Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhentinya Waktu
Sore itu, matahari sudah hampir tenggelam, menyisakan warna keemasan yang menghangatkan langit. Han Zekki berjalan pelan di jalan setapak menuju pinggiran desa. Langkahnya terasa ringan, tapi pikirannya masih bergemuruh. Entah kenapa, pertemuannya dengan Yuna tadi… meninggalkan kesan yang aneh di hatinya. Ada rasa kagum terhadap keberanian gadis itu, tapi juga sedikit kekhawatiran. Kenapa seorang murid Sekte Langit Timur bisa punya pikiran begitu bebas dan tidak terpengaruh oleh ambisi sekitarnya?
Zekki menghela napas pelan, lalu tertawa kecil. "Aneh, ya," gumamnya sambil menendang kerikil di depannya. "Aku bahkan tidak kenal dekat dengannya, tapi sudah mikir sejauh ini, huft...."
Ia tidak sadar, dari balik pohon besar, ada sekelompok pria memperhatikannya dengan sorot mata tajam. Wajah-wajah yang dikenalnya: para murid Sekte Langit Timur yang sebelumnya ia hadapi di desa. Namun kali ini, mereka tidak datang sendiri. Bersama mereka, berdiri seorang pria yang lebih tua dengan tatapan dingin, mengenakan jubah biru dengan lambang Sekte Langit Timur di dada.
Zhao Feng, salah satu pengawal tingkat tinggi sekte, berdiri dengan tangan bersilang di dada, menatap Zekki seolah-olah dia adalah serangga yang siap diinjak. "Jadi, ini bocah yang membuat masalah tadi?" tanyanya dengan nada meremehkan.
Salah satu murid yang tadi kalah dari Zekki mengangguk cepat. "Iya, Tuan Zhao! Dia… dia mempermalukan kami! Memotong pedang kami dengan teknik aneh yang… yang bahkan tidak bisa kami lihat!"
Zekki menghentikan langkahnya, lalu mendongak sedikit, tatapannya tetap tenang. "Ah, aku sepertinya punya tamu," gumamnya pelan, tapi cukup keras untuk didengar oleh mereka.
Zhao Feng tersenyum sinis, langkahnya pelan tapi tegas menuju ke arah Zekki. "Kau berani mengganggu urusan Sekte Langit Timur, bocah? Kau tahu konsekuensinya?"
Zekki hanya mengangkat bahu, wajahnya tetap datar. "Konsekuensi, ya? Aku kira kalian yang suka cari-cari masalah, bukannya aku."
Zhao Feng tampak terkejut mendengar jawaban santai itu, tapi ia langsung menyembunyikan keterkejutannya dengan tawa keras yang berlebihan. "Kau sombong sekali bocah! Tingkat kultivasimu bahkan hanya setara Penempaan Dasar, dan kau berani melawan kami? Hahaha..."
Zekki mendengus pelan. Entahlah, tapi situasi ini jadi terasa menggelikan baginya. Tentu saja dia bisa menunjukkan kekuatannya yang sebenarnya, tapi itu akan terlalu mencolok. Bagaimanapun juga, dia masih ingin tetap bersembunyi, menyamar sebagai kultivator biasa.
"Hahh… Percayalah, aku nggak tertarik mencari masalah sama kalian," jawabnya sambil mengangkat kedua tangannya, seolah-olah menunjukkan sikap damai. "Tapi kalau kalian memang mau bertarung, ya… aku rasa kita bisa selesaikan ini di sini."
Mata Zhao Feng menyipit, dan ia menggeram. "Baik, bocah. Kau yang minta ini. Aku akan memberimu pelajaran, supaya kau tahu tempatmu!"
Zekki hanya berdiri di sana, tenang, bahkan sedikit tersenyum kecil. Dalam hatinya, dia sudah memperhitungkan segala kemungkinan. "Entahlah… rasanya mereka akan menyesal," pikirnya.
Tanpa basa-basi lagi, Zhao Feng menerjang ke arahnya, mengerahkan energi angin yang berputar mengelilingi pedangnya. Serangannya cepat, benar-benar cepat—angin di sekitar Zhao Feng berputar begitu deras hingga menimbulkan suara desing yang tajam, siap membelah apapun yang ada di depannya.
Namun, tepat ketika pedang itu hampir menyentuh tubuh Zekki, ia hanya mengangkat tangannya perlahan dan menciptakan celah kecil di udara di depannya—Void Slash.
Waktu terasa seolah berhenti. Cahaya gelap menyebar dari celah itu, memotong udara dan menciptakan retakan kecil dalam dimensi. Dalam sekejap, pedang Zhao Feng terbelah menjadi dua bagian sempurna, sementara energi angin yang ia lepaskan terhisap ke dalam celah tersebut, seolah-olah lenyap begitu saja.
Ekspresi Zhao Feng berubah dari percaya diri menjadi panik. Ia terhuyung mundur, menatap pedangnya yang sekarang tak lagi utuh. "A… apa ini?! Apa yang baru saja kau lakukan?"
