Bukan musuh tapi setiap bertemu ada saja yang diperdebatkan. Setiap hari mereka bertemu, bukan karena saking rindunya tapi memang rumah mereka yang bersebelahan.
Mungkin peribahasa 'witing tresno jalaran soko kulino' itu memang benar adanya. Karena intensitas keduanya yang sering bersama membuat hubungan antara mereka makin dekat saja.
Di usia Abhista Agung yang ke 31, masalah muncul. Dia ditodong untuk segera menikah, mau tidak mau, ada atau tidak calonnya, ibu Abhista tak peduli! Yang penting ndang kawin, kalau kata ibunya Abhi.
Lalu bagaimana cara Abhi mewujudkan keinginan sang ibu? Apa dia bisa menikah tahun ini meski calonnya saja belum ada?
Ikuti kisah Abhista selanjutnya di Emergency 31+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kunjungan tetangga
Sekar sedang menyiangi kangkung yang akan dia olah untuk makan siang bersama anak bungsunya. Suami dan anak sulung Sekar sudah berada di habitat masing-masing. Ahiyung sibuk dengan pesawat, dan Dewa dibuat pusing oleh tingkah polah kedua anaknya. Dewa hanya sesekali berkunjung ke rumah orang tuanya karena dia sendiri memiliki kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan.
Meski tangannya sedang mengerjakan sesuatu, pikiran Sekar berkecamuk kemana-mana. Dia ingat obrolan ringan antara dirinya dan Abhi tadi pagi. Secara otomatis matanya melihat ke samping rumahnya. Dia terdengar menghembuskan nafas berat.
"Selama ini memang aku yang rewel tentang jodoh anak-anak ku. Tapi semua itu aku lakukan untuk kebaikan mereka. Apa mungkin mas Abhi se frustasi itu sampai memilih mendekati wanita yang ada di depan matanya, males cari gitu? Males ditodong buat nikah terus sama aku?"
Dan Sekar memikirkan sebuah ide untuk kembali mengenalkan Abhi pada gadis teman anaknya. Itu jauh lebih baik dari pada punya mantu dan besan di sebelah rumah!
Memang bukan suatu aib mempunyai besan dan menantu tepat di samping rumah tapi bagi Sekar, hanya kurang etis aja. Seperti tidak ada gadis lain yang mau sama anaknya sampai melirik ke tetangga dekat rumah. Itulah yang Sekar sekarang pikirkan.
Ketika sedang tenggelam dengan pikirannya sendiri, Sekar dikejutkan dengan bunyi salam dari luar pagar rumahnya. Cepat-cepat Sekar menghentikan aktivitasnya dan melihat siapa yang berkunjung ke rumahnya pagi-pagi begini.
"Eh mbak Sani. Iya mbak sebentar tak bukain dulu pagernya." Sekar tergopoh-gopoh berjalan mendekati pagar.
"Ini mbak, ada sedikit makanan buat mbak Sekar untuk sarapan sama keluarga. Aku masaknya kebanyakan tadi."
Ya jelas saja bohong, dari mana ceritanya masak kebanyakan kalau Sani memang sengaja bangun di pagi tunanetra (pagi buta) demi memasak semua hidangan yang diniatkan sejak awal akan diantar ke tetangga sebelah rumahnya. Nikmat mana lagi yang kau dustakan, jika untuk kebutuhan perut saja ada tetangga yang membantu memikirkannya.
"Ya Allah mbak Sani. Repot-repot banget lho. Makasih banyak ya mbak. Ayo-ayo masuk dulu. Sekalian kita ngobrol di dalam. Mbak Sani kan jarang banget ada di rumah." Sekar ramah menerima kedatangan tamu tetangganya itu.
"Ini juga nggak ke kios soalnya Deepika masih kolokan sejak kejadian kemarin. Dia takut tidur sendiri. Kadang juga malem-malem Dee masih suka nangis mbak. Aku kasihan sama dia, kayaknya kejadian kemarin itu bikin dia trauma."
Dan kedua ibu-ibu rumah tangga itu sudah duduk manis di ruang tamu rumah Sekar. Ada dua cangkir teh hangat dan tiga toples makanan ringan yang sengaja Sani hidangkan untuk menemani obrolan ringan antara dua orang emak-emak gaul itu.
"Gimana nggak trauma mbak, wong kejadiannya ngeri gitu kok! Mau diperkosa kan bukan hal sepele. Jelas aja ninggalin syok dan trauma buat Deepika. Apa nggak lebih baik Deepika itu menikah aja mbak? Kan kalau udah nikah Deepika ada yang jagain, ada yang nganter jemput misal masih pengen kerja di radio. Sayang aja kalo Deepika keluar dari tempat kerjanya, soalnya aku sendiri juga ngefans sama anak mbak itu pas lagi siaran. Suaranya itu empuk banget mbak, cocok lah sama pembawaannya yang periang. Kayak ngasih booster ke pendengarnya gitu kalau Deepika lagi siaran."
Kadang diselingi senyuman, obrolan kedua orang tua itu tampak akrab.
