Season 2 Pengganti Mommy
Pernikahan Vijendra dan Sirta sudah berusia lima tahun lamanya, namun mereka belum dikaruniai momongan. Bukan karena salah satunya ada yang mandul, itu semua karena Sirta belum siap untuk hamil. Sirta ingin bebas dari anak, karena tidak mau tubuhnya rusak ketika ia hamil dan melahirkan.
Vi bertemu Ardini saat kekalutan melanda rumah tangganya. Ardini OB di kantor Vi. Kejadian panas itu bermula saat Vi meminum kopi yang Ardini buatkan hingga akhirnya Vi merenggut kesucian Ardini, dan Ardini hamil anak Vi.
Vi bertanggung jawab dengan menikahi Ardini, namun saat kandungan Ardini besar, Ardini pergi karena sebab tertentu. Lima tahun lamanya, mereka berpisah, dan akhirnya mereka dipertemukan kembali.
“Di mana anakku!”
“Tuan, maaf jangan mengganggu pekerjaanku!”
Akankah Vi bisa bertemu dengan anaknya? Dan, apakah Sirta yang menyebabkan Ardini menghilang tanpa pamit selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Vi belum ingin berpindah ke bagian lainnya, ia masih suka dengan dua gundukan sintal yang ada di depan matanya, kencang, besar, dan menantang bagi Vi. Ia terus memainkan manik kecil yang sudah mencuat, keras, seakan menantang Vi.
“Pelan, Mas ....” Rintih Ardini bersamaan dengan desah napas Ardini yang semakin sulit untuk ditahan lagi.
Meski secara jelas Vi mendengar permintaan Ardini, nyatanya Vi tidak menanggapi hal itu. Karena rintihan Ardini bagai energi tambahan untuk Vi. Desah napas Ardini bagai vitamin penyemangat Vi yang berkobar semakin tinggi.
Vi semakin intens menyesap dalam dua gundukan sintal di dada Ardini, hingga rongga mulutnya terasa penuh, bak bayi yang sedang berusaha keras untuk mendapatkan nutrisi terbaik yang tak tertandingi pada ASI. Vi menggigit gemas sehingga menimbulkan rintihan Ardini yang semakin menjadi. Sedangkan benda kenyal satunya, Vi genggam dengan kuat-kuat, meremasnya berulang kali.
Dengan nalurinya, tangan Ardini menjambak rambut tebal berwarna hitam kecoklatan itu, karena merasakan bagaimana dalamnya permainaan yang Vi suguhkan saat ini. Sesekali Ardini menekan kepala Vi, agar Vi semakin memperdalam pergerakan seluruh rongga mulutnya.
“Mas .... Ahhh ....”
“Iya, Adin, kamu suka?”
“I—itu, Mas. Ponsel Mas berdering,” ucap Ardini, karena Ardini merasa terganggu dengan suara dering ponsel Vi yang begitu kerasa. Namun, Vi hanya menoleh ke arah nakas tempat di mana ia menaruh ponselnya itu.
“Mas itu ponselnya, diangkat dulu.” Ucapnya dengan terengah, apalagi Vi tidak melepaskan mulutnya pada dada Ardini, karena ia masih ingin menikmatinya.
“Mas ....”
“Ssstttt ... kamu jangan banyak bicara Adin,” ucap Vi dengan menyentuh bibir Ardini dengan jari telunjuknya.
Vi tahu siapa yang menelefonnya di jam-jam seperti saat ini, apalagi panggilannya berulang kali. Vi malas menanggapi ponselnya, ia lalu turun dari atas tubuh Ardini, dan mengambil ponselnya. Ia memilih mengganti mode diam pada ponselnya. Bahkan getar saja tidak Vi aktifkan. Vi lebih baik menikmati momen panas yang sudah ia nantikan, apalagi hawa panasnya sudah menjalar di seluruh tubuh Vi dan Ardini saat ini. Vi kembali mendekati Ardini, ia kembali memeluk Ardini, mengunci tubuh Ardini dan memberikan sentuhan yang sensual pada tubuh Ardini, terutama di dadanya, karena Vi belum puas memainkan aset berharga di dada Ardini itu.
