Jeniffer seorang gadis cantik yang berprofesi sebagai perawat di sebuah rumah sakit desa, harus menghadapi ujian yang cukup besar dalam hidupnya. Ayah nya memiliki hutang besar kepada seorang lintah darat bernama Baron, pada suatu ketika anak buah yang bernama Tomi mengunjungi rumah Demian (Ayah dari Jeniffer). mereka menagih hutang yang di pinjam oleh Demian, makian dan ancaman terus dilayangkan oleh pria berbadan tersebut. Hingga Demian berkata akan membayar hutang nya minggu depan, saat Tomi berniat untuk melecehkan dua anak gadisnya Jeniffer dan Jessica. Kemudian di siang hari nya ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumah Jessica, yang tak lain adalah milik Glenn dan klien nya. Dan itulah awal dari pertemuan Jeniffer dengan Glenn, namun pertemuan itu terjadi karena perdebatan sang adik dengan John anak buah dari Glenn.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nouna Vianny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Olahraga Pagi
"Ini pesanan nya Tuan" Ujar pelayan sambil menyerahkan kantong kertas berwarna coklat.
Jhon menggelengkan kepala sambil mengucek mata. Ia fikir pelayan itu adalah orang yang disebut namanya tadi, ternyata bukan. Hanya mirip ketika ia tersenyum.
"Oh maaf ku pikir kau teman ku".
Wanita itu hanya tersenyum dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
Jhon mengeluarkan makan dari dalam kertas kantong coklat itu, lalu memberikan makanan nya kepada Jessica.
"Ini, makanlah"
Jessica menerima nya dengan dua tangan. "Terimakasih Jhon".
Suara klakson berbunyi dari arah belakang mobil, Jhon meliriknya dari kaca spion dalam. Terlihat kepala pengendara mobil itu yang tengah menggerutu, dengan posisi kepala yang menjulur ke arah luar kaca mobilnya.
Jhon tidak menjawab, namun segera memajukan mobilnya.
"Lebih baik kita makan nya sambil jalan menuju rumah ku saja" usul Jessica.
"Baiklah". Jhon pun mengiyakan.
Tangan kiri memegang setir dan tangan kanan memegang makanan. Sungguh merepotkan jika karena bukan gadis di sebelahnya ini, mana mau Jhon melakukannya.
"Ah sial!" Jhon mengumpat, roti penutup atas burger itu jatuh. Mayones dan saus yang menempel di roti nya pun jadi berceceran.
Jessica tidak tinggal diam, ia menunda dulu makan nya lalu mengambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan tumpahan nya.
Sebagai wanita yang peka, tanpa diperintah Jessica mengambil burger itu dari tangan Jhon. Ia memasukkan ke wadah lalu menyuapi Jhon yang tengah fokus mengemudi.
Jhon membuka mulutnya saat Jessica mengulurkan tangan untuk memasukkan makanan ke mulutnya. "Kenapa rasanya sangat enak".
"Memang restoran itu terkenal dengan burgernya yang enak bukan?"
"Bukan, kalau soal itu aku sudah tahu"
"Lantas?"
"Kenapa sangat enak saat kau yang menyuapi nya".
Jangan ditanya lagi bagaimana wajah Jessica saat ini, salting brutal, dan juga pipinya yang merona seperti buah tomat.
Jika Jessica merasa salah tingkah, karena ulah Jhon. Lain hal nya dengan Camila, ia hanya bisa pasrah dan menundukkan kepala nya saat Anna mengomeli nya.
"Kau benar-benar memalukan".
Anna mengangkat tangan hendak menampar pipi sang anak, namun ia mengurungkan niatnya dan menurunkan kembali tangan nya.
"Maafkan aku Mom, aku tidak akan mengulangi nya lagi". Lirih Camila.
Makan malam berlangsung dengan khidmat. Mereka sama-sama menikmati sajian mewah hotel berbintang. Sesekali bersenda gurau untuk mengurangi kecanggungan.
"Apa kesibukan mu Glenn" tanya Anna.
"Hanya bekerja Nyonya".
"Kau pekerja keras rupanya"
"Bisa dibilang seperti itu".
