Aillard Cielo Van Timothee adalah seorang Grand Duke yang sangat dikagumi. Dia sangat banyak memenangkan perang yang tak terhitung jumlahnya hingga semua rakyat memujanya. Namun hal yang tak disangka-sangka, dia tiba-tiba ditemukan tewas di kamarnya.
Clarisse Edith Van Leonore adalah seorang putri dari kerajaan Leonore. Keberadaannya bagaikan sebuah noda dalam keluarganya hingga ia di kucilkan dan di aniaya. Sampai suatu hari ia di paksa bunuh diri dan membuat nyawanya melayang seketika. Tiba-tiba saja ia terbangun kembali ke dua tahun yang lalu dan ia bertekad untuk mengubah takdirnya dan memutuskan untuk menyelamatkannya.
"Apakah kamu tidak punya alternatif lain untuk mati?"
"Aku disini bukan untuk mencari mati." jawab Clarisse tenang.
"Lalu untuk apa kamu kesini, menyodorkan dirimu sendiri ke dalam kamp musuh?" Aillard mengangkat alisnya sambil memandang Clarisse dengan sinis.
"Aku disini berniat membuat kesepakatan denganmu. Mari kita menikah!"
➡️ Dilarang memplagiat ❌❌
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KimHana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 14 - APAKAH DIA SENGAJA?
Waktu berlalu begitu cepat, sudah dua jam dia menunggu tetapi dia tidak juga menemukan tanda-tanda Grand Duke akan muncul. Teh yang semulanya penuh sekarang sudah tandas habis di telan oleh perutnya. Kue kering yang berada di atas meja juga hanya tersisa satu.
Apakah Grand Duke sengaja melakukannya? Kalau tidak, kenapa dia dari tadi juga tidak datang kesini. Atau jangan-jangan pemuda itu tidak memberi tahu Grand Duke tentang kunjungannya. Namun bagaimana mungkin seorang pelayan bisa bertindak sesuka hati tanpa instruksi dari tuannya. Clarisse mengernyitkan dahinya ketika kesimpulan itu muncul di benaknya. Dia yakin pasti Grand Duke yang memerintahkannya.
Ck, kesan baiknya terhadap Grand Duke mulai hancur sedikit demi sedikit. Apakah Grand Duke mengetahui identitasnya karena itulah dia tidak mau menemuinya? Sayangnya Clarisse hanya berspekulasi dan dia juga tidak yakin apakah tebakannya benar karena Grand Duke adalah orang yang susah di tebak.
Clarisse meremas jarinya menahan diri untuk tidak meninggalkan tempat ini. Dia sekarang sangat cemas karena kepergiannya yang cukup lama akan di ketahui oleh Permaisuri. Dia takut Anne yang akan menjadi korbannya dan menjadi alat pelampiasan kemarahan permaisuri.
Setelah berkutat cukup lama dengan pikirannya, akhirnya Clarisse memutuskan untuk kembali ke istana. Ia berdiri tegak mencari pemuda tadi untuk berpamitan. Rasanya tidak sopan jika ia meninggalkan tempat ini begitu saja. Tidak ada satupun pelayan yang lewat di depan matanya membuat dia kesulitan untuk bertanya.
Tiba-tiba saja ada seorang lelaki paruh baya mengenakan seragam pelayan lewat di depannya. Tidak bisa disebut pelayan karena pakaiannya yang sedikit berbeda dari pelayan pada umumnya. Clarisse memperkirakan dia adalah kepala pelayan di mansion ini.
"Permisi, tuan!" Clarisse memberi salam sambil menghampiri pria paruh baya itu. Dia mengenakan kacamata berbingkai bulat, mengenakan seragam kepala pelayan berwarna hitam putih, dan rambut uban yang hampir memenuhi sebagian kepalanya.
Dia membenarkan kacamatanya dan menatap Clarisse dengan pandangan menyelidik yang membuat Clarisse sedikit tidak nyaman.
Clarisse berdeham sambil menghampiri pria paruh baya itu, “Apakah anda melihat pemuda berambut kuning keemasan disini, tuan? Saya ingin menemuinya karena ada yang harus saya bicarakan.”
Charles mengernyitkan dahinya memandang Clarisse dengan bingung. Apakah pemuda yang di maksud oleh wanita ini adalah Teon. Tetapi kalau bukan Teon siapa lagi yang memiliki rambut kuning di mansion ini. Memikirkan itu membuat Charles segera menganggukan kepalanya, “Ya, saya melihatnya.”
Apa yang dilakukan wanita ini untuk mencari Teon? Apakah dia salah satu kekasihnya, mengingat pemuda berambut kuning itu selalu saja bergonta ganti kekasih setiap hari dan tak jarang banyak bangsawan yang menjadi korbannya.
Charles menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat perilaku Teon yang berbanding terbalik dengan tuannya. Untung saja Yang mulia tidak marah, kalau tidak ia tidak akan tau bagaimana nasib pemuda berambut kuning itu.
