SIPNOSIS:
Kenneth Bernardo adalah pria sederhana yang terjebak dalam ambisi istrinya, Agnes Cleopatra. demi memenuhi gaya hidupnya yang boros, Agnes menjual Kenneth kepada sahabatnya bernama, Alexa Shannove. wanita kaya raya yang rela membeli 'stastus' suami orang demi keuntungan.
Bagi Agnes, Kenneth adalah suami yang gagal memenuhi tuntutan hidupnya yang serba mewah, ia tidak mau hidup miskin ditengah marak nya kota Brasil, São Paulo. sementara Alexa memanfaatkan kesempatan itu untuk mendapatkan suami demi memenuhi syarat warisan sang kakek.
Namun, kenyataan tak berjalan seperti yang Agnes bayangkan, setelah kehilangan suaminya. ia juga harus menghadapi kehancuran hidupnya sendiri-dihina orang sekitarnya, ditinggalkan kekasih gelapnya uang nya habis di garap selingkuhan nya yang pergi entah kemana, ia kembali jatuh miskin. sementara Alexa yang memiliki segalanya, justru semakin dipuja sebagai wanita yang anggun dan sukses dalam mencari pasangan hidup.
Kehidupan Baru Kenneth bersama Alexa perlahan memulihkan luka hati nya, sementara Agnes diliputi rasa marah dan iri merancang balas dendam, Agnes bertekad merebut kembali Kenneth bukan karena haus cinta tetapi ingin menghancurkan kebahagiaan Alexa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HMYT-18
Pagi itu, Kenneth tiba di bengkel LuxTune Garage tepat setengah sembilan pagi dan suasana bengkel mulai ramai dengan deru kendaraan yang masuk. Suara mesin, alat-alat kerja yang beradu, dan obrolan ringan para mekanik menjadi pemandangan khas yang sudah sangat akrab baginya.
Setelah memarkir motor di sudut bengkel,berdiri di dekat meja resepsionis tempat pelanggan biasanya mengantri untuk mencatat keluhan kendaraan mereka. Seorang pelanggan baru saja selesai memberikan penjelasan, dan Pak Darto, kepala bengkel, langsung memanggil Kenneth.
"Ken, ini BMW putih, katanya ada masalah sama AC-nya. Kamu bisa cek sekarang," ujarnya sambil menyerahkan kunci mobil ke Kenneth.
Kenneth mengangguk tanpa banyak bicara. Ia menggantung jaketnya di paku dekat meja alat, mengenakan seragam kerja abu-abu yang sedikit lusuh, lalu mengambil sarung tangan mekaniknya.
Kenneth memindahkan mobil ke stall dua, di mana alat diagnostik khusus AC tersedia. Dengan sigap, ia membuka kap mobil, memeriksa kompresor dan selang-selang yang tersambung ke sistem pendingin.
"Freonnya habis, tapi kayaknya ada kebocoran di sini," gumam Kenneth sambil menunjuk salah satu sambungan selang. Ia mengambil alat penguji tekanan untuk memastikan kebocoran tersebut. Setelah beberapa menit, terlihat jelas bahwa ada bagian selang yang robek kecil.
Ia melapor ke Pak Vincent , yang kemudian menyampaikan estimasi biaya perbaikan kepada pelanggan. Sementara menunggu konfirmasi, Kenneth membersihkan sisa oli di area kerjanya, memastikan semuanya tetap rapi. Setelah pelanggan setuju, ia mengganti selang tersebut, mengisi ulang freon, dan menyalakan mesin untuk memastikan AC kembali dingin.
Pekerjaan itu selesai sekitar satu jam kemudian, dan pelanggan tampak puas. Kenneth menerima ucapan terima kasih singkat sebelum kembali ke meja alat untuk mengambil tugas berikutnya.
Tidak lama setelah itu, sebuah sedan masuk ke bengkel dengan kap mesin yang mengeluarkan uap tipis. Vigo, teman kerjanya, membawa mobil itu ke stall sebelah.
"Ken, bantuin cek radiator ini. Kayaknya termostatnya rusak," ujar Gerry sambil mengelap tangannya yang kotor oleh cairan pendingin.
Kenneth segera mengambil tangki pendingin cadangan dan peralatan yang diperlukan. Ia dan Gerry bekerja sama membuka radiator, memeriksa termostat, dan menemukan bahwa alat itu benar-benar macet. Kenneth mengganti termostat dengan yang baru, lalu mengisi ulang cairan pendingin sebelum menyalakan mesin untuk memastikan suhu tetap stabil.
"Beres! Ini bakal tahan beberapa tahun kalau dia nggak lupa ganti cairan radiator lagi," ujar Kenneth sambil tersenyum tipis.
Gerry tertawa kecil. "Iya, asalkan nggak balik lagi minggu depan karena lupa."
Menjelang siang, Kenneth mendapat pekerjaan terakhir sebelum istirahat. Sebuah SUV besar masuk dengan keluhan rem yang berbunyi saat diinjak. Kenneth langsung tahu ini akan memakan waktu lebih lama.