Glenn menjawab sekedarnya, demi menghormati sang ibu agar tidak malu. Lily tersenyum melihat Glenn yang bisa di ajak kerja sama.
Dari tatapan Anna, seperti nya wanita itu menyukai Glenn. Suka dalam bentuk akan sosok nya yang rupawan, sopan dan tidak banyak bicara.
Pintu lift terbuka, seorang wanita memakai dress selutut keluar dengan digiring oleh dua pria berbadan besar.
"Lepaskan aku berengsek!!"
Anna melotot lalu lekas berdiri dari duduk nya, Josh mencegah untuk Anna bertindak kasar, ia raih lengan istrinya memerintahkan agar kembali duduk.
"Oh, apa dia Camila?" tanya Lily sambil tersenyum ke arah wanita yang pakaian nya sudah acak-acakan.
"I-i-iya dia Camila anak ku". Ucap Anna terbata-bata. Sejujurnya ia merasa malu akan sikap putrinya. Tidak ada keanggunan yang ditampilkan, malah bersikap seperti anak kurang berandalan.
"Camila, duduk sayang". Seru Anna dengan tatapan tajam ke arahnya.
Josh memberi kode pada dua pengawal tadi untuk pergi, mereka menundukkan kepalanya lalu undur diri.
"Kenalkan, ini Nyonya Lily dan ini anak nya Glenn".
"Selamat Malam". Camila mencoba bersikap ramah.
Glenn tidak menoleh sedikitpun ke arah Camila, bahkan wajah nya datar dan dingin. Lily berdehem menyenggol kaki anaknya. Barulah Glenn mau membuka mulut.
"Hallo Nona". Sapa Glenn, tanpa menatap wajah Camila.
Camila duduk bersebelahan dengan Glenn. Gelas kaki panjang berisikan cairan merah, membuatnya tergoda. Tanpa berpikir panjang ia segera meraih benda itu dan meneguk isinya sampai habis.
"Sayang, kau haus?" tanya Lily sambil tersenyum.
"Ya, aku haus" pungkas Camila.
Tangan Anna mengepal ingin rasanya ia menampar wajah putrinya itu, benar-benar tidak punya etika. Sudah telat datang ke acara makan malam, lalu muncul dengan diseret oleh dua orang. Anna yakin jika tidak begitu Camila pasti tidak akan datang.
"Ternyata kau lebih cantik dari yang kulihat di foto" puji Lily.
"Terimakasih Nyonya, anda pun sama hal nya". Camila menjawab dengan lembut.
Pelayan kembali datang dan membawakan steak yang masih hangat untuk Camila. Perut yang lapar membuat Camila tidak ada waktu untuk menunda. Wanita berambut keriting itu langsung meraih pisau dan garpu, menusuk nya ke atas daging lalu memotong nya hingga kecil-kecil.
"Mom menghubungi mu berkali-kali,tapi kau tidak menjawab nya. Kenapa?" tanya Anna. Nada penuh penekanan membuat Camila merasa gugup.
"Aku baru saja selesai latihan".
"Latihan?" tanya Lily.
"Iya Nyonya, aku habis berlatih taekwondo. Kau tahu? Siang tadi aku bertemu dengan dua orang wanita, mereka mengejar pencuri yang mengambil salah satu dari wanita itu. Aku mengejar nya dan langsung melayangkan bogem mentah".
"Wah hebat sekali, kau sungguh menguasai ilmu bela diri tersebut?"
"Tentu Saja, aku adalah ini adalah atlet taekwondo. Aku senang berkelahi, lebih tepatnya melawan mereka yang pengecut". Ungkap Camila yang berhasil mendapat injakan kaki dari ibunya.
Ambisi Camila yang sangat menyukai bela diri asal negeri gingseng itu, sebenernya tidak disetujui oleh Anna. Ia ingin anaknya menjadi seorang wanita yang anggun dan keibuan. Tapi Camila, dia berbeda dari wanita diluar sana. Tidak jarang Anna menemukan memar ditubuh anaknya itu.
"Menarik, namun kau tetap harus menjaga citra mu sebagai pewaris CM grup sayang". Lily kembali menimpali.
