Di tahun 70-an, kota ini penuh dengan kejahatan yang berkembang seperti lumut di sudut-sudut gedung tua. Di tengah semua kekacauan, ada sebuah perusahaan detektif swasta kecil tapi terkenal, "Red-Eye Detective Agency," yang dipimpin oleh Bagas Pratama — seorang jenius yang jarang bicara, namun sekali bicara, pasti menampar logika orang yang mendengarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Bagas dan Siti segera meninggalkan gedung keluarga Wirya, membawa semua bukti yang mereka temukan di Kamar Tertutup. Udara malam yang dingin terasa menambah ketegangan di sekitar mereka. Bagas tahu bahwa apa pun yang terjadi, bukti-bukti ini harus sampai ke tangan pihak berwenang secepat mungkin.
Mereka masuk ke mobil dan melaju menuju kantor polisi, tetapi Bagas merasakan firasat buruk. Sepanjang perjalanan, matanya sesekali memeriksa kaca spion, dan kecurigaannya terbukti benar — dua mobil hitam dengan lampu yang dimatikan terus mengikuti di belakang mereka.
“Siti, kita sedang diawasi. Sepertinya Hasan sudah menyadari langkah kita,” ujar Bagas dengan nada tegang, namun tetap tenang.
Siti menoleh ke belakang, melihat dua mobil itu semakin mendekat. “Pak, kalau mereka tahu kita membawa bukti ini, mereka pasti akan mencoba menghentikan kita!”
Bagas mengangguk, mempercepat laju mobil sambil berpikir cepat. “Kita harus keluar dari jalan utama. Aku tahu sebuah tempat yang bisa kita gunakan untuk bersembunyi sementara.”
---
Pertarungan di Gedung Tua
Bagas membawa mobil keluar dari jalan raya, memasuki area bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan. Mereka keluar dari mobil dan berlari menuju gedung tua yang tampak seperti bekas pabrik, mencoba menghindari pengejaran. Namun, dua mobil hitam itu berhenti tidak jauh dari mereka, dan beberapa pria bertubuh kekar keluar, terlihat siap untuk menghadang mereka.
“Bagas! Keluarkan bukti itu, atau kami akan membuat ini berakhir di sini!” teriak salah satu pria dengan nada ancaman.
Bagas dan Siti terjebak. Mereka tahu bahwa menyerahkan bukti berarti memberi Hasan kebebasan untuk menghapus semua jejak, tetapi melawan mereka dalam situasi ini bisa jadi keputusan yang berisiko. Namun, Bagas dan Siti sudah terlalu jauh untuk menyerah begitu saja.
Bagas menatap Siti, memberi isyarat untuk tetap diam. “Siti, kau harus mencari jalan keluar. Aku akan menahan mereka di sini.”
Siti menggeleng dengan wajah khawatir. “Pak Bagas, saya tidak akan meninggalkan Bapak sendirian!”
Namun, Bagas tetap kukuh. “Ini satu-satunya cara, Siti. Kita tidak bisa biarkan mereka mengambil bukti ini.
Saat Siti berlari menjauh, Bagas memutar otaknya untuk mengulur waktu. Ia tahu, jika para pengejar mengetahui Siti membawa bukti, segalanya bisa berakhir buruk. Dengan kecepatan penuh, Bagas melompat ke belakang beberapa tumpukan barang di pojok ruangan untuk menyiapkan pertahanan.
Ketiga pria bayaran Hasan maju dengan tatapan penuh kebencian, tubuh mereka bersiap menerjang.
“Kami peringatkan, Detektif! Berhenti bersembunyi dan serahkan bukti itu!”
Bagas menampilkan dirinya sedikit, membuat para pria itu yakin bahwa ia masih membawa semua bukti. Dengan langkah penuh keyakinan, mereka mendekat, memutar di sekitar tumpukan barang. Begitu mereka tiba cukup dekat, Bagas menendang satu tumpukan logam kecil, menciptakan suara keras yang memecah keheningan malam dan mengecoh perhatian mereka.
Dengan reflek cepat, Bagas menunduk, menghindari serangan pertama, dan membalas dengan pukulan ke arah perut salah satu pria yang terdekat. Pria itu tersungkur sambil mengerang kesakitan, tetapi dua pria lainnya segera maju dengan pukulan bertubi-tubi yang berhasil Bagas hindari dengan lincah.
---
Meloloskan Diri dari Pengejaran
Sementara itu, Siti berlari tanpa henti di lorong belakang gedung tua. Setiap langkah terasa berat, namun ia tahu bahwa bukti yang ia bawa adalah satu-satunya jalan untuk menghancurkan Bayangan. Dalam pelariannya, ia menemukan pintu keluar darurat, namun suara langkah kaki mulai terdengar semakin dekat.
Saat itu, ponsel Siti bergetar. Sambil tetap berlari, ia mengangkatnya dengan tangan bergetar.
“Pak Bagas, di mana Bapak?!” suaranya terdengar putus asa, mengkhawatirkan keselamatan atasannya.
“Siti, terus lari dan temukan tempat aman. Aku akan menyusul. Jangan khawatirkan aku,” jawab Bagas dengan suara tegas dari ujung sana.
