Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Benar-benar Aneh!
Grep! Tiba-tiba saja ada sesosok hitam juga jelek yang mencekiknya, dia datang dengan menembus dinding dengan kecepatan maksimal, tangan kekarnya langsung berada di leher Melati.
"Menghilang!" ucap Melati pada dirinya sendiri, berharap dia akan menghilang. Tapi, kenapa dia masih tercekik?
"Aaaarrgggghh!" Melati memekik, dia meronta dan karena tuannya sudah pergi, jin hitam tersebut pun mengikutinya, dia melepaskan Melati dengan cara melemparnya membuat hantu yang ilmunya masih cetek itu terlempar jauh.
"Aaaauuu!" pekik Melati saat punggungnya membentur dinding.
"Tante nggak papa?" tanya Nino seraya membantunya bangun.
"Sakit," jawab Melati seraya bangun, dia hampir saja lenyap tanpa pamit pada Junaidi membuatnya tak mau lagi berurusan dengan hantu yang kekuatannya jauh di atasnya, Melati masih memperhatikan mereka yang kini menjauh, sudah masuk ke dalam lift.
Penasaran, Melati pun masuk ke kamar gadis yang terbaring di ruangannya. Melati memperhatikannya dari ujung kaki sampai kepala.
Deg! Kenapa sangat mirip dengannya, Melati pun memperhatikan dirinya sendiri dari tangan sampai ke kaki.
Lalu, Melati mendengar suara langkah kaki yang mendekat, dia takut kalau yang datang adalah wakil direktur, dia pun segera menghilang.
Tiba-tiba saja Melati sudah dalam lift, dia masih menggandeng hantu kecil itu. "Kita mau kemana?" tanya Melati pada hantu tersebut.
"Ke tempat nenek aku, mau?" tanyanya dan Melati menjawab dengan mengangguk. Sekarang, keduanya berjalan beriringan keluar dari rumah sakit, berjalan dari gang ke gang.
Lalu, mereka berhenti di depan rumah kecil, rumah itu adalah kontrakan neneknya Nino. Tapi, sesampainya di sana, Melati tidak melihat siapapun. "Apa mungkin Neneknya udah pindah?" tanya Melati dalam hati, dia pun menatap pada hantu kecil yang masih menggandengnya itu.
"Nino, rumah ini sepi. Mungkin kamu salah alamat," kata Melati.
"Enggak, dulu kami tinggal di sini," jawab Nino seraya menunjuk rumah kosong itu.
Karena tak tau lagi harus kemana, sekarang Melati mengajaknya kembali ke rumah sakit, dimana Junaidi berada.
"Kalian dari mana?" tanya Junaidi pada mereka yang sekarang tiba-tiba ada di depan pintu, sementara itu, Riri yang sedang menyiapkan makan siang untuk Junaidi menoleh.
"Kami nggak dari mana-mana," jawabnya.
Mengerti kesalahpahaman ini Junaidi yang sebenarnya menatap Melati memilih diam.
"Keliling, di sini ada yang lagi sibuk sama keluarganya," jawab Melati, dia masih berdiri di depan pintu, menggandeng tangan hantu kecil yang sepertinya mulai sekarang akan menjadi keponakannya.
Melihat Riri yang begitu perhatian membuat Melati menyadari akan siapa dirinya. Tiba-tiba saja, dia menghilang membuat Junaidi menarik nafas dalam.
"Kenapa gua nyariin dia, bukannya gua udah pernah ngusir dia?" tanya Junaidi dalam hati, dia menunduk memainkan ponselnya.
****
Beberapa hari kemudian, Rumi yang sudah kembali bekerja itu mengetuk pintu ruangan wakil direktur, dia menagih janjinya yang akan memberikan sisa uang yang pernah dijanjikan.
"Saya senang karena hantu itu udah nggak ada lagi, jadi, semua bisa kembali fokus bekerja," ucapnya seraya membuka laci meja kerjanya, dia mengeluarkan dua gepok uang. meletakkannya di meja kerja.
"Saya ambil ini, Pak?" tanya Rumi seraya tangan yang menunjuk uang tersebut.
"Ambilah," jawabnya dan Rumi tanpa berlama-lama lagi mengambil uang tersebut, dia pun segera keluar dari ruangan dan saat menutup pintu, dia mendengar wakil direktur tertawa.
"Hahahaa, sangat mudah menyingkirkanmu untuk kedua kalinya!" ucapnya, terlihat dari celah pintu, pria berjas hitam itu masih tertawa seraya menggelengkan kepala.
Visual Wakil Direktur.
"Gua jadi inget omongan Juna, firasat gua mulai bilang ada yang nggak beres," gumam Rumi seraya berbalik badan, dia segera menyembunyikan uangnya sebelum kena palak teman se-kantornya, dia kembali ke meja kerjanya.