"Aku bosan dengan kehidupan yang menuntut ku sempurna, aku ingin seperti wanita di luar sana. Tapi aku senang bisa ada disini. Terlebih saat aku bertemu dengan dua teman baru ku".
"Teman baru mu? Siapa?"
"Mereka adalah seorang perawat, kalau tidak salah namanya Faye dan Jeniffer".
Glenn menoleh ke arah Camila, hingga membuat mereka yanga ada di meja makan bertanya-tanya.
"Jadi maksud mu, dua wanita yang mengejar pencuri tadi berprofesi sebagai perawat?". Pertanyaan Glenn membuat Lily heran. Kenapa putra nya tiba-tiba menanyakan hal itu pada orang yang baru dikenalnya.
"Betul, dan aku akan menjadikan nya teman. Oh! Astaga aku lupa bertukar nomer ponsel". Jawab Camila yang tidak merasa curiga terhadap Glenn.
"Teman? Bukankah seorang pebisnis tidak memerlukan teman, dia hanya akan menjadi benalu dan mungkin menusuk mu dari belakang Sayang".
Tangan Glenn mengepal kuat, tidak setuju akan ucapan sang ibu yang suka meremehkan orang lain.
"Justru itu, selama aku hidup, aku belum pernah punya teman. Aku merasa kesepian".
Anna mengusap bahu Camila, merasa bersalah karena selama ini ia mengekang putrinya untuk tidak terlalu berinteraksi dengan orang lain. Rasa jenuh dan sepi itu pasti ada, sebanyak apapun harta yang dimiliki tetap saja ia membutuhkan orang lain.
*******
Anna menutup rapat pintu kamar setelah puas memarahi anaknya. Namun Camila tidak peduli akan hal itu, ia akan selalu menjadi dirinya sendiri,Itu lebih nyaman ketimbang harus berpura-pura.
Camila meraih ponsel nya di atas nakas, ia mencari kontak untuk dihubungi "Chen, kau cari tahu wanita yang kemarin aku temui" Perintah Camila di sebrang telepon
"Baik Nona".
Jika Camila ingin tahu mengenai Jen dan Faye, lain halnya dengan Glenn. Selepas makan malam dan tiba dirumah nya pria itu tidak bisa langsung memejamkan mata. Ia kepikiran akan ucapan Camila.
"Kenapa Jeniffer tidak bercerita soal itu padaku" gumam nya. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam Glenn mengurungkan niatnya untuk menghubungi kekasihnya itu. Ia tidak enak jika harus menganggu hanya demi menanyakan kabar tersebut. Lagi pula Jen tidak kenapa-kenapa berkat Camila yang menolongnya.
Tubuh Jen menggeliat, ia terbangun dari tidurnya yang lelap. Mengucek mata sebentar lalu perlahan bangun dari tempat tidur. Meneguk segelas air putih yang telah ia sediakan tadi malam.
Minggu ini Jen mendapat jadwal dinas malam, tapi sengaja bangun pagi karena ia dan Faye sudah berjanji akan olahraga bersama. Merasa bersalah karena telah memakan makanan junk food kemarin, jadi ia ingin menebus nya dengan menggerakkan tubuh, agar mengeluarkan keringat agar tetap sehat.
Sebelum olahraga lebih baik ia membersihkan wajah dan menyikat gigi. Agar tidak terlihat kucel dan mengeluarkan bau tidak sedap dari mulutnya.
Tak perlu waktu untuk berlama-lama di toilet, ia segera keluar, membuka almari pakaian nya untuk memilih baju yang akan dikenakan.
Bra dan legging sport dengan warna senada, tak lupa jaket crop top agar tidak terlalu seksi. Rambut yang dikepang ke belakang membuat gadis bertubuh semampai ini terlihat lebih imut.
Jen keluar dari kamarnya menutup pintu dengan rapat. Ia juga menyelipkan earphone ke telinga nya. Untuk sambil mendengarkan lagu saat olahraga nanti. Sebelum melangkah keluar Jen pamit pada Demian ke kamar nya, pria itu semakin banyak menghabiskan waktu di kamar setelah mengalami banyak kejadian beberapa hari ke belakang.
