Kematian kakak Debora, Riska, sungguh membuat semua keluarga sangat berduka.
Riska, meninggal saat melahirkan anak pertamanya. Tubuhnya yang lemah, membuat dia tidak bisa bertahan.
Karena keadaan, semua keluarga menginginkan Debora, menggantikan
posisi kakaknya yang sudah meninggal, menjadi istri kakak iparnya.
Debora terpaksa menerima pernikahan itu, karena keponakannya yang masih bayi, perlu seorang Ibu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5.
Setelah Debora selesai memberi ponakannya sarapan, dia kembali membawa masuk bayi kakaknya tersebut ke dalam Mansion.
Setelah kenyang Arthur sepertinya mau tidur lagi, terlihat dari matanya yang berat, ingin di pejamkan lagi.
Debora tersenyum lucu melihat raut wajah ponakannya itu, yang terlihat begitu imut, dengan mulut mulai terbuka karena akan tertidur lagi.
Cup!
Debora memberikan ciuman lembut ke pipi tembem Arthur, dia begitu gemas melihat ponakannya itu, diam saja mendapatkan ciuman darinya.
Nita mengikuti Debora dari belakang, mereka pun masuk ke dalam Mansion.
Samar-samar Debora mendengar suara ribut dari ruang keluarga, sepertinya kakak iparnya kedatangan tamu.
Debora terus berjalan menuju tangga, dan suara-suara berdebat itu jadi semakin jelas di dengar Debora.
"Aku tidak pernah menginginkan dia menjadi istriku, Mama yang ribut terus, harus dia yang menggantikan Riska, apa Mama tidak pernah memikirkan perasaanku, aku merasa canggung menikah dengan adik iparku sendiri, melihatnya saja aku tidak suka, perasaanku tidak nyaman melihat anak ingusan seperti dia!" teriak kakak ipar Debora dengan penuh amarah.
Ternyata Ibu kakak iparnya, yang sedang berdebat dengan kakak iparnya.
Langkah kaki Debora berhenti mendengar teriakan kakak iparnya itu, gadis itu membeku di tempatnya mendengar apa yang di teriakkan kakak iparnya.
"Victor! kamu harus membiasakan diri, hanya Debora yang pantas menjadi Mama Arthur, dia gadis baik, dia bersih dari rumor yang memalukan, menikah dengan Debora, akan menjaga aset kita tetap aman dari, wanita-wanita yang tidak jelas itu, yang begitu banyaknya mengejarmu!" teriak Ibu Victor dengan penuh amarah juga.
"Tapi, setidaknya bukan seorang gadis ingusan seperti dia!" teriak Victor dengan emosi.
"Dia bukan gadis ingusan lagi Victor, dia seorang gadis mandiri, dia sudah di atas usia dua puluh tahun!" sahut Ibu Victor dengan tajam.
"Terserah apa kata Mama, bagiku sama saja, dia masih gadis kecil, yang suka menang sendiri!" sahut Victor dengan nada jengkel.
"Dari mana kamu tahu dia suka menang sendiri?" tanya Ibu Victor marah.
"Riska pernah cerita padaku, kalau dia adik yang keras kepala, mau menang sendiri, dan tidak suka di atur, buktinya dia tidak mau tinggal dengan ke dua orang tuanya!" sahut Victor dengan nada marah juga.
"Kamu tidak bisa hanya mendengarkan apa yang di katakan Riska, kamu bisa menanyakannya pada Debora, kenapa dia memilih tinggal di kota lain, dari pada dengan orang tuanya!" sahut Ibu Victor lagi, tidak setuju dengan penjelasan dari Riska saja.
"Jadi, menurut Mama, Riska berbohong?" tanya Victor dengan nada tajam.
"Tidak juga, tapi...kita harus tahu juga dari penjelasan Debora!" sahut Ibu Victor.
"Aku tidak ingin mendengar penjelasan dari dia, apa yang di katakan Riska, itulah yang benar!" kata Victor.
"Terserah apa yang kamu katakan, sekarang kalian sudah menikah, dia sudah menjadi istrimu, jadi kamu harus membiasakan diri dengannya, kalian sekarang adalah orang tua Arthur!" sahut Ibu Victor.
"Aku tidak bisa menerimanya menjadi istriku, ini demi Arthur, aku terpaksa menerima nya sebagai pengasuh Arthur saja, sampai Arthur sudah besar, kami harus bercerai, karena aku tidak begitu nyaman dengannya!" sahut Victor dengan tegas.
"Victor! tidak bisa! kalian tidak boleh bercerai! apa pun yang terjadi, kalian tidak boleh bercerai, camkan itu!" teriak Ibu Victor dengan penuh amarah.
Tubuh Debora menggigil mendengarkan pembicaraan kakak ipar, dan Ibu kakak iparnya tersebut.
Dia tidak menyangka, selama masih hidup, ternyata kakak kandungnya, tidak menyukai dirinya.
Dengan langkah perlahan, karean kakinya yang terasa gemetar, mendengar yang seharusnya tidak ia dengar.
Debora melangkah menaiki anak tangga dengan perasaan yang begitu sakit, mendengar kenyataan tentang penilaian kakak iparnya, tentang dirinya.
Bersambung.....