“Kenapa dimatikan, Mas?” tanya Ardini.
“Aku silent, biar saja. Gak penting!” jawab Vi.
“Jangan begitu, Mas. Kali saja penting, itu Mbak Sir ....”
Vi langsung membekap mulut Ardini dengan mulutny, ia tidak mau Ardini menyebutkan nama Sirta, karena sekarang yang Vi inginkan adalah dirinya, bukan Sirta. Perempuan yang sudah membuat hati Vi berpaling karena ia menemukan istri yang benar-benar berbakti pada dirinya, terlebih mau memberikan keturunan untuknya.
Jelas saja Vi tidak mau menerima panggilan dari Sirta, karena kalau dia menerimanya, semua momen dengan Aridni akan rusak begitu saja. Vi kembali menggebu menikmati bibir Ardini. Apalagi sekarang Ardini bisa mengimbangi ajakan pergerakan bibirnya. Vi melepaskan pagutanya, karena Vi tahu Ardini sudah kehabisa stok oksigen.
“Good job, Adin. Kamu makin pintar membasa ciumanku, aku suka, Adin,” bisik Vi.
Ardini malu mendapat ucapan Vi seperti itu, lalu mereka saling tatap. Tatapan yang tak pernah Ardini lihat. Sorot mata Vi benar-benar meneduhkan kali ini, membuat dada Ardini berdegub kencang.
“Bolehkan aku melakukannya, Adin?” Mendapat pertanyaan seperti itu, Ardini hanya bisa menganggukkan kepalanya.
“Aku akan melakukannya malam ini, tentunya dengan penuh perasaan, Ardini. Aku sangat mencintaimu, aku akan menghapus semua luka yang kamu terima malam itu karena aku, aku ingin kita melakukannya dengan penuh cinta, tanpa paksaan, apalagi sedang tidak ingat apa-apa. Malam ini aku pastikan, bahwa diriku tidak akan pernah bisa melupakan malam ini. Aku mencintaimu, Adin,” ucap Vi dengan sungguh-sungguh.
“Lakukanlah, Mas. Ini sudah menjadi kewajibanku memberikan semuanya untuk kamu. Aku akan selalu ingat malam ini, meski aku belum bisa melupakan malam itu, tapi aku pastikan, momen ini adalah momen yang sangat membahagiakan untukku. Meski aku dicintai setengah hati, tapi aku mencintaimu setulus hatiku, Mas,” ucap Ardini.
“Terima kasih sudah membalas cintaku, Adin,” ucap Vi.
Vi kembali melabukan bibirnya pada bibir Ardini. Namun hanya sekilas, karena Vi melepaskan pakaian bawahnya. Vi merasakan sesak pada inti tubuhnya yang sudah ingin bersarang ke tempat yang baru. Vi langsung mengurung Ardini, rasanya belum puas dengan bibir Ardini, Vi langsung menyatukan kembali benda kenyal itu.
Vi menjatuhkan tubuhnya ke samping Ardini. Membawa Ardini tidur miring menghadapnya. Ia mengatur posisi supaya Ardini nyaman\, apalagi perut Ardini ada calon anaknya. Ia ingin melakukannya dengan perlahan\, tanpa menyakiti calon buah hatinya di perut Ardini. Tangan Vi menyusup ke bagia bawah tubuh Ardini. Menyentuh lembut\, dan meremas b*.k*ng Ardini yang membuat Ardini semkain melenguh dan merintih. Namun\, Ardini menurut saja\, saat Vi melakukan hal seperti itu\, hingga penutup bagian tubuh bawah Ardini terlepas tanpa Ardini sadari.
“Mas ....” Pekik Ardini, saat tangan Vi menyentuh sebuah lembah yang keadaannya sudah sangat basah. Tangan Ardii sampia mencengkeram kuat lengan Vi.