Siti menggigit bibir, merasa ragu, tetapi ia tahu bahwa tidak ada waktu untuk berdebat. Tanpa menoleh ke belakang, ia kembali berlari, masuk ke dalam gang sempit yang membuatnya sedikit lebih terlindungi dari pandangan para pengejar.
---
Bagas Terdesak
Bagas yang mulai kelelahan berusaha tetap mengatasi serangan-serangan bertubi-tubi dari dua pria yang tersisa. Dengan seluruh tenaga yang tersisa, ia melawan, menghindari pukulan sambil mencari celah untuk melarikan diri.
Tepat ketika salah satu pria hendak menyerangnya dari belakang, Bagas berhasil menendang sebuah tong kayu yang tergeletak di lantai. Tong itu berguling dengan keras, cukup membuat pria itu tersandung dan jatuh. Bagas mengambil kesempatan itu untuk berlari menuju pintu lain yang mengarah keluar gedung.
Namun, sebelum berhasil mencapai pintu, salah satu pria itu berteriak. "Tangkap dia! Jangan biarkan dia kabur!"
---
Pertemuan Kembali dengan Siti
Begitu berhasil keluar dari gedung, Bagas berlari menuju tempat pertemuan yang mereka sepakati sebelumnya. Ia menemukan Siti yang tengah bersembunyi di belakang tumpukan kardus di ujung gang gelap, berusaha mengatur napasnya. Melihat Bagas datang, Siti merasa lega, namun wajahnya masih tampak ketakutan.
“Pak, mereka pasti masih mengejar kita,” ucap Siti sambil mencengkram bukti-bukti di tangannya.
Bagas mengangguk, dengan cepat mengambil kembali dokumen-dokumen itu dan memutuskan langkah berikutnya. “Kita harus segera keluar dari sini dan menuju kantor polisi terdekat. Tidak ada waktu lagi.”
Namun, ketika mereka hendak beranjak, suara deru mobil terdengar mendekat. Dua mobil hitam berhenti di ujung gang, dan beberapa pria segera keluar, mengepung mereka dari segala arah.
---
Pertarungan Terakhir di Gang Sempit
Bagas dan Siti tersudut, dikelilingi oleh para pria bayaran Hasan yang kini tak ragu lagi untuk menggunakan kekerasan. Dengan cepat, Bagas mengamankan Siti di belakangnya, mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan berikutnya.
Pria-pria itu mendekat dengan penuh ancaman, salah satunya berbicara dengan suara dingin. “Detektif, ini kesempatan terakhir kalian. Serahkan bukti itu atau kami akan menghabisi kalian di sini.”
Bagas tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. “Kalau kami menyerahkan ini, semua orang tak bersalah yang jadi korban kalian tidak akan mendapatkan keadilan. Jadi, kalian harus berurusan dengan kami dulu.”
Tanpa basa-basi lagi, salah satu pria melayangkan tinjunya ke arah Bagas, yang dengan sigap menghindar dan membalas dengan pukulan keras ke rahang pria tersebut. Siti, meski ketakutan, mencoba membantu dengan menyerang salah satu pria yang mendekat.
Perkelahian sengit terjadi di gang sempit itu, Bagas dan Siti berjuang dengan seluruh tenaga, meskipun jumlah mereka kalah. Namun, terdesak oleh para pria bayaran yang semakin agresif, mereka mulai kelelahan.
---
Bantuan yang Tak Terduga
Di saat yang hampir putus asa, suara sirene polisi terdengar dari kejauhan. Cahaya lampu polisi mulai tampak, menerangi kegelapan gang tempat mereka bertarung. Para pria bayaran Hasan yang mendengar sirene segera panik, menyadari bahwa mereka tidak akan bisa melawan kepolisian.
Dengan cepat, mereka melarikan diri menuju mobil mereka, meninggalkan Bagas dan Siti yang terengah-engah namun selamat. Beberapa petugas polisi turun dari mobil, membantu Bagas dan Siti yang kelelahan dan memeriksa bukti-bukti yang mereka bawa.
“Pak Bagas, Anda baik-baik saja?” tanya salah satu polisi.
Bagas mengangguk sambil menyerahkan dokumen-dokumen yang berhasil mereka selamatkan. “Ini adalah bukti yang mengaitkan Hasan Setiawan dengan jaringan Bayangan. Pastikan ini berada di tangan yang tepat.”
---
Akhir dari Bayangan
Pagi harinya, berita tentang Hasan Setiawan dan keterlibatannya dalam jaringan Bayangan menyebar luas di berbagai media. Dengan bukti yang diserahkan oleh Bagas dan Siti, polisi segera menangkap Hasan beserta rekan-rekannya yang terlibat. Jaringan Bayangan mulai runtuh, satu per satu anggotanya diadili, dan rahasia gelap mereka akhirnya terbuka di hadapan publik.
Bagas dan Siti menyaksikan berita itu dengan perasaan lega sekaligus puas. Meskipun jalan yang mereka tempuh berbahaya, perjuangan mereka akhirnya membuahkan hasil. Bayangan yang selama ini menghantui kota itu akhirnya sirna.
Siti tersenyum ke arah Bagas. “Pak, akhirnya kita berhasil. Kota ini bebas dari Bayangan.”
Semangat.