Kisah tentang cinta yang terjebak dalam tubuh yang berbeda setiap malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Pertemuan Tak Terduga
Setelah semua rahasia terungkap, Arya merasa lebih ringan. Namun, dengan semua kebenaran yang baru saja terkuak, ia tahu bahwa perjalanannya untuk menyembuhkan luka batin belum selesai. Hari-harinya tetap dipenuhi perenungan. Meski hubungannya dengan ayahnya semakin dekat, bayangan masa lalunya masih kerap muncul dalam mimpi-mimpinya. Aku bisa melihat bahwa Arya sedang mencoba mencari pijakan yang lebih stabil dalam hidupnya, dan aku ingin terus berada di sampingnya.
Suatu hari, ketika kami sedang bersantai di taman kota—tempat di mana kami biasa menghabiskan waktu bersama—Arya tampak diam lebih lama dari biasanya. Aku mendekatinya, memegang tangannya dan menatap dalam matanya. "Arya, kamu tahu kamu bisa berbicara denganku tentang apa saja, kan?" tanyaku dengan lembut.
Ia tersenyum tipis, namun tatapannya tetap penuh dengan keraguan. "Aku tahu, tapi kali ini ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang bahkan sulit untuk aku ungkapkan."
Aku menunggu dengan sabar, memberinya waktu untuk merangkai kata-kata. Setelah beberapa saat, ia menghela napas panjang dan mulai berbicara.
"Aku... aku ingin bertemu dengan ayah kandungku," katanya dengan suara yang hampir berbisik. Kalimat itu membuatku terkejut, namun aku tidak menunjukkan reaksi berlebihan. Aku hanya mengangguk pelan, mencoba menampilkan ketenangan meskipun di dalam hati aku bertanya-tanya tentang alasan keinginannya itu.
Arya melanjutkan, "Aku tahu ini mungkin akan menyakiti ayahku yang selama ini membesarkanku, tapi ada bagian dari diriku yang merasa harus mengetahui siapa dia sebenarnya. Aku ingin tahu apakah perasaan kosong ini bisa sedikit terisi dengan bertemu dengannya."
Aku mengerti, dan meskipun sedikit cemas, aku tahu bahwa ini adalah proses yang harus Arya lalui untuk menemukan jati dirinya. Aku tidak ingin menghalangi keinginannya, dan aku juga tidak ingin ia merasa sendirian dalam perjalanan ini.
"Arya, jika itu memang yang kamu inginkan, aku akan mendukungmu. Kita akan mencari tahu bersama," ujarku dengan penuh keyakinan.
Arya tampak lega mendengar jawabanku. Aku tahu, meski ini adalah keputusan berat, aku harus tetap mendukungnya sepenuh hati. Malam itu, kami berdiskusi tentang langkah-langkah yang perlu diambil, siapa yang bisa kami hubungi, dan bagaimana kami akan memulainya. Proses pencarian ini mungkin panjang dan penuh tantangan, tapi kami siap untuk menjalaninya.
Beberapa minggu kemudian, kami mendapatkan informasi awal tentang keberadaan ayah kandung Arya. Dari seorang teman lama ibunya, kami mendengar bahwa pria itu masih tinggal di kota yang sama. Kebetulan, ia sering terlihat di kafe dekat tempat ia bekerja. Dengan hati-hati, kami merencanakan pertemuan, dan akhirnya, hari yang dinanti-nanti pun tiba.
Kami tiba di kafe yang dimaksud. Tempatnya kecil dan sederhana, dengan suasana yang hangat dan nyaman. Arya tampak gelisah, wajahnya menunjukkan campuran antara kecemasan dan harapan. Aku mencoba memberinya ketenangan, meremas tangannya dengan lembut sambil memberikan senyuman penuh dukungan.
Beberapa saat kemudian, seorang pria berusia paruh baya memasuki kafe. Ia memiliki wajah yang teduh, dengan sorot mata yang penuh ketenangan, namun aku bisa melihat bahwa ada kesedihan yang tersembunyi di sana. Tanpa ragu, Arya berdiri dan mendekatinya.
"Ayah...?" katanya dengan suara pelan.
Pria itu terkejut, namun segera menyadari siapa yang berdiri di depannya. Ia menatap Arya dengan penuh keharuan, dan tanpa berkata-kata, mereka berdua saling berpelukan. Momen itu begitu penuh emosi, dan aku merasa air mata mulai mengalir di pipiku. Di satu sisi, aku bahagia melihat Arya menemukan bagian dari dirinya yang selama ini hilang, namun di sisi lain, aku tahu bahwa pertemuan ini hanyalah awal dari perjalanan panjang yang mungkin penuh dengan lika-liku.