Vi abai dengan cengkeraman tangan Ardini yang semakin kuat. Toh punggungnya juga pernah terluka karena cengkeraman Ardini saat kejadian malam itu. Padahal kuku Ardini tidak panjang, tapi saking kerasnya cengkeraman Ardini, Vi sampai terluka punggungnya.
“Mas ....” Rintih Ardini pelas.
Mulut Vi tetap melakukan tugasnnya secara bergantian pada dua manik kecil yang menggemaskan di dada Ardini. Sedangkan tangan Vi sudah berada di lembah surgawi dan memberikan sentuhan sensual di sana. Mengusapnya pelan-pelan pada lembah itu yang sudah sangat basah.
Tubuh Ardini seketiak menggeliat, ingin melepaskan diri dari cengkeraman Vi saat tangan Vi mulai bergerak aktif. Meskipun pelan tapi pergerakan tangan Vi mampu memberikan sebuah gelenyar aneh, rasa yang baru Ardini rasakan.
“Ma—Mas ....”
Mendengar desah napas Ardini dan melihat tubuh Ardini yang menggeliat, membuat Vi semakin bersemangat menarikan jarinya di bawah sana. Vi semakin mempercepat jarinya, bergerak naik dan turun, serta memberikan sentuhan panas pada manik kecil di dalam sana yang membuat suara erangan Ardini semakin keras, bahkan sampai menjerit lirih.
Ardini terus menggeliatkan tubuhnya, ingin terbebas dari permainan Vi saat ini, yang membuat tubuhnya semakin terasa panas. Akan tetapi Ardini juga penasaran dengan rasa yang disuguhkan Vi saat ini. Apalagi saat malam itu Ardini tidak merasakan senyaman ini dengan Vi, hanya rasa takut yang Ardini rasakan malam itu.
Kedua tangan Ardini mendekap kepala Vi yang masih betah bertengger dalam dadanya. Sedangkan Vi, jari terlunjuknya semakin intens memainkan maink kecil di bawah sana, dan dua jarinya menyusup keluar masuk, meraskan lorong yang terasa sangat hangat.
“Mas ... a—aku nggak kuat, udah, Mas!” pekik Ardini yang sudah tidak bisa menahan sesuatu yang hendak memuncak di dalam raganya.
Vi tersenyum melihat Ardini yang sepertyi itu. Artinya Ardini sudah hampir sampai dan akan menikmati bagaimana spesialnya servis tangan Vi malam ini. Tubuh Ardini semakin menegang, kedua matanya semakin meremang, kedua kakinya sampai bergetar. Rasanya begitu sangat aneh bagi Ardini.
“Aaakhh ....” Teriak Ardini saat sesuatu yang ia tahan memuncak begitu saja. Membuat tubuh Ardini terasa lemas, dan melegakan sekali rasanya.
“Apa kamu suka?” tanya Vi sambil mengusap wajah Ardini yang penuh dengan keringan, tangan Vi meyingkirkan rambut yang menempel di wajah Ardini.
“Rasanya sangat aneh, Mas. Sakit, geli, tapi sangat melegakan,” jawab Ardini dengan menjabarkannya.
“Aku sudah bilang sama kamu, aku akan memberikan rasa yang belum kamu rasakan. Aku akan menghapus rasa takut, marah, dan kecewamu dengan rasa yang kamu katakan tadi. Tapi itu baru sebagian, kamu akan menikmatinya sebentar lagi, mari kita lanjutkan, Sayang,” ucap Vi.
Malam ini, Vi melakukan penyatuan tubuhnya dengan Ardini. Memberikan kenyamanan pada Ardini. Vi benar-benar menghapus rasa takut, marah, dan kecewa Ardini saat malam itu, menggantikan berjuta-juta rasa kenikmatan saat ini, hingga Ardini tak mampu lagi menolak saat Vi kembali ingin melakukannya.
"Besok lagi saja, kasihan anak kita, aku tidak mau anak kita kenapa-napa. Ayo kita mandi, lalu istirahat." Ucap Vi.