mencipta corak cahaya yang jatuh di atas rumput. Grace, Nara, dan Rasya duduk bersantai di bawah pohon mangga besar, menikmati makan siang mereka. Aroma bunga kamboja dan tanah basah menyeruak, menciptakan suasana yang tenang, namun terasa sedikit tegang. Grace mengunyah sandwichnya dengan tenang, tapi ada sesuatu yang sedikit dipaksakan dalam ketenangannya.
Nara dan Rasya saling bertukar pandang, pandangan mereka penuh arti. Mereka tahu Grace sedang berusaha keras menyembunyikan kekhawatirannya di balik sikap santainya. Kejadian di lapangan bola masih terasa berat, tapi mereka memilih untuk diam, tidak ingin merusak suasana hati Grace yang sudah berusaha terlihat baik-baik saja. Keheningan di antara mereka dipenuhi dengan pemahaman yang tersirat.
Setelah beberapa saat hening, Nara memecah kesunyian, suaranya sedikit ragu, "Grace, eh… btw, lo kenal Kak Alzar sejak kapan sih?"
Grace mengangkat bahu acuh, suaranya datar, "Entahlah." Ia tampak menghindari kontak mata.
Nara mengerutkan dahi, suaranya mulai meninggi, "Ih, serius? Kita sahabatan udah lama, gue baru tau lo kenal Alzar dan nggak pernah cerita! Lo anggap gue apa sih?" Kekecewaan dan sedikit rasa tersinggung mulai terlihat di wajahnya.
Grace menjawab dengan santai, suaranya terdengar sedikit ketus, "Orang gila?" Ia berkata tanpa ekspresi, seolah itu adalah jawaban yang paling biasa.
Mata Nara membulat, "Apa?! Jadi selama ini lo anggap gue orang gila?! Lo kali yang gila! Orang cantik, anggun, sopan, dan rajin menabung kayak gue, orang gila? Kayaknya mata lo bermasalah deh, perlu gue anter ke dokter mata!" Nara sudah benar-benar kesal, suaranya meninggi dan nada bicaranya tajam.
Grace mengedikkan bahu, menutup kedua telinganya dengan malas, memutar bola matanya. "Lebay," katanya, suaranya terdengar malas dan acuh.
"Heh! Lebay-lebay lo yang lebay!" Nara membalas dengan nada tinggi, kecewa dan kesal masih jelas terlihat di wajahnya. Rasya hanya bisa menggelengkan kepala, menyaksikan pertengkaran kecil antara dua sahabatnya itu. Suasana tenang di bawah pohon mangga kini berubah menjadi sedikit tegang, dipenuhi dengan emosi yang terpendam dan terungkap secara tiba-tiba.
Ketegangan di antara Grace, Nara, dan Rasya sedikit mereda dengan kedatangan Genta, Bella, dan beberapa teman gengnya . Mereka menghampiri Grace dengan raut wajah khawatir, memecah pertengkaran kecil yang baru saja terjadi. Bella, dengan langkah cepat, langsung duduk di samping Grace, sementara Genta dan teman-temannya berdiri di sekitar mereka, membentuk lingkaran kecil.
"Grace, lo nggak papa, kan?" tanya Bella, suaranya lembut, penuh perhatian. Ia meraih tangan Grace, memberikan sentuhan yang menenangkan.
Grace tersenyum tipis, berusaha terlihat baik-baik saja. "Gue nggak papa kok, Bel." Jawab Grace dengan tenang.
Genta mengamati mereka berdua, lalu berkata, "Kamu yakin, dek? Kita semua dengar kejadian di lapangan tadi. Kamu sengaja, kan?" Nada suaranya serius, tidak seperti biasanya.
Grace mengangkat sebelah alis, tersenyum miring. "Menurut kamu?" tanyanya balik, menantang.
Genta menghela napas. "Hmm, aku tahu. Lain kali, bilang sama aku, apapun rencanamu itu. Jangan sampai kejadian kayak tadi lagi," katanya, mengacak rambut Grace dengan lembut. Ada kekhawatiran yang tersirat dalam suaranya.
Grace memutar bola matanya malas. "Iya, iya," jawabnya singkat.
Bella, yang penasaran sejak awal, akhirnya bersuara, "Kalian ini ngomongin apa sih? Rencana apa sih yang disembunyi-sembunyikan?"