Setelah beberapa saat, mereka duduk bersama di meja kecil di pojok kafe, dan aku memilih duduk di meja sebelah untuk memberi mereka ruang berbicara secara pribadi. Aku hanya bisa mendengarkan dari kejauhan, memperhatikan setiap ekspresi di wajah Arya dan ayah kandungnya.
Pria itu mulai bercerita tentang masa lalunya, tentang bagaimana ia dan ibu Arya bertemu, tentang cinta yang mereka bagi, namun juga tentang kesalahan-kesalahan yang memisahkan mereka. Ia menjelaskan mengapa ia tidak pernah ada di sisi Arya selama ini, dan aku bisa melihat betapa sulitnya bagi Arya untuk menerima kenyataan pahit tersebut. Meski demikian, Arya tetap mendengarkan dengan tenang, menunjukkan kebesaran hati yang luar biasa.
Seiring percakapan mereka berlangsung, aku menyadari bahwa Arya mulai memahami lebih banyak tentang dirinya sendiri. Ia akhirnya melihat gambaran yang lebih utuh dari hidupnya, dari latar belakang yang selama ini terasa asing baginya. Pertemuan ini memberinya pemahaman baru, sekaligus kedamaian yang selama ini ia cari.
Saat hari mulai gelap, kami akhirnya beranjak untuk pulang. Sebelum pergi, pria itu memeluk Arya sekali lagi, dan aku bisa melihat ada ikatan baru yang terbentuk di antara mereka, meskipun mereka telah dipisahkan selama bertahun-tahun.
Di perjalanan pulang, Arya tampak lebih tenang. Meski aku tahu proses penerimaan ini masih panjang, aku yakin bahwa pertemuan tersebut telah mengisi sebagian dari kekosongan yang selama ini ia rasakan. Ia memandang ke arahku dan tersenyum tipis.
"Terima kasih sudah selalu ada untukku. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa melalui semua ini tanpa kehadiranmu," katanya dengan tulus.
Aku hanya tersenyum dan meraih tangannya. "Kamu tahu aku akan selalu di sini, kan?"
Kami berjalan pulang dalam keheningan, namun keheningan itu terasa damai, bukan lagi dipenuhi oleh ketegangan dan kecemasan seperti sebelumnya.
Malam itu, Arya dan aku berbicara tentang banyak hal. Ia membagikan perasaannya setelah bertemu dengan ayah kandungnya, tentang bagaimana perasaan kosong dalam dirinya mulai sedikit demi sedikit terisi. Meski ada bagian yang tetap terasa asing, ia mulai menerima kenyataan tersebut dengan hati yang lebih lapang.
"Ini bukan akhir dari perjalanan, tapi aku merasa sudah menemukan sebagian dari diriku yang hilang," katanya dengan mata berbinar. "Aku akhirnya memahami bahwa aku adalah bagian dari cerita yang lebih besar, dan aku tidak perlu merasa sendirian lagi."
Aku tersenyum, merasa bahagia untuknya. Arya telah melewati banyak hal, dan aku melihat betapa kuatnya ia dalam menghadapi setiap tantangan. Kami berbicara hingga larut malam, saling berbagi harapan dan mimpi tentang masa depan. Meski kami tahu hidup akan selalu penuh dengan tantangan, aku merasa optimis karena kami akan menjalaninya bersama.
Bab ini menandai titik penting dalam hidup Arya. Meski ia masih harus menghadapi proses penerimaan dan penyembuhan, ia mulai melihat terang di ujung lorong gelap yang selama ini ia lalui. Pertemuan dengan ayah kandungnya telah memberinya kedamaian, dan ia mulai menemukan jati dirinya yang selama ini tersembunyi.
Aku merasa bangga menjadi bagian dari perjalanan Arya, dan aku berjanji untuk terus mendampinginya di setiap langkah yang ia ambil. Kami tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, namun dengan keberanian dan ketulusan yang ia miliki, aku yakin Arya akan mampu menghadapi apa pun yang datang.
Bab ini adalah awal dari babak baru, sebuah perjalanan menuju kedewasaan dan pemahaman diri yang lebih dalam. Dan dalam perjalanan ini, aku tahu bahwa cinta kami akan menjadi kekuatan yang akan membawa kami melalui segala rintangan dan membawa kami menuju kebahagiaan yang sejati.