Demi mendapatkan biaya pengobatan ibunya, Arneta rela mengorbankan hidupnya menikah dengan Elvano, anak dari bos tempat ia bekerja sekaligus teman kuliahnya dulu.
Rasa tidak suka yang Elvano simpan kepada Arneta sejak mereka kuliah dulu, membuat Elvano memperlakukan Arneta dengan buruk sejak awal mereka menikah. Apa lagi yang Elvano ketahui, Arneta adalah wanita yang bekerja sebagai kupu-kupu malam di salah satu tempat hiburan malam.
"Wanita murahan seperti dirimu tidak pantas diperlakukan dengan baik. Jadi jangan pernah berharap jika kau akan bahagia dengan pernikahan kita ini!"
Follow IG @shy1210_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - El Mulai Perhatian
Elvano kini sudah berada di perjalanan pulang setelah tadi berkunjung ke rumah Tante Lia. Di sepanjang perjalanan pulang, El memikirkan percakapannya dengan Oma Sukma.
"Peduli? Siapa yang bilang aku peduli kepada dirinya. Aku hanya kasihan saja. Dia baru kehilangan ibunya. Aku juga tidak sejahat itu ingin menambah duka di dalam hidupnya di saat duka kehilangan ibunya belum sembuh."
Terlepas dari semua perkataan pedas yang ia lontarkan kepada Arneta selama ini. Nyatanya, El tetaplah pria yang baik hatinya. Sejak dulu dia selalu peduli dengan orang terdekatnya. Walau pun saat ini, El merasa jika Arneta bukanlah orang terdekat untuk hidupnya. Namun, El tetap saja menaruh rasa simpati pada wanita itu. Masih teringat jelas di benak El, bagaimana Arneta menangis tersedu-sedu dan begitu pilu karena kehilangan ibunya.
Setibanya di rumah, El mendapati Arneta tengah memasak di dapur. Entah kenapa sejak kemarin wanita itu suka sekali memasak di dapur. Padahal, biasanya Arneta sangat jarang menyentuh area dapur karena mengingat pesan dari dirinya.
"Dia melamun?" Dari jarak yang tidak terlalu dekat, El dapat melihat Arneta yang sedang memasak dengan tatapan kosong. El tentu tidak akan membiarkannya begitu saja. Bisa terbakar rumahnya nanti kalau Arneta tidak kunjung menyadari masakannya di dalam kuali sudah hampir gosong.
"Hei, apa yang kamu lakukan?!" Suara El terdengar cukup keras hingga membuyarkan lamunan Arneta.
"El?" Arneta menatap wajah El dengan mimik terkejut. El tidak memperdulikan mimik wajahnya. Yang ia pedulikan saat ini adalah masakan Arneta di dalam kuali.
"Apa kamu ingin membakar rumahku ini sehingga kamu memasak sambil melamun?!" Tanya El dengan suara yang terdengar keras hingga membuat Arneta berpikir jika El sedang membentaknya saat ini.
Arneta terkesiap. Dia menatap masakannya yang ada di dalam kuali. Sayur sup yang ia buat kuahnya sudah menyusut dalam kuali. Bahkan sayurnya sudah hampir nampak gosong.
"Astaga!" Arneta buru-buru mematikan api kompor. Kemudian meminta maaf pada El. "Aku gak bermaksud bersikap seperti itu. Maafkan aku!" Arneta mengatupkan kedua tangannya di dada dengan wajah yang nampak ketakutan.
El jadi kembali kasihan melihat ekspresi wajahnya itu. Ingin memarahinya kembali pun, El rasanya tak sanggup. "Kenapa dia terlihat menyedihkan sekali!" Gerutu El dalam hati. Karena Arneta berekspresi seperti itu, membuat El sulit untuk memakinya seperti biasanya. Alhasil El memilih beranjak pergi dari hadapan Arneta menuju kamarnya berada.
"Tidak usah diulang masakannya. Aku akan memesan makanan untuk makan malam!" Begitulah perkataan yang keluar dari mulut El sebelum ia beranjak pergi dari dapur.
Arneta menghela napas dalam-dalam. Dia menyesali perbuatannya yang sudah membuat El menjadi marah karena hampir membakar rumah El.
"Aku gak boleh bersikap seperti ini terus. Ini sangat membahayakan!" Arneta menegaskan dirinya sendiri agar bisa berubah. Dia juga harus bangkit dari keterpurukan yang membuat hidupnya terasa sulit dan kacau.
