Raya, Jenny, Nabilla, dan Zaidan. Keempat gadis yang di sangat berpengaruh di salah satu sekolah favorit satu kota atau bisa dibilang most wanted SMA Wijayakusuma.
Selain itu mereka juga di kelilingi empat lelaki tampan yang sama berpengaruh seperti mereka. Karvian, Agam, Haiden, dan Dio.
Atau bagi anak SMAWI mereka memanggil kedelapannya adalah Spooky yang artinya seram. Karena mereka memiliki jabatan yang tinggi di sekolahnya.
Tentu hidup tanpa musuh seakan-akan tidak sempurna. Mereka pun memiliki musuh dari sekolah lain dimana sekolah tersebut satu yayasan sama dengan mereka. Hanya logo sekolah yang membedakan dari kedua sekolah tersebut.
SMA Rajawali dan musuh mereka adalah Geng besar di kotanya yaitu Swart. Reza, Kris, Aldeo, dan Nathan. Empat inti dari geng Swart dan most wanted SMAJA.
Selain itu ada Kayla, Silfi, Adel, dan Sella yang selalu mencari ribut setiap hari kepada keempat gadis dari SMAWI.
Dan bagaimana jika tiba-tiba SMAJA dipindahkan ke sekolah SMAWI?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oreonaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 04 : Semakin Bruntal
“Sumpah! Greget banget sama kejadian tadi. Kalau gak dipisah sama teriakan Pak Ahmad, gue bakal ancurin tu muka Mak lampir.” Gerutu Zai.
Sedari tadi Zai dengan wajah merah menahan amarah menceritakan kejadian tadi. Kejadian di mana Zai, Jenny dan Billa dengan sangarnya menarik rambut Kayla, Silfi, Sella dan Adel. Sampai niatan baik ingin memisahkan dari para laki-laki tidak mempan dan berakhir sang guru BK alias Pak Ahmad dengan suara menggelegar nya berteriak untuk memisahkan ajang perkelahian perempuan ini.
Karena Jenny serta yang lainnya tidak ingin berurusan dengan Pak Ahmad, mereka diam-diam kabur dari kantin.
“Demi sempak Aiden hello Kitty benci banget gue sama Mak lampir. Awas aja kalau ketemu lagi, enak aja hina teman gue.” Kata Jenny.
“Gedek gue.” Decak Nabilla dengan wajah menahan emosi seperti belum ter tuntaskan.
Billa, Jenny dan Zai sedang berjalan menuju UKS menghampiri Vian dan Raya. Di belakang mereka pun ada Aiden, Agam dan Dio yang hanya mengikuti tiga putri itu ke mana saja.
Cklek
Pintu UKS dibuka Billa. Masuk dan berjalan sampai ke tirai terakhir sesuai yang dikirim pesan Raya tadi.
“RAYA LO GAK APA-APA KAN?” Teriak Zai sembari membuka tirai kasar. Untungnya tidak sampai lepas.
“Weh! Bar-bar amat, ingat ini UKS bro.” Ujar Dio sedikit mendorong Zai pelan. Zai mendengus dan langsung duduk di samping Raya.
Raya sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian olahraga miliknya. Untung baju olahraganya selalu ia tinggal di loker. Dan sekarang ia hanya berdiam diri di ranjang sembari bermain ponsel sebelum teman-teman rusuhnya datang.
“Lo gak apa-apa?” Tanya Jenny.
Raya menggeleng, “Gak apa-apa, udah ganti baju juga tadi.” Ujarnya santai.
“Parah gak? Ke rumah sakit aja kalau parah, Ray.” Agam terlihat sedikit khawatir. Ia sepupu dari keluarga mendiang Ibunya Raya.
“Enggak usah, Cuma kena jus jeruk aja gak kena kuah bakso yang sampai diobati. Aiden juga gak usah khawatir kayak gitu, tenang.” Katanya dan menjawab apa yang dipikirkan oleh Aiden.
Mendengus kesal, “Gawat kalau gue mikir macem-macem nih. Ada pawang otak hati manusia.” Ujarnya kesal.
