Fujimoto Peat, aktris papan atas yang dimanja oleh dunia glamor berlibur ke pulau tropis. Di sana ia bertemu Takahashi Fort yang merupakan kebalikan sempurna dari dunianya.
Pertemuan mereka memicu percikan antara pertemuan dua dunia berbeda, keanggunan kota dan keindahan alam liar.
Fort awalnya menolak menjadi pemandu Peat. Tapi setelah melihat Peat yang angkuh, Fort merasa tertantang untuk ‘’mengajarinya pelajaran tentang kehidupan nyata.’’
Di sisi lain, ada satu pasangan lagi yang menjadi pewarna dalam cerita ini. Boss, pria kocak yang tidak tahu batasan dan Noeul, wanita yang terlihat pemarah tapi sebenarnya berhati lembut.
Noeul terbiasa menjadi pusat perhatian, dan sikap santai Boss yang tidak memedulikannya benar-benar membuatnya kesal. Setiap kali Noeul mencoba menunjukkan keberadaannya yang dominan, Boss dengan santai mematahkan egonya.
Hubungan mereka berjalan seperti roller coaster.
Empat orang dalam hubungan tarik ulur penuh humor dan romansa, yang jatuh duluan, kalah!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bpearlpul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Pria yang Dibeli
Fort berdiri di dermaga sambil memegang pegangan koper Peat. Wajahnya muram meski tak bisa sepenuhnya menyembunyikan ekspresi imut.
‘’Setelah penampilan memukau di bar malam itu, aku yakin semua orang ingin encore. Kau meninggalkan panggung sebelum pertunjukan selesai, Nona Kota,’’ kata Boss.
Peat hanya tersenyum sebelum menatap Fort yang masih bungkam sedang menatap lautan dengan tatapan tajam.
‘’Terima kasih, Fort. Untuk semua waktu yang kuhabiskan di sini.’’
Fort tetap diam dan menghindari tatapan Peat.
Krismon menatap Fort dengan seringai sinis. ‘’Lihatlah bayi besar ini. Tidak tahan berpisah, ya? Mungkin kau perlu popok.’’
Fort hanya meliriknya sekilas tanpa menjawab, tapi wajahnya semakin masam.
Boss tak ingin suasana menjadi terlalu berat. ‘’Dengar, Kak Peat. Setelah pekerjaanmu selesai, datanglah lagi ke pulau ini. Kau belum benar-benar melihat semua keajaibannya.’’
‘’Dia tidak akan kembali. Dunia yang sebenarnya menunggunya.’’
Peat memandang Krismon sejenak, lalu melirik Fort yang masih diam. Ia menghela napas panjang, menutup mata sesaat sebelum akhirnya berbicara. ‘’Kalau begitu... aku akan membeli Fort.’’
Ketiga pria itu serempak menatap Peat dengan ekspresi terkejut yang sangat jelas.
‘’Apa?! Kau bilang apa tadi?!’’
Fort yang kesal tadi kembali tersenyum lebar dengan gaya khasnya. ‘’Kalau begitu, apa aku harus pakai pita besar supaya lebih pantas untuk dibawa pulang?’’
‘’Kau DIAM! Jangan ikut-ikut bersikap konyol!’’ seru Krismon.
Ia kembali menatap Peat dengan alis berkerut. ‘’Kau tidak bisa membeli ora—‘’
‘’Kenapa tidak? Aku akan membeli Fort, dia ikut aku ke kota,’’ tegas Peat.
‘’Kau yakin tidak akan menyesali keputusanmu?’’ tanya Fort.
Peat menatapnya. ‘’Kau sendiri yang bilang, selama aku di sini, kau adalah pemanduku. Jadi, aku hanya memperpanjang kontrak itu.’’
Fort tersenyum lebar dengan wajah nakalnya. ‘’Tapi hargaku sangat mahal.’’
‘’Aku mampu membayarnya,’’ balas Peat dengan tatapan sinis namun menggoda.
‘’Astaga, aku sudah muak dengan semua kegilaan ini,’’ keluh Krismon.
‘’Kalau Kak Fort pergi, berarti aku juga i—‘’
‘’TIDAK! Kau TETAP TINGGAL DI SINI! Kau tidak akan kemana-mana!’’ seru Krismon dengan ekspresi syok total.
Boss mengerutkan dahi. ‘’Kenapa? Kota besar mungkin butuh lebih dari satu pria tampan seperti aku.’’
‘’Tampan dari mana? Astaga, aku tidak percaya aku harus bertemu dengan bocah seperti ini.’’
‘’Aku memang tampan dari sudut pandang manusia normal. Tapi kau? Aku rasa kau kehilangan itu sejak memilih jadi pria berjiwa wanita.’’
Krismon membanting topi ke tanah. ‘’Kau bocah kurang ajar! Aku laki-laki sejati! Berani kau mengejekku?!’’
‘’Kakak, kau tidak akan tega meninggalkan adikmu di sini, kan?’’ tanya Boss.
Fort menghela nafas sambil menepuk bahu Boss. ‘’Dengar. Kau tidak bisa ikut. Kalau kau pergi, siapa yang akan menjaga reputasi kita di pulau ini?’’
‘’Reputasi?’’
Fort dengan senyum licik. ‘’Pulau ini akan kehilangan semua daya tariknya. Kau mau pulau ini mati karena kehilangan ketampanan?’’
Boss berpikir sejenak, lalu mengangguk perlahan. ‘’Hmm, masuk akal juga. Kalau aku pergi, siapa lagi yang akan melanjutkan warisan tampan kita?’’
‘’Heh, tampan dari mana? Kalian berdua bahkan tidak mendekati definisi itu,’’ sindir Krismon.
‘’Nona muda, kau cemburu ya? Tidak apa-apa, kau masih bisa terlihat manis untuk ukuran pria,’’ senyum nakal Boss.
Krismon menjambak rambutnya sendiri. ‘’Aku tidak cemburu, dan aku bukan nona muda!’’