Sementara itu, Junaidi sedang mengajak adik juga Riri keliling Kota. Dia juga membelanjakan mereka pakaian, makan di mall. "Mas, dapat uang banyak dari mana, sih? Kan, Mas kerjanya ngojek," tanya Hana yang sedang menikmati baksonya.
"Adalah," jawab Junaidi.
"Tapi, halal nggak yah. Secara, gua disuruh nyingkirin Melati, tapi malah jadi bestie. Uang gua dapat, Melati pun jadi ngintil mulu!" ucapnya seraya memperhatikan Melati yang sedang duduk di kursi kosong restoran tersebut, memakan makanan sisa orang-orang yang tidak menghabiskan makanannya.
Melihat itu membuat Junaidi merasa kasihan. "Kasian, dia makan makanan sisa," gumamnya dalam hati.
"Liatin apa, Mas?" tanya Riri seraya memperhatikan arah Junaidi memandang.
"Bukan apa-apa. Besok, kalian balik ke kampung, Mas mau kerja lagi, kalian sekolah yang bener, biar jadi orang sukses!" pesan Junaidi seraya menatap adik juga sahabat adiknya.
Selesai dengan itu, Junaidi tidak lupa membelikan makanan untuk Marni yang dia tinggalkan di hotel. Singkat cerita, sekarang Junaidi sudah dalam perjalanan kembali kos, di perjalanannya itu, dia melihat penjual bakso keliling yang sedang mangkal. Dia pun menghampiri tukang bakso tersebut.
"Bakso ini mau?" tanya Junaidi pada Melati yang sentiasa membonceng.
"Mau aja, dari pada makan makanan sisa, kan?" tanya Melati, dia turun dan segera memesan satu porsi bakso.
"Konyol!" ketus Junaidi, dia menoyor kepala Melati membuat penjual bakso tersebut menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Baksonya satu porsi, nggak pakai saos atau kecap, polos aja," pesan Junaidi dan dia sudah mendapatkan satu porsi bakso itu, dia pun membawanya pulang.
Sesampainya di kos, Junaidi meletakkan bakso itu di meja kerja Rumi, meninggalkan Melati ke kamar mandi.
"Awas, jangan ngintip atau bakalan hangus, lu!" ancam Junaidi seraya menunjuk Melati yang sedang menikmati baksonya.
"Aman, aku juga malu kalau harus ngintip, aku masih polos, Bang!" jawab Melati, dia tersenyum membayangkan apa jadinya jika tiba-tiba saja dirinya ada di kamar mandi.
Beruntung, Melati begitu menurut, tapi, dia yang sedang duduk di kursi meja kerja itu menjadi kesal saat Rumi sudah kembali dari bekerjanya.
"Wah, bakso siapa ini? Pas banget gua lapar," gumamnya seraya menyantap bakso tersebut.
"Hambar, tapi lumayan, bakso gratis," ucapnya seraya terus mengunyah.
"Abisin aja, kerjain si Juna!" pikir Rumi dalam hati, dia pun terus menyantap bakso itu sampai hampir habis tak tersisa.
Junaidi yang baru saja keluar dari kamar mandi itu menatapnya datar. "Rum! Lu ngapain?" tanyanya.
"Gampang, ntar malem gua ganti se-gerobaknya sekalian," jawabnya dengan mulut yang terus mengunyah pentol bakso itu.
"Bukan itu masalahnya," kata Junaidi, dengan terpaksa, dia pun memberitahu kalau bakso itu bekas Melati makan.
"A-apa?" tanya Rumi dengan terbata. Dia membiarkan mulutnya terbuka lebar membuat makanan yang ada di mulutnya itu keluar begitu saja.
Lalu, dia bergegas menghampiri tempat sampah. "Huueeekk!" Rumi memuntahkan isi perutnya.
Sementara Junaidi dan Melati, mereka menertawakan Rumi, merasa kasihan, Junaidi pun membantu memijit tengkuk sahabatnya.
"Makanya, jangan asal comot!" celetuk Junaidi, kemudian, Rumi menepiskan tangan sahabatnya, dia berbalik badan.
"Salah lu, ngapain lu ngasih setan sesajen?" tukas Rumi, dia melotot seraya mengusap bibirnya. Dia pun segera ke kamar mandi, ingin menggosok gigi dan mencuci mulutnya.
****
Di sisi lain, di ruang kerja wakil direktur, dia yang duduk di kursinya sedang melepaskan cincinnya. "Aku udah nggak butuh ini lagi, capek aku hidup ditemenin sama mahluk Astral," ucapnya seraya membuang cincin itu ke tempat sampah.
"Hahahaa!" Dia tertawa, entah apa yang membuatnya tertawa bahagia seperti itu, apakah ada kemenangan yang harus dia rayakan?
biasa ngk tuhh si aki.. tutup mata batinnyaa