Setelah pamit pada sang Ayah, ia menuju ke kamar sang adik. Namun terkunci, sudah dipastikan adiknya itu masih tertidur. Karena Jen pun tidak tahu saat Jessica kembali dari luar semalam.
Panggilan telepon berdering, ia tersenyum saat melihat nama pada layar.
"Pagi Sayang". Ucap Jen dengan manis.
"Pagi juga sayang, tumben kau sudah bangun. Jam berapa kau berangkat ke rumah sakit?" tanya Glenn yang sedang dalam perjalanan menuju kantor.
"Aku hari ini dinas malam, dan pagi ini aku akan pergi olahraga bersama Faye" terang Jen.
"Sungguh? Coba aku lihat". Glenn mengubah panggilan telepon ke video. Ia melotot saat melihat Jen yang terkesan seksi. Karena jaket yang di kenakan belum di resleting, dan tampak lah kedua benda kenyal yang padat itu.
"Naikkan resleting jaket mu" titah Glenn.
"Tapi"
"Tidak ada tapi-tapian, cepat naikkan aku tidak rela orang lain melihat nya".
"Baiklah". Jen menaikkan resleting jaket nya, sambil menggerutu karena menganggap Glenn yang berlebihan.
"Nah kalau begitu kan bagus, awas saja kalau sampai kau turunkan lagi resleting nya setelah selesai menelepon ku" Ancam Glenn.
"Iya sayang, yasudah ya aku mau lanjut olahraga nya dulu".
"Kiss nya mana".
"Sayang ini di tempat ramai".
"Biarkan saja, agar semua orang tahu kalau kau sudah punya kekasih".
Demi menuruti perkataan sang pacar, Jen pun harus menebalkan wajah nya, memajukan bibirnya dan mengecup layar.
"Terimakasih Sayang, berhati-hati lah".
Panggilan video terputus, Faye yang menunggu nya di sebrang jalan hanya bisa menahan tawa. Saat melihat Jen bersikap seperti tadi.
"Memang ya kalau orang lagi jatuh cinta itu, dunia serasa milik berdua. Yang lain cuma ngekost" timpal Faye saat keduanya telah bertemu.
"Kau ini bicara apasih, ayo kita mulai olahraga nya".
Jen dan Faye memulai dengan berjalan perlahan, menelusuri setiap jalan di desa tersebut. Begitu asri dan sejuk saat di pagi hari. Ini sungguh menyenangkan meski ini hari biasa namun bada juga dari beberapa mereka yang berolahraga.
"Ikuti mereka" ucap salah seorang wanita yang memperhatikan nya dari jauh melalui earphone. Ia memakai masker penutup mulut dan juga topi. Pakaian olahraga berwarna biru laut, serta sepatu berwarna putih.
Dari berjalan pelan, sedang hingga cepat. Kaki Faye dan Jen terus saja melangkah. Mereka belum berhenti sebelum mengeluarkan keringat dan merasa capek. Matahari semakin tinggi dan rasa panas dari sinar nya mulai terasa. Jen dan Faye memutuskan untuk duduk di bangku taman.
"Lebih baik kita istirahat dulu" ucap Faye.
"Iya benar, aku juga merasa haus. Kau tidak bawa air minum?"
"Aku tadi sudah menyiapkan nya, tapi lupa dibawa".
Tak lama seorang pria memakai kaos spandek dan celana hitam selutut duduk, di kursi sebrang. Baju nya lepek akibat dari keringat yang bercucuran.
Jen mengibaskan tangan nya ke wajah seperti kipas, ia juga mengusap-usap tenggorokan nya yang mulai haus.
Pria di depan itu menarik sebelah sudut bibirnya, tak lama seorang wanita berjalan dengan membawa air mineral baru. Melihat Jen dan Faye yang sedang kehausan ia pun bangun, menawarkan air yang baru itu.
"Permisi Nona, aku lihat kalian sepertinya kehausan. Ini minumlah" kata Pria tersebut sambil menyodorkan botol air mineral.
Jen dan Faye saling melihat. "Biar aku bayari saja minum nya".
"Tidak perlu, ini gratis. Ambilah". Pria itu terus memaksa.