"Iya, tolong deh, ngomong yang jelas!" timpal Arvan.
"Hei, kita nggak ngerti apa yang saudara kembar ini bahas!" seru Gilang ikut-ikutan penasaran.
Grace mengangkat kedua alisnya, "kamu nanya?" jawab Grace, nada suaranya sedikit meremehkan.
Bella, dengan lembut menyikut Genta, "Yang, beb, maksudnya apa sih? Cerita dong!"
Genta menatap Grace, lalu kembali ke Bella. "Kalian nggak perlu tahu," jawabnya, tetapi raut wajahnya menunjukkan ia sedang menyembunyikan sesuatu. Ia melirik Grace sekilas lalu mengalihkan perhatiannya ke lain, Grace sendiri bertindak dengan sendirinya.
***Genta dan Grace, saudara kembar dari keluarga bangsawan Valdore, menikmati masa kecil yang sempurna. Kehidupan mereka dipenuhi harta, kemewahan, dan kasih sayang keluarga yang tak terkira. Rumah megah mereka dipenuhi tawa dan keceriaan, hingga kedatangan Laura, seorang anak kecil yang dibawa oleh Ayah mereka, mengubah segalanya.
Awalnya, kehadiran Laura disambut baik. Namun, perlahan-lahan, keseimbangan keluarga itu terusik. Perhatian orang tua mereka bergeser, tertuju sepenuhnya pada Laura. Genta dan Grace mulai merasa terpinggirkan, terutama Grace. Ia menjadi sasaran fitnah yang kejam. Berkali-kali, ia dituduh melakukan kesalahan yang tidak pernah ia perbuat: mengunci Laura di gudang, mencuri mainannya, bahkan mengancam dan melukai Laura. Tuduhan-tuduhan itu dilontarkan tanpa bukti, namun keluarga mereka, terutama Ibu mereka, terlalu buta untuk melihat kebenaran.
Puncaknya terjadi saat Laura ingin merebut boneka kesayangan Grace, sebuah boneka beruang usang yang dihadiahkan oleh Nenek mereka sebelum beliau wafat. Perkelahian kecil pun tak terhindarkan. Dalam perebutan yang tak terkendali, Grace dan Laura terjatuh dari tangga, bergulingan hingga ke lantai bawah.
Suara benturan keras memecah kesunyian. Keluarga Valdore yang tengah berkumpul di ruang tamu bergegas menuju sumber suara. Mereka menemukan Grace dan Laura tergeletak berlumuran darah. Namun, reaksi mereka sungguh mengejutkan. Mereka langsung menghampiri Laura yang pingsan, mengabaikan Grace yang juga terluka parah. Lebih mengerikan lagi, Ibu mereka, dengan dingin dan tanpa ampun, menuduh Grace telah mendorong Laura.
Laura segera dilarikan ke rumah sakit, sementara Grace terabaikan, tergeletak sendirian di tengah darahnya sendiri, tubuhnya meringkuk kesakitan. Air mata Genta bercucuran menyaksikan kekejaman keluarganya. Ia memeluk Grace, suaranya bergetar menahan amarah dan kepedihan. Dengan tatapan tajam, Genta memanggil Rey, kepala pengawal keluarga Valdore.
"Paman Rey, tolong bawa Grace ke rumah sakit!" pinta Genta, suaranya bergetar menahan tangis. "Kenapa mereka begitu kejam pada Grace?"
Rey, pengawal setia keluarga Valdore, memeluk Genta, mencoba menenangkannya. "Tuan Genta, tenanglah. Kita akan membawa Nona Grace ke rumah sakit. Saya akan selalu berada di sisi Tuan."
"Paman, saya ingin pergi dari rumah ini," kata Genta, suaranya tegas di antara isak tangis. "Saya tidak ingin Grace terluka lagi."
"Tuan Genta, apa yang akan Anda lakukan dengan Nona Grace?" tanya Rey, sedikit ragu.
"Saya akan membawanya pergi, Paman. Dan Paman harus ikut dengan saya," jawab Genta, tekadnya bulat.
"Apapun perintah Tuan Genta, saya akan selalu mengikuti Tuan," jawab Rey, setia pada keluarga Valdore, namun hatinya juga tergerak oleh kesedihan dan ketidakadilan yang ia saksikan.