Walau pun kuah sayur sop yang ia buat sudah menyurut. Namun, tak membuat Arneta membuangnya. Dia masih ingat betul bagaimana sulitnya kehidupannya dulu bersama ibunya. Bagaimana saat mereka kesulitan untuk makan, bahkan pernah memakan makanan yang sudah hampir basi.
"Aku gak boleh membuangnya. Aku harus memakannya." Gumam Arneta. Dia lekas menyalin hasil masakannya yang sudah hampir gosong itu kendalam mangkuk kemudian beranjak pergi dari dapur untuk membersihkan tubuhnya lebih dulu.
Pukul tujuh malam, Arneta keluar dari dalam kamar menuju dapur hendak memakan hasil masakannya tadi. Sepertinya untuk malam ini dia tidak akan berbagi makanan dengan El mengingat hasil masakannya tadi tidak sempurna.
Baru saja menapakkan kaki di lantai bawah, pandangan Arneta tertuju ke arah El yang sedang duduk di atas sofa. Di depan pria itu terlihat ada beberapa bungkus makanan. Sepertinya El baru saja memesan makanan untuk makan malamnya.
Arneta berusaha untuk mengabaikannya. Dia kembali melanjutkan langkah menuju dapur. Baru beberapa kali melangkah, suara El terdengar memanggil hingga membuat langkah Arneta jadi terhenti.
"Ambil makananmu!" Titah El saat Arneta melihat kepada dirinya.
Dahi Arneta mengkerut. Menatap wajah El penuh tanda tanya.
"Apa kamu tuli sehingga tidak mendengar perkataanku?" El kembali bersuara dengan sedikit ketus. Walau pun berniat baik. Namun, tetap saja dia tidak ingin terlihat baik di depan Arneta.
"Aku sudah memasak makanan di dapur. Aku akan memakan makanan itu saja." Akhirnya Arneta menjawab perkataan El.
Tatapan mata El menghunus tajam kepada Arneta. Melihat tatapan mata El tak lantas membuat Arneta takut. Dia sudah terbiasa dengan tatapan El dan berusaha untuk mengabaikannya.
"Kamu ingin memakan masakanmu yang sudah gosong itu? Apa kamu mau aku dimarahi oleh Papa karena aku tidak bisa memberikan makanan yang layak untukmu?" Suara El terdengar mulai membentak. Arneta dibuat bingung kenapa juga pria itu mempermasalahkan hasil masakannya. Toh biasanya mereka juga bersikap saling tidak perduli.
"Ambil atau aku lempar!" El sudah terdengar mengancam. Arneta tentu tidak ingin hal itu terjadi. Dia gegas mendekati El dan mengambil sebungkus makanan untuk dirinya.
El tidak lagi mengeluarkan suara. Bahkan setelah Arneta mengucapkan kalimat terima kasih, pria itu tetap saja diam. Arneta kembali tidak memperdulikannya. Dia gegas menuju dapur sambil membawa makanan yang diberikan oleh El.
"Kenapa aku terkesan bersikap baik kepada dia?" El jadi bertanya-tanya setelah Arneta berlalu dari hadapannya. El tidak ingin terlihat baik di depan Arneta. Dia harus membuat Arneta merasa tidak nyaman berada di dekatnya hingga meminta untuk berpisah.
"Tidak. Aku sama sekali tidak bersikap baik kepada dia. Aku hanya menjalankan perintah dari Papa yang memintaku memperhatikan pola makannya agar dia tidak sakit setelah ditinggal ibunya!" El menampik segala kebaikan yang sudah ia lakukan. Dia meyakinkan jika yang dia lakukan baru saja atas dasar perintah dari Tuan Keenan saja.
Di dapur, Arneta sudah menyalin makanan yang diberikan El ke dalam piring. Melihat lauk yang dibelikan El untuk dirinya, membuat Arneta tergugah untuk segera menyantapnya.
"Walau pun dia sering bersikap buruk kepadaku, tapi setidaknya dia sudah sangat baik kali ini memberikan makanan untukku. Aku harus mengingat kebaikannya ini." Gumam Arneta dalam hati. Namun, walau pun El sudah mulai bersikap baik kepada dirinya, tidak membuat Arneta besar kepala. Arneta sadar seperti apa pemikiran El kepada dirinya. El hanya menganggapnya wanita kupu-kupu malam yang sangat murahan. Arneta tidak akan lupa dengan julukan yang acap kali El katakan kepada dirinya.
Terkadang, Arneta bertanya-tanya bagaimana bisa El memberikan julukan kepada dirinya seperti itu. Padahal, El tidak pernah melihat dirinya menjual diri dan melakukan hal seperti yang El tuduhkan.
***
terima kasih Author bagus karyanya.
semangat dalam berkarya.