Tertawa. Kelebihan seorang Raya memang diketahui oleh teman-temannya. Hanya mereka lah yang tau dan satu orang dari masa lalu Raya. Sahabat terbaiknya.
“Ray, Vian mana?” Tanya Billa.
“Ke kantin beliin makanan. Tadi perut gue bunyi malu-maluin tau gak.” Runtuk Raya mengingat kejadian tadi.
Flashback
“Hati-hati.”
Vian terlihat khawatir. Mendudukkan Raya perlahan ke ranjang UKS takut kalau ia terlalu kasar dan terkena lukanya.
“Lo bawa baju ganti?” Tanya Vian.
Raya menggeleng sedikit meringis perih disekitar perutnya. “Tapi gue ada baju olahraga di loker gue.”
Vian mengangguk, “Gue ambilin bentar sama gue panggilin PMR buat bantu Lo.”
Vian meninggalkan Raya sendiri di UKS. Gadis menggeleng dengan tawa tipis, “Padahal gue gak kenapa-kenapa juga.”
Tidak butuh lama lagi, Vian datang dengan membawa baju olahraganya serta membawa satu anggota PMR. Dilihat sepertinya adik kelasnya.
“Tolong bantu dia. Ray, gue diluar dulu.” Vian meninggalkan Raya bersama adik kelasnya.
Raya mengangguk menatap punggung Vian sampai pintu tertutup.
“K-kak biar a-aku bantu.” Gugup Sasa.
Raya tersenyum tipis, “Sebenarnya sih gak usah, gak kenapa-kenapa juga. Kamu kelas 11 IPS 2?”
Mengangguk. Sedikit tenang karena ternyata Raya tidak seperti yang dibicarakan. Meskipun sedikit kaget dan kikuk.
Raya berganti pakaiannya dibantu oleh Sasa. Dan membantu menghilangkan bau jeruk dari tubuhnya. “Kak, ini aku ada minyak wangi. Tapi kalau kakak gak suka baunya gak apa-apa.”
Raya mengambil botol berisikan minyak wangi itu dan menghirupnya. “Kopi? Suka kok, aku pakai ya. Makasih Sasa.”
Sasa mengangguk dan tersenyum senang.
“Terima kasih Sasa.” Selesai. Raya tersenyum tipis lagi.
Sasa mengangguk dan pamit keluar UKS. Diangguki oleh Raya. Sasa keluar dan tersentak kaget karena saat ia membuka pintu sudah disuguhkan oleh tatapan mematikan dari Kakak kelasnya. Siapa lagi kalau bukan Vian.
Ternyata Vian menunggu di luar tepat di depan pintu UKS. Menatap pintu UKS gelisah.
“K-kak, i-itu Kak Raya udah aku bantu ganti bajunya sama udah aku liat gak ada yang luka.” Ujarnya gugup.
Vian mengangguk, “Thanks.” Setelah itu ia langsung masuk ke dalam UKS.
Di dalam Raya bersandar pada dinding UKS. Menghubungi temannya karena spam mendadak dari mereka.
“Ray,”
Raya menoleh saat namanya di panggil. Ternyata Vian.
“Ya?”
“Lo bener gak apa-apa? Gak ke rumah sakit aja?” Tanya Vian.
Ni anak khawatir amat. Otaknya ribut banget dah.
Mengangguk mantap, “Iya gak apa-apa, gak ada luka juga.”
Mengangguk pasrah. Vian duduk di kursi yang disediakan. Mereka hening tidak ada yang membuka pembicaraan lagi. Vian yang fokus menatap Raya dan Raya hanya diam mengalihkan pandangannya ke arah samping.
Tiba-tiba,
Kriuk!
Mampus!
Raya merutuki dirinya sendiri. Terkutuk lah kau, kenapa lapar tidak pada hal yang tepat? KENAPA!!
Vian menahan tawanya, “Lo laper?”
Gadis itu hanya diam menunduk sibuk merutuki dirinya sendiri.
Tanpa ba-bi-bu, Vian berdiri. “Gue keluar dulu beliin Lo makanan. Tunggu disini.” Perintah Vian tidak dapat diganggu gugat.