Zekki menatapnya, wajahnya tetap tenang. "Itu hanya sedikit trik kecil. Kau terlalu berisik, jadi aku pikir… aku harus memberimu pelajaran soal ketenangan."
Zhao Feng menelan ludah. Tangan yang memegang pedangnya mulai gemetar, dan ia merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Dia berusaha tetap tenang, tapi dalam hatinya dia tahu, orang di depannya ini bukan kultivator biasa. Dia baru saja menggunakan teknik yang bahkan tidak bisa dijelaskan dalam dunia kultivasi yang ia pahami.
"Kau… kau bukan Penempaan Dasar, bukan?" tanyanya dengan nada takut yang tidak bisa ia sembunyikan.
Zekki tersenyum tipis, tapi tidak menjawab. Dalam pikirannya, ia mulai mempertimbangkan, apakah ia perlu membuat pria ini tidak sadarkan diri untuk menjaga rahasianya tetap aman? Namun sebelum ia sempat mengambil keputusan, suara lain tiba-tiba terdengar dari belakang.
"Han Zekki!" teriak suara itu.
Zekki menoleh dan melihat Yuna berlari mendekat. Wajahnya terlihat cemas, matanya berkilat penuh emosi. "Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan napas yang sedikit terengah.
Zekki mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja. Hanya sedikit… gangguan kecil." Ia melirik sekilas ke arah Zhao Feng yang masih mematung.
Melihat kehadiran Yuna, Zhao Feng tampak sedikit tersadar. Ia menggertakkan giginya, lalu mundur dengan wajah penuh amarah yang ditahan. "Baiklah… kau menang kali ini, bocah. Tapi ingat, ini belum berakhir!"
Zhao Feng berbalik, memberikan isyarat pada anak buahnya untuk pergi. Mereka semua mundur dengan ekspresi ketakutan, tapi Zekki bisa merasakan dendam yang tersisa dalam pandangan mereka. "Biarkan saja," pikirnya. "Mereka tidak tahu apa yang mereka hadapi."
Begitu Zhao Feng dan anak buahnya menghilang dari pandangan, Yuna menghela napas lega, lalu menatap Zekki dengan sorot penuh kekhawatiran.
"Kenapa kau selalu cari masalah, sih?" tanyanya sambil menggelengkan kepala. "Kau tahu, mereka itu bukan tipe orang yang akan melupakan ini begitu saja. Mereka pasti akan kembali dengan lebih banyak orang."
Zekki tertawa kecil, seolah-olah hal itu bukan masalah besar. "Entahlah… mungkin aku memang agak terlalu senang bikin masalah," jawabnya dengan nada bercanda, meski dalam hatinya dia tahu bahwa keputusan untuk berkonfrontasi tadi bukanlah tanpa alasan.
Yuna menatapnya, mencoba mencari jawaban di wajahnya. "Kau ini… aneh sekali. Orang lain pasti akan berusaha menghindar dari masalah, tapi kau malah seolah… menikmati situasi ini."
Zekki menggaruk kepalanya sambil tertawa kecil. "Mungkin. Atau mungkin juga aku hanya tidak suka melihat orang-orang sombong sok berkuasa. Mereka pikir mereka bisa menginjak-injak orang lain hanya karena mereka punya kekuatan sedikit lebih tinggi."
Mata Yuna melembut. Dia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam cara pandang Zekki. Sebagian besar kultivator yang ia kenal, terutama di Sekte Langit Timur, hanya peduli pada kekuasaan dan keegoisan masing-masing. Tapi pria ini… dia terlihat seperti seseorang yang punya prinsip, meski caranya menyampaikan itu agak tidak biasa.
"Apa kau… pernah mengalami sesuatu yang buruk di masa lalu, sehingga kau punya pemikiran seperti ini?" Yuna bertanya hati-hati, takut menyentuh topik yang mungkin sensitif.
Zekki terdiam sejenak, lalu menatap ke arah langit senja yang semakin gelap. Kilasan kenangan masa lalu berkelebat di benaknya—masa ketika dia masih muda, lemah, dan hanya bisa pasrah ketika dipermainkan oleh orang-orang yang lebih kuat.
"Aku rasa, semua orang punya masa lalu," jawabnya pelan. "Beberapa hal memang mengubah cara kita melihat dunia… dan mungkin, membuat kita ingin mengubah dunia itu sendiri."
Yuna menatapnya, ada kehangatan dalam tatapannya. Ia merasa mengerti, meskipun Zekki tidak mengatakan banyak. "Aku mengerti," katanya, lalu tersenyum kecil. "Kalau begitu, aku harap kau berhasil dengan perubahan yang kau inginkan."
Zekki hanya tersenyum, lalu menepuk bahu Yuna ringan. "Kau juga. Berhati-hatilah. Dunia ini tidak seindah yang kita bayangkan."
Yuna tertawa kecil, meski ada sedikit kepedihan dalam tawa itu. "Ya, aku sudah mulai menyadarinya."
Mereka berdiri di sana, dalam keheningan yang penuh pengertian. Meskipun mereka baru saja bertemu, ada semacam ikatan yang terbentuk di antara mereka, sebuah pemahaman tanpa kata-kata.
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan