Hidup Kirana Tanaya berubah dalam semalam. Ayah angkatnya, Rangga, seorang politikus flamboyan, ditangkap KPK atas tuduhan penggelapan dana miliaran rupiah. Keluarga Tanaya yang dulu disegani kini jatuh ke jurang kehancuran. Bersama ibunya, Arini—seorang mantan sosialita dengan masa lalu kelam—Kirana harus menghadapi kerasnya hidup di pinggiran kota.
Namun, keterpurukan ekonomi keluarga membuka jalan bagi rencana gelap Arini. Demi mempertahankan sisa-sisa kemewahan, Arini tega menjadikan Kirana sebagai alat tukar untuk mendapatkan keuntungan dari pria-pria kaya. Kirana yang naif percaya ini adalah upaya ibunya untuk memperbaiki keadaan, hingga ia bertemu Adrian, pewaris muda yang menawarkan cinta tulus di tengah ambisi dan kebusukan dunia sekitarnya.
Sayangnya, masa lalu keluarga Kirana menyimpan rahasia yang lebih kelam dari dugaan. Ketika cinta, ambisi, dan dendam saling berbenturan, Kirana harus memutuskan: melarikan diri dari bayang-bayang keluarganya atau melawan demi membuktika
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Balik Masalah
Di sebuah rumah mewah dengan gaya arsitektur modern dan halaman luas, Chandra Wijaya Pratama, seorang pria paruh baya dengan aura berwibawa, duduk di ruang kerjanya yang luas. Ia adalah ketua Partai Cakrawala Rakyat (PCR), partai politik yang memiliki pengaruh besar di negeri ini.
Siang itu, pintu ruang kerja Chandra diketuk. "Masuk," ujar Chandra sambil menatap layar laptopnya.
Arzan Pratama, putra sulung Chandra, masuk ke ruangan dengan langkah percaya diri. "Ayah, aku ingin membicarakan rencana bisnisku," katanya sambil duduk di kursi di depan meja kerja ayahnya.
"Oh, kau sudah memutuskan apa yang ingin kau kelola di sini?" tanya Chandra sambil menutup laptopnya.
"Iya, Ayah. Aku ingin membuka lini usaha di sektor teknologi, khususnya pengembangan perangkat lunak untuk keamanan digital. Aku melihat ini sebagai peluang besar di Indonesia," jawab Arzan serius.
Chandra mengangguk pelan. "Itu ide yang bagus. Keamanan digital memang menjadi kebutuhan utama di era sekarang. Kau sudah memikirkan model bisnisnya?"
"Sudah, Ayah. Aku hanya butuh modal awal untuk memulainya. Aku yakin ini bisa berkembang dengan cepat," kata Arzan sambil menyodorkan berkas rencana bisnisnya.
Chandra membuka berkas itu dan membacanya sekilas. "Hmm... Kau sudah mempersiapkan ini dengan baik. Baiklah, aku setuju untuk mendukungmu. Aku akan menyediakan modal awal, tapi pastikan kau menjalankannya dengan serius."
"Tentu, Ayah. Aku tidak akan mengecewakanmu," jawab Arzan dengan senyum lega.
Setelah selesai berdiskusi, Arzan bangkit dari kursinya. "Kalau begitu, aku permisi dulu, Ayah. Aku akan menyiapkan semuanya," katanya sambil berjalan keluar dari ruangan.
Namun, belum lama Arzan keluar, ponsel Chandra berdering. Nada suara Chandra berubah menjadi serius. Arzan, yang masih di dekat pintu, sempat berhenti sejenak, mendengar ayahnya berbicara.
"Ya, saya sudah mendengar tentang perkembangan kasus Rangga Tanaya," kata Chandra di telepon. "Pastikan tidak ada bukti yang mengarah ke saya. Semua transaksi sudah saya bersihkan, dan nama saya tidak boleh disebutkan."
Arzan mendengar sepintas nama Rangga disebut. Ia mengernyit, merasa penasaran, namun memilih untuk melanjutkan langkahnya menuju ruang keluarga. Sementara itu, Chandra melanjutkan percakapannya dengan nada dingin.
"Rangga memang harus menjadi kambing hitam. Lagipula, dia yang terlalu ceroboh dalam mengelola dana itu. Kita hanya memanfaatkan kesalahannya. Dan sekarang, dia yang menanggung semuanya."
Suara orang di ujung telepon terdengar samar. Chandra mengangguk sambil menghela napas. "Ingat, saya tidak ingin ada kesalahan. Kalau perlu, intimidasi orang-orang yang berusaha menggali lebih dalam. Kasus ini harus selesai di pengadilan tanpa menyentuh saya atau partai."
Setelah percakapan itu selesai, Chandra mematikan ponselnya dan menatap keluar jendela ruang kerjanya. Ekspresinya tenang, tapi ada kilatan dingin di matanya. "Rangga, kau memang nasibmu buruk. Kalau saja kau tidak mencoba melawan arus, mungkin kau masih bisa menikmati hidupmu," gumamnya dengan suara rendah.
...----------------...
Butik mewah dengan dekorasi elegan dipenuhi gaun-gaun indah yang tergantung rapi di setiap sudut. Pencahayaan lembut memberikan suasana nyaman dan eksklusif. Haryo melangkah masuk dengan percaya diri, wajahnya berseri-seri. Di sampingnya, Kirana berjalan perlahan dengan ekspresi datar, seolah pikirannya melayang jauh dari tempat itu.
Seorang wanita dengan penampilan profesional mendekati mereka. “Selamat siang, Tuan Haryo dan Nona Kirana. Silakan duduk, kami sudah menyiapkan beberapa pilihan gaun dan setelan jas untuk kalian,” ujarnya ramah.
Haryo tersenyum lebar. “Terima kasih. Pastikan semuanya sempurna, terutama untuk calon istriku ini,” katanya sambil melirik Kirana.
Kirana memaksa tersenyum kecil, namun hatinya masih terasa sesak. Ia tahu, senyum itu hanyalah topeng untuk menyembunyikan luka hatinya.
Setelah duduk, wanita itu mempersilakan Kirana masuk ke ruang ganti. “Nona Kirana, kami sudah menyiapkan beberapa pilihan gaun yang mungkin sesuai dengan selera Anda. Silakan mencoba.”
Kirana hanya mengangguk pelan dan mengikuti langkah wanita itu. Di ruang ganti, ia memandang gaun-gaun putih dengan detail yang indah, namun tidak ada yang mampu membuat hatinya bersemangat.
“Kirana, kau pasti akan terlihat luar biasa di salah satu gaun ini,” ujar Haryo dari luar ruang ganti, suaranya terdengar penuh antusiasme. “Aku tak sabar melihatmu memakainya.”
Kirana menarik napas panjang sebelum mulai mencoba gaun pertama. Saat keluar dari ruang ganti, Haryo langsung berdiri dari kursinya. Matanya berbinar melihat Kirana mengenakan gaun putih dengan detail renda yang memukau.
“Kau terlihat sangat cantik, Kirana,” puji Haryo dengan nada lembut.
Namun Kirana tidak merespons. Ia hanya berdiri di depan cermin, menatap bayangannya sendiri dengan mata kosong. “Ini hanya pakaian. Tidak ada yang istimewa,” gumamnya pelan.
Haryo mendekatinya. “Jangan berkata begitu. Gaun itu seperti diciptakan untukmu. Kau akan menjadi pengantin yang paling menawan.”
Wanita butik itu tersenyum, berusaha mencairkan suasana. “Jika Nona Kirana merasa gaun ini kurang cocok, kami masih punya banyak pilihan lain. Mari, saya akan membantu Anda mencoba yang lain.”
Kirana mengangguk tanpa ekspresi dan kembali ke ruang ganti. Saat mencoba gaun kedua, pikirannya terus berkecamuk. “Aku tidak melakukan ini untukku. Ini hanya demi Ayah... Aku harus kuat.”
Ketika ia keluar dengan gaun kedua, Haryo kembali memberikan pujian. “Kau bahkan lebih cantik di gaun ini, Kirana. Pilihan yang sempurna,” katanya sambil tersenyum lebar.
Namun Kirana hanya diam. Wanita butik itu mencoba mencairkan suasana. “Tuan Haryo, Nona Kirana, mungkin kita bisa memutuskan setelah mencoba beberapa lagi. Bagaimana menurut Anda?”
“Baiklah, tapi aku rasa gaun kedua ini yang terbaik,” jawab Haryo penuh semangat.
Sesi fitting pun berlanjut dengan beberapa kali pergantian gaun. Kirana mengikuti semuanya tanpa perlawanan, hanya karena merasa tidak punya pilihan lain.
...----------------...
Ruang tamu rumah baru Arini dipenuhi para ibu-ibu arisan yang mengenakan pakaian mewah dan beraroma parfum mahal. Dengan interior modern dan perabotan serba elegan, rumah itu tampak seperti simbol kemewahan baru yang tiba-tiba dimiliki oleh Arini.
"Wah, Arini, rumahmu ini luar biasa sekali! Baru pindah langsung seperti istana. Darimana kamu mendapatkan uang untuk semua ini?" tanya Nita, salah satu teman arisan, dengan nada penasaran.
Arini tersenyum lebar sambil menyilangkan kakinya, memamerkan sepatu bermerk yang baru dibelinya. "Oh, terima kasih, Nita. Yah, alhamdulillah, berkat usaha dan kerja keras juga, akhirnya bisa beli rumah ini," katanya dengan nada yang dibuat-buat merendah.
"Usaha? Bukannya bisnis restoranmu baru saja mulai? Tidak mungkin langsung sukses seperti ini," sela Ratna, yang memang terkenal kritis.
Arini tertawa kecil sambil melirik Linda. "Iya sih, restoran itu memang masih baru. Tapi, ada rezeki lain yang datang. Anak saya, Kirana, sebentar lagi akan menikah dengan seorang pengusaha kaya raya. Calon suaminya sangat mencintai dia, bahkan sampai memberi kami 'hadiah' untuk persiapan pernikahan mereka."
Para ibu-ibu langsung berseru kagum. "Pengusaha kaya raya? Wah, hebat sekali Kirana! Siapa calon suaminya, Arini?" tanya Nita, yang duduk paling dekat dengan Arini.
"Haryo Santoso," jawab Arini sambil menegakkan punggungnya. "Kalian pasti tahu, kan? Dia pemilik banyak perusahaan besar. Orangnya tampan, sukses, dan sangat mencintai Kirana. Aku benar-benar bersyukur Kirana dipilih oleh pria seperti dia."
Nita mengerutkan kening. "Tapi bukannya Kirana belum lama lulus kuliah? Kok tiba-tiba sudah menikah?"
Arini tersenyum kecut, tapi segera mengganti ekspresinya dengan tawa ringan. "Ah, rezeki memang nggak pernah tahu kapan datang, Nita. Haryo sangat jatuh cinta pada Kirana sejak pertama kali bertemu. Jadi dia ingin segera menikah. Sebagai ibu, tentu saja aku mendukung yang terbaik untuk anakku."
Ratna tampak masih penasaran. "Tapi, rumah sebesar ini... Harganya pasti nggak murah. Kamu bilang ini hadiah dari calon suaminya?"
"Iya, Ratna," jawab Arini dengan anggukan percaya diri. "Dia memang sangat dermawan. Katanya, ini untuk memastikan Kirana punya tempat yang layak bahkan sebelum mereka menikah. Semua orang berhak bahagia, kan?"
Nita memuji dengan nada iri. "Kirana beruntung sekali, Arini. Tidak semua anak bisa mendapatkan pasangan sehebat itu."