"Menikah? Wong dia aja baru putus sama mantan pacarnya yang pe'ak itu mbak. Aku nggak mau maksa Dee buat begini begitu, yang penting bocahku itu tau batasan. Tau norma, mana baik, mana yang nggak baik buat dia dan juga buat orang-orang di sekitarnya. Dia kerja aku nggak nyuruh. Aku nggak minta dia resign juga karena aku tau mbak, jadi penyiar radio udah jadi cita-citanya." Begitu kata Sani kepada Sekar.
"Didikan mbak Sani emang jos. Juara kalo aku bilang! Oiya mbak.. Aku mau tanya, misalkan anak kita itu makin dekat.. Misalkan pacaran gitu, apa mbak Sani nggak keberatan?"
Nah. Obrolan mereka sudah masuk ke tahap hubungan antara anak-anak mereka. Sani sampai menautkan alisnya. Seperti keheranan dengan perkataan Sekar.
"Lho.. Keberatannya karena apa ya mbak?" Tanya Sani kurang mengerti maksud pembicaraan Sekar.
"Gini lho mbak, itu mas Abhi.. Aku perhatikan abis nolongin Deepika tempo hari, dia makin sering main ke tempat mbak Sani. Kayak ada ikatan di antara anak-anak kita yang kita nggak tau. Gitu lho mbak. Apa mereka lagi backstreet apa gimana, mungkin Deepika ada cerita sama mbak Sani?"
"Nggak mungkin mereka backstreet atau punya hubungan khusus lah mbak, mbak Sekar ini kok ya lucu. Wong Deepika dekat sama mas Abhi kan baru-baru ini.. Dulu-dulu juga kayak orang asing kan? Lagian kedekatan mereka menurut ku masih dalam batas wajar. Kayak temen atau bentuk kepedulian sebagai tetangga aja. Kenapa mbak Sekar mikir kalau mereka ada hubungan khusus?"
Kali ini Sekar lah yang tertawa garing menutupi kegugupannya. Tidak mungkin dia berkata terus terang jika kurang minat punya besan samping rumah.
Tidak bisa dipungkiri, Deepika merupakan gadis manis, ayu, periang dan bisa menempatkan diri dengan baik di manapun dia berada. Gadis itu juga sopan, tidak pernah Sekar dengar Deepika berkata kasar atau meninggikan suara di depan orang tuanya. Tapi sayang, semua sifat baik Deepika itu harus di skip seluruhnya untuk menjadi kandidat calon mantu oleh Sekar hanya lantaran si gadis penyiar radio beralamatkan tepat di samping rumahnya.
Hari masih pagi, cahaya yang tadi hangat sekarang malah terasa panas menembus kulit kepala. Deepika masih betah berada di hutan pinus itu, selain sejuk... Panasnya sinar sang surya tidak begitu berarti karena ditahan oleh rindangnya para pinus yang berjejer seperti perisai agar siapapun yang di bawahnya tidak merasa kepanasan.
"Kenapa diem aja?" Abhi membuka pembicaraan.
"Karena mas Abhi juga diem mulu. Aku capek ngomong panjang lebar tapi ujungnya dapet jawaban setugel-setugel."
"Aku serius dengan ucapan ku tadi Deep."
"Yang mana? Mas kan kalo ngomong emang nggak bisa diajak bercanda. Serius mulu bawaannya. Aku lho nggak pernah liat mas Abhi ketawa."
"Lihat aku."
Abhi memerintahkan Deepika yang sejak tadi tidak berani menatap mata Abhi. Takut jatuh cinta mungkin, mungkin lho ya. Atau emang perasaan itu udah ada.. Tapi mereka berdua belum menyadarinya.
"Aku ingin memulai hubungan serius sama kamu. Rasa itu muncul gitu aja. Mungkin belum terlalu dalam tapi aku menemukan kenyamanan saat bisa bareng kamu. Seperti sekarang ini." Ucap mas pengacara itu dengan gamblangnya.
Deepika menggigit bibirnya, bingung mau menjawab apa. Apa yang Abhi ungkapan tentu saja membuatnya sangat terkejut. Dia tidak pernah menyangka jika akan disukai oleh seorang Abhista Agung. Orang yang selalu menjadi target amukannya jika sedang kesal atau sekedar meledek mas mas itu dengan kalimat nyeleneh versi dia.
inget gak kata Abhi, kamu bakal cemburu hanya dg mendengar nama Abhi disebut sama ciwik lain 😌
skrg keknya terbukti deh, dah betmut kan kamu?! 😅🤣
astaghfirullah minal khotoyaaaa
gak capek?!
misal nih ya, misaaaaallll kamu bisa bersama dg Abhi pun, kamu gak akan bahagia lho.. wong di hati Abhi gak ada kamu samsek..
seumur hidup itu lama woy.. mau kamu buang sia² waktu yg ada hanya utk mengemis cinta dari lelaki yg melirikmu pun ogah
kurang kah bukti yg sudah ada?? 😏