Flashback off
Raya izin dari kelasnya sampai bel pulang tiba. Sangat membosankan karena teman-temannya masuk kelas. Iya sih, ia yang menyuruhnya untuk tidak ikut izin atau membolos bersama. Ia gunakan waktu untuk menunggu waktu pulang tiba, tidur. Bagus bukan?
Tapi baru saja ia ingin menutup mata suara terbuka pintu UKS membuatnya membuka mata. Ia pikir mungkin ada yang sakit selain dirinya. UKS tempat umum woy.
Membiarkan, Raya melanjutkan tidurnya yang tadi tertunda. Pendengarannya mendengar suara ranjang UKS sebelahnya ditiduri. Tapi anehnya ia merasakan ditatap. Sampai suara yang ia kenal terdengar.
“Soraya.”
Suara datar dan terkesan dingin. Ia tau suara siapa itu. Reza Raditya Prayoga. Ketua geng dari Swart yang terkenal dengan kebrutalannya.
Ia tidak membuka matanya. Tetap pada posisi awalnya berbaring terlentang, selimut sampai area perut dan tangannya di samping kanan kiri.
“Entah kenapa gue ngerasa Lo deket banget sama gue. Lo gak orang asing atau apa pun itu.”
Raya langsung membuka matanya dan menoleh ke samping kanan. Mata mereka langsung bertemu. Mereka saling pandang dengan keheningan.
...
...
“JENNY AGUSTINUS!”
Sang empu yang dipanggil langsung menutup telinganya dengan kedua tangannya. Menatap malas ke arah seorang gadis caper di depannya ini.
“Apa? Gak usah caper ke gue bisa?” Ujar Jenny malas.
“LO!”
“Akh!”
Jenny berdiam diri di kelas bersantai bersama teman-teman sekelasnya. Untungnya gurunya tadi keluar karena ada urusan mendadak yang datang di tengah pembelajaran. Berakhir jam kos. Tapi tidak etis nya anak sekolah sebelah yang tidak lain adalah SMA Rajawali. Lebih tepatnya Silfi. Tamu yang tak diundang datang ke kelas Jenny. Sialnya tidak ada Zai dikelas.
Silfi datang seperti orang kesetanan dan langsung menjambak rambut Jenny keras.
“LO APA-APAAN HAH?!” Teriak Jenny emosi sembari sedikit meringis karena tarikan kuat dari Silfi.
“Kalau jalang ya tetep jalang.” Ujar Silfi setelah mereka dapat dipisahkan.
Jenny membulatkan matanya. “BANGSAT!” Umpatnya dan langsung menyerang Silfi dengan kekuatan emosinya.
“Aakh!” Pekik Silfi.
Jenny dengan ganasnya menjambak rambut Silfi meskipun Silfi membalas hal yang sama tetapi tarikan kuat Jenny tidak dapat tergantikan.
“Lepasin ah!” Ujar Silfi melepas paksa tangan Jenny dari rambutnya.
“Maksud Lo apa hah? Ngatain gue jalang, Lo yang jalang. Caper Lo tau!” Ujar Jenny menggebu-gebu terlihat dari nafasnya yang tersengal-sengal dan menatap tajam Silfi.
“Caper? Lo yang caper. Maksud Lo apa deketin Kris? Lo mulai suka? Gue kasian sama temen-temen Lo dikhianati sama temen sendiri.”
Jenny mengernyit heran, “Maksud Lo apa? Kalau Lo mau jebak gue dengan drama konyol lo, sorry gue gak berpengaruh.”
Kelas Jenny ramai siswa siswi lain. Siswa sekolahnya dan siswa dari sekolah lain. Menatap mereka berdua dengan berbagai pandangan.
Silfi menatap tajam Jenny, “Jalang tetep jalang. Laki-laki satu gak bakal puas. Eh! Tapi kan temen Lo juga jalang jadi ya sifatnya bakal sama.”
Emosi Jenny tidak dapat dibendung lagi. Dengan kasar ia mendorong Silfi sampai terjatuh ke lantai.
“Kyak!” Buk!
“Bangun Lo!”
Jenny menarik Silfi agar bangun dan ia jatuhkan kembali. Ia lakukan seperti itu berulang kali sampai Silfi terengah-engah karena tidak siap dan tidak kuat.
“Lo boleh ngehina gue tapi jangan sampai Lo ngehina sahabat gue. Apa lagi hinaan yang keluar dari mulut busuk Lo.” Kata Jenny dengan wajah datar dan tatapan tajam. Menarik rambut Silfi sampai kepala gadis itu menengadah ke atas. Silfi tidak berdaya duduk di lantai.
Jenny berdiri dan menggeret Silfi dengan menarik rambut gadis itu.
“AKH! LO GILA? LEPASIN! AKH!”
Seolah tidak mendengarkan ucapan Silfi. Jenny tetap menggeret gadis itu menggunakan rambut gadis itu sendiri sampai di tengah lapangan SMA Wijayakusuma.
“JEN!”
Jenny menoleh. Tatapan yang semula tajam dan dingin berubah lunak. Senyuman terbit di bibir manisnya. Di sana ada teman-temannya yang sedang berlari menghampiri dirinya.
“Lo ngapain?” Tanya Agam tersirat khawatir terhadap Jenny. Saat menatap mata Jenny yang kosong padahal ia sedang tersenyum manis.
Raya yang tadi memanggil Jenny mulai menatap cemas. Mengalihkan perhatiannya kepada tangan Jenny yang masih senantiasa menarik rambut Silfi.
Berjongkok tepat di depan Silfi yang meringis nyeri di area kepalanya.
“Lo cantik tapi otak Lo gak pernah dibuat berpikir.” Ujar lembut Raya dengan senyuman tipis dan tatapan tajam. Sembari mengangkat dagu Silfi dengan jari telunjuknya. Dilihat Silfi seperti ketakutan.
Tapi tiba-tiba anak geng Silfi datang menghentikan aksi Raya yang selanjutnya.
“LO BERANI-BERANINYA NGEBULLY SILFI!” Reza laki-laki yang berjalan paling di depan dengan tatapan tajam menatap musuhnya.
Raya langsung menyingkir kembali ke tempatnya atau lebih tepatnya Vian langsung menarik Raya agar berdiri dibelakang-Nya. Jenny pun juga, dilepasnya tarikan pada rambut Silfi oleh Agam. Menarik Jenny agar berdiri dibelakang-Nya. Dio dan Aiden pun langsung berdiri di depan Zai dan Bila. Mereka berempat seperti melindungi empat gadis di belakang mereka.
Kayla berlari menghampiri Silfi dan mengangkatnya perlahan-lahan ke arah teman-temannya.
“Lo gak apa-apa?” Tanya Sella membantu Kayla mengangkat Silfi. Silfi hanya diam tapi terlihat kesakitan di area kepalanya karena terus memegangi area kepalanya.
“Lo ngapain Silfi? Kurang kerjaan Lo sampai ngeroyok Silfi?” Tanya Nathan santai. Nathan yang bawaannya santai itu memang tidak dapat dihilangkan di saat seperti ini. Semua keadaan selalu dilihat Nathan sebagai lelucon mungkin.
“Ngeroyok? Ya mana ada. Tanya coba sama tu anak. Yang mulai siapa dulu yang maju siapa dulu.” Kata Dio. Menunjuk Silfi dengan gerakan dagunya.
Al menoleh ke belakang, “Sil, Lo yang mulai ini?” Tanya Al.
“Ya gak mungkin Silfi dong Al. Jelas-jelas Jenny sama Raya duluan.” Adel menyela.
“Lo diem bisa? Al gak tanya Lo.” Jawab Reza saat telinganya mendengar nama Raya.
Adel mendengus kesal, di situasi seperti ini Reza membela Raya. Al masih senantiasa menunggu Silfi menjawab pertanyaannya.
“Udah gak usah tanya-tanya bisa gak sih? Kasian Silfi.” Ujar Kayla Karen Silfi sedari tadi tidak menjawab hanya menampilkan tampang bingung.
“Drama!” Gumam Billa yang masih dapat didengar oleh Kayla and the geng.
“APA LO BILANG?!” Sella maju karena tidak terima atas penghinaan dari Billa.
“Drama. Telinga Lo masih berfungsi kan.” Jawab Bila santai.
