Arabella harus menelan kekecewaan dan pahitnya kenyataan saat dirinya mengetahui jika pria yang selama dua tahun ini menjadi kekasihnya akan bertunangan dan menikah dengan wanita yang sudah dijodohkan dengan pria itu.
Arabella pikir dirinyalah wanita satu-satunya yang dicintai pria itu, tapi ternyata dirinya hanyalah sebagai pelampiasan selama wanita yang dijodohkan berada di luar negeri.
"Bagaimana jika aku hamil? apa kau memilih ku dan membatalkan perjodohan mu?"
"Aku tidak mungkin mengecewakan kelaurga ku Ara."
Jawaban Maher cukup membuat hati Arabella seperti ditikam benda tajam tak kasat mata. Sakit, terlalu sakit sampai dirinya lupa bagaimana melupakan rasa sakit itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kritis
"Ara!!"
Cahya berteriak saat melihat Arabella tergeletak di dalam toilet dengan bersimbah darah. Wanita itu berteriak histeris membuat beberapa orang datang untuk melihat apa yang terjadi.
"Cepat panggilkan ambulans!" Teriak salah satu pria yang langsung mengangkat tubuh Arabella yang sudah lemas dan tak sadarkan diri.
Sedangkan Cahya menangis di belakang pria yang membantu Arabella mengikutinya dari belakang.
Mobil ambulans melesat menuju rumah sakit terdekat dengan suara sirine yang menggema di sepanjang jalan.
Butuh waktu dua puluh menit untuk sampai di rumah sakit, Arabella langsung di bawa masuk keruangan UGD untuk segera di tangani.
"Ara!!" Cahya masih menangis melihat keadaan Arabella yang mengenaskan, entah apa yang terjadi dengan Arabella sampai bisa seperti itu.
Tak lama Dokter keluar membuat Cahya dan juga pria yang membantu Arabella mendekat.
"Suami atau keluarganya!" Panggil dokter di ambang pintu.
"Kami kerabatnya dok, bagaimana keadaannya?" Tanya pria yang pakaiannya sudah kotor dengan darah karena menggendong Arabella.
"Pasien kritis, kami harus mengambil tindakan cepat." Ucap sang dokter."
"Lakukan yang terbaik dok, selamatkan keduanya."
"Tandatangani berkas-berkas untuk melakukan operasi, pasien harus segera dilakukan tindakan." Seorang perawat menyodorkan berkas pada pria yang berdiri didepan dokter tersebut.
Tanpa pikir panjang karena hanya ingin keselamatan Arabella dan bayinya pria itupun segera menandatangani apa yang di suruh, setelah selesai dokter kembali masuk untuk segera melakukan tindakan.
"Pak bagaimana ini." Cahya hanya bisa menangis takut jika terjadi sesuatu pada Arabella.
"Berdoa saja, semoga mereka selamat." Ucap pria yang juga merasa khawatir dan takut jika terjadi sesuatu dengan keduanya.
Didalam ruangan dingin itu Arabella sedang mempertaruhkan nyawa dengan bayinya, keduanya sedang berjuang antara hidup dan mati.
Ditempat yang berbeda, dada Maher terasa nyeri dan sesak tiba-tiba, rasakan begitu sakit membuat wajahnya sampai meringis kesakitan.
"Akkhh." Maher memegangi bagian dadanya, pria itu merasakan sakit yang luar biasa sudah seperti ajal menjemputnya.
"Maher kamu kenapa?" Disya yang kebetulan masuk untuk mengantar makanan langsung mendekat dengan wajah panik.
"Sayang kamu kenapa?" Air matanya langsung jatuh melihat Maher begitu kesakitan.
"Papa!! Pah!!" Disya berteriak sekuatnya agar suaminya mendengar.
Mendengar teriakan bukan hanya Adam yang mendekat, Mahira yang akan pergi pun mengurungkan niatnya, Oma dan Opa Maher pun ikut panik saat mendengar teriakan Disya.
