Lingga terpaksa menjadi pasangan pengantin saat ia sedang bersembunyi di salah satu ruangan yang di jadikan ruang make up pengantin.
Lalu bagaimana nasib Lingga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humairah_bidadarisurga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28
Lingga memeluk tubuh Diko erat dan pelukannya begitu terasa hangat sekali, hingga Diko merasa nyaman. Inikah arti sesungguhnya mencintai, senyaman ini? Setakut ini kehilangan atau di tinggal? Dulu Anggie pergi di hari pentingnya, Diko hanya syok tapi tidak sekacau ini. Diko hanaya takut apa kata orang jika pernikahannya batal, itu saja. Apakah itu bukan mencintai yang sesungguhnya?
"Maafkan Lingga, ya, Mas. Lingga terlalu picik untuk melihat ketulusan Mas Diko," ucap Lingga dengan suara lirih sekali.
Diko merubah posisinya dan kini memeluk Lingga dengan erat juga. Pelukan yang takut aka kehilangan, pelukan yang menandakan agar Lingga tetap stay bersama dirinya dan berjanji untuk tidak meninggalkan dirinya.
"Jangan pernah mencoba ingin pergi dariku Lingga. Aku tidak tahu, bagaimana jika aku harus menjalani kehidupan ini tanpa kamu? Aku sudah terlalu nyaman dan di manjakan oleh kamu, Lingga," ucap Diko pelan.
Jelas anggukan Lingga terasa di kepala Diko.
"Lingga gak akan pergi, kalau Mas Diko juga tidak ingin pergi dari Lingga," jawab Lingga begitu singkat dan bertele -tele. Intinya selama Diko masih ingin bersama Lingga, maka Lingga juga akan tetap bertahan menemani Diko dan tak akan meninggalkannya.
Diko mengendurkan pelukannya dan mendongakkan wajahnya ke arah Lingga yang sejak tadi duduk berjongkok.
Diko langsung berdiri dan mengangkat tubuh mungil Lingga dan di bawa ke kasur.
Lingga hanya diam, ia tahu, Diko menginginkan itu sejak pagi tadi. Benar saja Diko langsung menindihnya. diko langsung mencium bibir Lingga pelan sekali. Diko ingin menikmati sisa liburan bulan madu ini dengan tenang. Ciuman tu begitu lama, lidah keduanya mulai bermain dan saling *******.
Diko mulai mengikuti nalurinya dan mulai meremas gundukan dua bukit yang begitu kenyal dan selama ini sudah sering di lihatnya. Ciuman itu di lepas dan kini Diko mulai menikmati leher jenjang lingga yang putih dan mulus tanpa ada noda sedikit pun kecuali jejak merah yang tercetak ada di beberapa bagian lehernya.
Napas Diko mulai tersengal dan ia mulai kalap. Dengan cepat Diko membuka resleting daster Lingga yang kemudian menyembulkan dadanya yang sudah tak memakai bra dan menggantung lemah tak berdaya namun kuncupnya sudah terlihat mengeras.
Diko memilin kuncup mengeras itu dengan gemas dan mulai mengecupi semua tubuh Lingga secara merata tanpa terlewati satu inchi pun. Diko langsung mengangkat tubuh Lingga agar terduduk dan mebuka daster itu dengan cepat. Ia sendiri juga membuka kaos oblongnya dan boxernya lalu di lempar ke segala arah. Pusakanya menggantung dan mulai menegak sempurna.
Diko kembali menindih Lingga dan ******* kuncup keras itu perlahan tapi pasti hingga tertarik sedikit sampai Lingga merasa kesakitan.
"Awww ... Sakit Mas," rintih Lingga yang sudah tak di hiraukan lagi oleh Diko.
Tangan Diko mulai menuju ke arah bawah. Bnear saja gua itu sudah basah dan licin. Diko mengusap pelan dan kepalanya mulai turun untuk mencium gundukan yang ada di sekitar gua dan memberikan sensasi luar biasa dan jelas respon Lingga begitu cepat seperti tersengat listrik. Kedua mata Lingga terbuka lebar dengan bibir sedikit menagnaga merasakan betapa nikmat jari dan lidah Diko bermmain di sana.
Hanya leguhan dan teriakan kecil yang terdengar kenikmatan dari bibir mungil Lingga.
Diko sendiri mulai mendidih, adrenalinnnya mulai terpacu melesat hingga ubun -ubun. Pemanasaan yang sangat cukup untuk memberikan efek ingin dan cepat tersalurkan.
Perlahan Diko naik kembali ke atas dan mencium bibir mungil Lingga lalu tangannya mengarahkan pusakanya pada pintu masuk gua yang sudah terbuka lebar dan menganga. Lingga sudah menunggu dan menahan napas untuk tidak cepat selesai lebih dulu. Alankah baiknya ia menahan dan mengikuti alur permainan Diko yang sudah tak kuasa di tahan.
Gerakan maju mundur adalah gerakan andalan Diko. Dengan gerakan itu, Diko bisa mengontrol arus keluar masuk yang bisa menahan kapan ia cepat memuncak atau menahan dulu untuk memuaskan hasratnya.
Rasa di dada mulai trsengat listrik, Diko segera mmberhentikan gerakan itu dan membuat Lingga mulai pasrah. Diko memang paling suka menunda dan menahan Lingga untuk cepat lemas. Maksudnya agar keduanya bisa menikmati dengan enak.
"Kamu di atas ya, sayang. Aku ingin melihat semangat pagimu," bisik Diko sambil menggigit kuping Lingga dengan lembut.
Lingga hanya mengangguk kecil dan langsung berganti posisi. Diko yang sdah merebahkan tubuhnya denagn Lingga yang duudk di atas perutnya membuat pusakannya bisa masuk ke dalam gua dengan bebas juga. Ujung buntu gua pun terasa menggesek ujung pusakanya yang terkira rasa nikmatnya, dan tidak bisa di ucapkan dengan kata akata. Diko hanya bisa mengungkapkan dengan senyuman puas dan wajah yang terlihat menikmati dengan kedua mata yang merem melek tak bisa menahan rasa enak itu.
"Ohh beginikah rasanya melayang ke langit ketujuh," batin Diko di dalam hati sambil menatap Lingga yang bersemangat memacu tubuhnya seperti sedang naik kuda di arena pacuan kuda. Ia terus menggeakkan tubuhnya naik turun hingga keringatnya keluar dan mengucur deras dari keninganya. Kedua mata Lingga terpejam dan napasnya memburu. bibirnya terlihat membuka sedikit dan akhirnya gerakan itu tak terkontrol membuat Diko kepayahan. Dengan cepat Diko memutar tubuh Lingga untuk segera berubah posisi dan Diko mengeksekusi penyelesaiannya dengan sempurna.
"Huhhhh ...." ucap keduanya serempak.