Jen meraih botol air minum itu, lalu membuka tutup nya yang masih tersegel. "Terimakasih banyak".
"Sama-sama".
Wanita yang tadi memerintahkan anak buahnya untuk membuntuti Jen dan Faye tersenyum dalam hati. Apalagi saat Faye dan Jen meneguk air itu hingga habis.
Mereka berdua tak menyadari jika minuman tersebut telah diberi suntikan, tanpa merusak segel kemasan. Sebuah cairan yang bisa membuat kantuk berakhir tak sadarkan diri.
Beberapa menit kemudian, mereka merasakan kantuk yang amat sangat di pelupuk matanya.
"Kenapa aku tiba-tiba mengantuk ya"
"Iya sama aku juga".
Dalam hitungan cepat kedua nya tak sadarkan diri. Kevin dan Amara bangun, dan membuat kedua nya terduduk kembali setelah terjatuh ke tanah.
"Siapkan mobil nya, sebelum ada yang melihat kita".
"Baik Nona".
Sialnya saat itu taman sedang sepi, mungkin karena tidak banyak yang berolahraga pada hari biasa.
Mobil tak lama datang, pria yang menyetir kendaraan tersebut segera turun untuk membantu. Jen dan Faye yang tak sadarkan diri, segera dimasukkan ke dalam mobil.
"Ayo Jalan" titah Amara.
"Baik Nona".
Mobil Van berwarna hitam itu pun berjalan, meninggalkan taman. Tujuan nya kini adalah ke markas, untuk mengeksekusi dua wanita yang masih tepar akibat obat bius.
Setiap kendaraan berhenti, saat lampu lalu lintas berwarna merah. Amara sesekali menoleh ke belakang untuk melihat keadaan wanita itu.
"Aku ingin lihat bagaimana reaksi Glenn, melihat gadis kesayangan ini kita siksa". Gumam Amara.
"Bagaimana dengan teman nya Nona?"
"Habisi saja"
"Baik Nona".
lampu lalu lintas telah berubah menjadi hijau, mobil pun kembali bergerak. Suara sirine pada indikator berbunyi.
"Sepertinya kita harus mengisi dulu bahan bakar Nona" terang sang sopir.
"Yasudah cari pom bensin terdekat saja".
"Baik Nona".
Di depan ada pertigaan, mereka belok kanan lalu mengantri. Karena antrian yang panjang sopir pun menyalip mobil yang sudah lebih dulu mengantri di depan nya.
Melihat itu seorang pengendara di dalam nya pun tak terima, ia keluar dan menegur sopir mobil yang di tumpangi Amanda.
"Hei, turunkan kaca mobil mu".
"Ada apa?" tanya sopir itu dengan sinis.
"Turun kau"
Sopir tersebut melirik ke arah Amara, lalu ia mengangguk.
"Aku sedang buru-buru Nona, dan terpaksa menerobos antrian".
"Kau fikir yang mengisi bahan bakar disini tidak buru-buru, kau fikir yang punya kepentingan itu kau saja".
Mendengar perkataan sarkas dari wanita itu, sopir tersebut pun naik pitam. Ia hendak menampar wajah nya namun dapat di cegah.
"Wah! Dasar pengecut berani nya sama perempuan".
Bug! Satu bogem sopir itu dapatkan. Antrian pun semakin panjang.
"Sialan!" sopir itu ingin melawan, namun Camila dapat membaca gerakan nya.
Tak lama seorang pengemudi turun dan melerai aksi kedua nya. Camila dan sopir itu pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam.
"Dasar perempuan gila" . Gerutu Amara. Ia sengaja tidak turun. Karena takut ada yang mengenali nya.
"Ikuti mobil Van di depan itu, dia sudah berani menyerobot antrian aku"
"Baik Nona
Mobil van milik Amara meninggalkan pom bensin lebih dulu, dan mobil Camila di belakang nya. Mereka sengaja mengikuti dengan menjaga jarak.
Rasa kesal dan sikap pengemudi yang hendak akan memukul nya, membuat Camila naik pitam. Ia tidak terima diperlakukan seperti itu, sebelum membalasnya ia pantang untuk pulang.