Sebenarnya wanita-wanita bangsawan itu kerapkali berkunjung ke rumah Yang mulia entah itu untuk menemui Yang mulia atau bertemu dengan Teon, jadi Charles merasa tidak asing lagi dengan situasi ini. Karena sebab itu jugalah Yang mulia tidak memarahi Teon karena dia biasanya di jadikan tameng jika bangsawan-bangsawan itu datang menemui Yang mulia tidak peduli apakah pria atau wanita.
Clarisse menghela nafas lega mendengar perkataan Charles. Jujur saja ia sedikit malu karena tinggal di rumah Grand Duke terlalu lama, walaupun itu sepenuhnya karena kesalahan pemuda itu.
Sebenarnya tidak ada salahnya dia berpamitan dengan kepala pelayan sekarang, tetapi karena ia mempunyai sesuatu yang akan dia bicarakan tentang Grand Duke membuat dia mengurungkan niatnya kembali. Lagipula dia juga mendengar kalau pemuda itu merupakan tangan kanan Grand Duke yang membuat dia yakin kalau dia harus menyampaikan informasi ini ke pemuda tersebut.
“Lalu dimana dia?” tanya Clarisse sambil mengitari pandangannya ke sekeliling.
“Saya melihatnya di.....”
Tepat ketika Charles mengatakan itu keluarlah Teon dari pintu dapur. “Itu dia, nona." ujar Charles berseru senang.
"Karena orang yang anda cari sudah berada disini, bolehkahkah saya pergi! Saya masih punya pekerjaan yang harus saya selesaikan.”
"Silahkah, tuan." kata Clarisse merasa tidak enak. "Maaf mengganggu waktu anda."
"Tidak apa-apa." balas Charles sambil tersenyum. "Kalau begitu saya pergi."
Clarisse menganggukkan kepalanya lalu beralih menuju Teon yang berjalan menuju kesini.
“Apakah anda menunggu lama, Nona?” tanya Teon dengan wajah polosnya.
Clarisse menahan keinginan untuk tidak memutar matanya dan menjawab sambil tersenyum palsu, “Tidak. Lagipula saya juga menikmati hidangan ini dan membuat saya tidak sadar kalau waktu akan berlalu begitu cepat.” kata Clarisse di selingi tawa.
“Syukurlah jika anda tidak keberatan." ujar Teon sambil menghela nafas lega.
"Maafkan kami atas ketidaknyamanannya, Nona. Ketika saya dalam perjalanan untuk memberitahu Grand Duke, saya di hadang oleh saudara saya dan menyuruh saya untuk membantu pekerjaannya, tanpa sadar saya lupa dengan permintaan anda. Saya benar-benar minta maaf, nona!" ujar Teon dengan ekspresi menyesal sambil membungkukkan badannya dalam-dalam meminta maaf.
“Tidak apa-apa.” jawab Clarisse sambil melambaikan tangannya tak peduli. “Lagipula saya tidak tersinggung sama sekali.”
Tidak tersinggung apanya? Kalau bukan karena ia melihat sehelai rambut kuning mencuat dari sela-sela pintu, ia pasti akan tertipu dengan omongan manis pemuda ini. Beraninya dia berbohong tanpa merasa bersalah sama sekali? Clarisse benar-benar ingin memukulnya dan menanyakan kenapa pemuda ini berbohong.
Namun sayangnya adegan itu hanya bisa Clarisse lakukan di kepalanya dan tidak mungkin dia melakukannya secara nyata. Sebagai gantinya dia berkata dengan nada ramah, “Lalu apakah saya bisa menemui Grand Duke sekarang?”
"Oh tentu saja bisa. Sebentar saya akan memanggilnya sekarang." jawab Teon sambil tersenyum lalu berbalik menuju tempat dia muncul tadi.
"Ck, firasat ku pasti tidak salah. Grand Duke pasti juga berada di ruangan itu dan melihat semuanya sebelumnya. Mereka pasti menggangap ku sebagai lelucon karena dengan polosnya aku percaya perkataannya."
"Grand Duke bajingan! Beraninya dia memperlakukanku seperti ini padahal aku tidak melakukan kesalahan apapun. Dia pasti sangat picik karena orang yang tidak di kenal saja dia memperlakukannya seperti ini."
Clarisse memukul kepalanya berharap dia mengulang kembali kejadian tadi. Seharusnya dia pulang saja dan tidak bersikap seperti ini. Nampak sekali dia sangat putus ada dan terlihat menyedihkan.
Tap.
Tap.
Tap.
Tak lama terdengar suara langkah kaki yang membuat Clarisse mustahil untuk tidak mengangkat kepalanya. Pertama dia melihat sepatu bot berwarna hitam lalu kaki jenjang milik seorang pria.
"Ini pasti Grand Duke."
Clarisse menggigit bibirnya menahan untuk tidak gemetar. Bolehkah ia pulang saja? Nyalinya mulai menciut ketika melihat Grand Duke secara nyata. Ia seperti mangsa yang siap di telan olehnya.