"Ada apa Mah!" Adam langsung melesak masuk dengan napas sedikit memburu, Adam berlari saat mendengar Istrinya berteriak memanggilnya.
"Maher Pah, dia kesakitan." Isak Disya sambil memeluk kepala putranya.
Mahira yang melihat kakaknya kesakitan langsung menghubungi dokter, melihat semua panik Mahira yang cepat bertindak.
"A-araa." gumam Maher dengan suara tersengal sebelum jatuh tak sadarkan diri.
"Maher!!"
.
.
.
Dirumah sakit Cahya dan pria yang sejak tadi duduk dengan rasa khawatir begitu cemas, sudah satu jam lebih lampu diatas pintu UGD tak kunjung padam.
Keduanya menoleh dan saling tatap, saat samar-samar mendengar tangisan suara bayi yang begitu lemah, jantung keduanya berdebar dengan perasaan senang dan juga takut.
Setelah kembali menunggu akhirnya lampu padam, dokter keluar dengan sisa jejak keringat di wajahnya.
"Dokter bagaimana?" Tanya pria yang sejak tadi cemas menunggu.
Dokter itupun menghela napas berat, merasa berat untuk menyampaikan.
"Bayinya selamat, tapi butuh perawatan karena usianya kehamilannya yang belum genap. Begitu juga kondisinya sangat lemah jadi harus mendapatkan penanganan khusus." jelas sang dokter.
Keduanya bernapas lega mekipun ada rasa prihatin, tapi setidaknya bayi itu bertahan meskipun dalam kondisi memperihatinkan.
"Lalu ibunya?"
Cha dan pria itu menelan ludah saat dokter menatap dengan tatapan putus asa.
"Hanya yang kuasa yang berkehendak, pasien kehilangan banyak darah dan kondisinya yang kritis membuatnya mengalami koma."
Deg
"Ara." Gumam Cha dengan air mata yang kembali mengalir.
Pria itu mengusap wajahnya kasar dengan wajah terpukul. "Baik dok terima kasih." Ucapnya sambil menahan sesak.
Keduanya duduk lemas di kursi tunggu dengan pikiran masing-masing, kehidupan Arabella begitu memperihatinkan dari wanita itu datang sampai melahirkan dalam keadaan menyedihkan, dan sekarang Arabella harus koma dengan meninggalkan seorang bayi yang baru saja lahir.
"Kamu tahu kelurga Arabella?" Tanya pria yang duduk jarak dua kursi dari Cahya.
Cahya menggeleng. "Tidak pak, tapi kita bisa cari dari ponsel Ara." Katanya dengan suara serak.
"Berikan ponsel Ara." Pria itu memintanya karena sejak tadi tas Arabella ada sama Cahya.
Cahya memberikan apa yang atasanya minta, ya pria yang membantu Arabella adalah pemilik pabrik tempat mereka bekerja.
"Kak Sam." Gumam pria itu yang menemukan panggilan beberapa bulan yang lalu dengan kontak nama yang bisa jadi kerabat Arabella.
"Ara pernah bercerita jika dia punya kakak laki-laki pak." Ucap Cahya mengingat cerita Arabella yang pernah menyebut kakak laki-laki, itupun Arabella sempat berdalih saat keceplosan.
Cahya yang memang tidak melihat Arabella dengan masa lalunya memilih abai, yang terpenting Arabella adalah wanita baik-baik, hanya saja nasibnya yang kurang baik.
"Pak Arga hubungi saja, mungkin itu benar kerabat Arabella."
Pria bernama Arga itu mengangguk setuju, di hubunginya nomor yang tertera, lama tidak di angkat hingga deringan terakhir terdengar suara dari seberang sana.
"Halo Ara."
Arga menatap Cha sebentar, sebelum berbicara dengan orang di seberang telepon.
Tinggalkan jejak kalian sayang 😘😘