Zai tertawa pelan. Tidak dapat menahan lelucon dari Billa. Wajah Sella memerah menahan malu. Bukan itu maksudnya sebenarnya.
“LO—“
“KALIAN KENAPA LAGI ASTAGFIRULLAH! BUBAR SEMUANYA! MASUK KE DALAM KELAS MASING-MASING! APA GURU DIKELAS KALIAN TIDAK ADA?!”
Pak Anggoro selaku guru bimbingan konseling mendatangi area lapangan dam membubarkan aksi yang akan berunjuk tawuran itu.
Siswa siswi yang lain langsung berhamburan menuju ke kelas masing-masing. Tidak ingin kena marah lagi oleh Pak Anggoro.
“DAN KALIAN IKUT BAPAK KE KANTOR!”
Pak Anggoro menatap ke enam belas siswa dari dua sekolah berbeda itu.
“Sialan emang.” Umpat Zai. Seperti tahu apa yang akan terjadi jika mereka datang ke ruang BK. Ayahnya akan marah lagi nanti padanya.
“AC AC tunggu ibu nak.” Ujar absurd Billa.
...
...
“Kalian ini bertengkar terus. Apa gak capek? Tadi pagi juga sudah dengar kata-kata Kepala sekolah juga, ya gunakan kata-kata itu. Apa jangan-jangan kalian sedari awal upacara kalian bolos, atau ngegosip?”
“Astagfirullah al’azim Bapak sangat berdosa tau menuduh kita tanpa bukti.” Ujar Billa dengan tatapan sedih.
Sesuai ia yang mengucapkan tentang AC, dengan nyatanya Billa langsung duduk di tempat yang terkena AC sangat kencang.
Zai mengangguk menimpali dengan antusias. “Parah bapak mah sama kita. Kita tersinggung loh pak, bisa kena pasal UUD loh Pak.” Zaidan adalah seorang yang berprofesi sebagai pemanas suasana.
Pak Anggoro memijat pelipisnya. Pusing menangani anak-anak nakal ini. “Kalian itu seharusnya membuat contoh yang baik untuk adik kelas kalian.”
Bila menepuk tangannya dan menunjuk ke depan, “Loh Pak! Ini itu juga contoh yang baik, di mana kita harus menilai seseorang bukan dari cover depannya dan kita harus membela diri di saat kita yang benar. Emang bapak mau disalahkan di saat bapak aja bener gak ada salah-salahnya.” Kata Bila.
“Iya Pak bener, meskipun manusia itu selalu ada buruknya dan salahnya karena gak semua sempurna. Tapi, ya kita juga harus bisa membedakan yang benar dan salah. Di saat kita benar tapi orang lain menyalahkan kita ya itu tidak bisa walaupun kritik orang lain dibutuhkan. Semuanya harus dilihat dari suasana dan keadaannya terlebih dahulu Pak.” Timpal Zai.
Ini kenapa Zai sama Bila pada bijak semua? Herman gue. Batin Dio menatap keduanya sedari pembicaraan awal.
Lomba debat dimulai. Batin malam Aiden tetapi tetap menyaksikan dengan nikmat.
“Ya sudah gini saja, kalian Bapak hukum untuk membersihkan area koridor dan area lapangan. Harus dikerjakan saat pagi sebelum semua murid tiba. Sampai kalian belum menunaikan hukuman ini, Bapak akan menelepon kedua orang tua kalian semua. Mengerti? Silakan keluar.” Kata Pak Anggoro terlihat menyerah memberikan ceramah yang akan disangkal oleh Zai dan Bila ini.
“LOH PAK SAYA KAN MASIH MAU NGADEM DI SINI.” Bila tidak terima padahal kan ia mau ngadem dulu di ruang bk. Udah pw juga malah disuruh pergi.
“Gak usah malu-maluin bisa gak?” Bisik Jenny menarik Bila untuk keluar. Raya, Zai, Vian, Dio, Aiden, dan Agam langsung keluar mengikuti Jenny dan Bila tanpa berpamitan.
Reza dan teman-temannya membungkuk hormat dan keluar setelah dibalas oleh Pak Anggoro.