Ia memasukkan mobil ke lift hidrolik, mengangkatnya, lalu melepas roda untuk memeriksa sistem rem. Dari inspeksi awal, ia menemukan bahwa bantalan rem sudah sangat aus, dan cakram rem juga penuh goresan. Kenneth mengambil alat pengikis dan membersihkan cakram rem sebelum mengganti bantalan rem baru di keempat roda.
Setelah selesai, Kenneth menurunkan mobil dari lift, lalu melakukan uji jalan di area parkir bengkel untuk memastikan semuanya bekerja sempurna. Saat ia kembali, pelanggan sudah menunggu dengan wajah cemas.
"Remnya sudah aman, Pak. Saya tes jalan, dan semuanya baik-baik saja. Cuma usahakan servis rutin, ya, biar nggak sampai parah lagi," kata Kenneth sambil menyerahkan kunci.
Tepat pukul dua belas, Kenneth akhirnya duduk di bangku kayu dekat sudut bengkel. Di tangannya, sebungkus nasi padang yang dibeli Gerry di warung dekat bengkel. Suasana istirahat itu terasa hangat, penuh candaan ringan dari para mekanik yang lain.
"Ken, kapan beli motor baru? Itu motormu kalau diservis, bengkelnya bisa dapat proyek besar!" canda Vigo sambil tertawa.
Kenneth hanya menggeleng sambil tersenyum. "Motor tua itu masih bisa diandalkan, kok. Kalau nggak ada, aku malah bingung."
" Gimana masalah istrimu? Sudah pulang kah?" Tanya Arnand.
" Sudah, aku gak tau apa yang dia lakukan diluar sana sampai baru pulang."
" Istrimu memang gila! Padahal dia beruntung banget dapat suami modelan kamu, tanggung jawab, setia, baik sabar perfect lah malah di sia-siakan begini." Ucap Arnand.
" Kenapa kamu gak cerai aja sih? Kita lihat ya kasihan banget." Ucap Vigo
" Selagi bisa diperbaiki, aku mau rumah tangga ku awet sampai tua." Ucap Kenneth.
Hari mulai beranjak sore ketika Pak Vincent memanggil Kenneth yang baru saja menyelesaikan perbaikan terakhirnya di bengkel.
"Ken, ada panggilan darurat di jalan tol. Mobil mewah mogok, dan pengemudinya kayaknya perlu bantuan cepat. Kamu bisa ambil tugas ini?" tanya Pak Darto sambil menyerahkan kunci mobil derek.
Kenneth mengangguk tanpa banyak tanya. "Siap, Pak. Lokasinya di mana?"
"Tol KM 18. Katanya di bahu jalan arah barat. Orangnya nunggu di sana, hati-hati aja di jalan," jawab Pak Darto.
Kenneth segera mengambil alat-alat yang dibutuhkan, memasukkannya ke dalam tas, dan menaiki mobil derek. Perjalanan ke lokasi tidak memakan waktu lama, meskipun jalanan cukup padat.
Setibanya di lokasi, Kenneth melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam—model yang jarang dilihatnya—berhenti di bahu jalan.Di sampingnya, seorang wanita berdiri dengan sikap tenang, memegang ponsel di tangannya. Rambut panjangnya yang hitam pekat tampak berkilau diterpa cahaya sore. Namun, yang membuat Kenneth terkejut bukan hanya mobilnya, melainkan wajah wanita itu.
"Dia... tetangga baru itu," pikir Kenneth sambil mengerutkan alis, mengenali wanita yang beberapa jam lalu ia lihat keluar dari rumah sebelah.
Kenneth menghentikan mobil derek di belakang mobil tersebut, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan pikirannya. Ia tahu ia harus bersikap profesional.
Ia turun dari mobil dengan langkah santai, mengenakan rompi keselamatan. Wanita itu, Alexa, meliriknya sekilas tetapi tidak menunjukkan reaksi apa pun, seolah-olah tidak mengenali Kenneth sama sekali.
"Selamat sore. Saya Kenneth, mekanik dari bengkel LuxTune Garage. Mobilnya bermasalah apa,Nona?" sapanya, berusaha menjaga nada suara tetap sopan dan netral.
Alexa tetap santai. "Mesinnya mati tiba-tiba. Saya coba starter berkali-kali, tapi nggak berhasil," jawabnya datar, menunjuk kap mobil.
Kenneth memandangnya beberapa detik lebih lama dari yang seharusnya. Ada rasa canggung di dadanya, tetapi ia segera menguasai diri dan mengangguk. "Baik, saya cek dulu. Bisa tolong maaf bergeser dulu? Saya mau buka kap mesinnya?"
Tanpa banyak bicara, Alexa kembali bergeser ke samping mobilnya dan Kenneth segera membuka kap mesin. Kenneth mulai memeriksa bagian dalamnya. Tangannya yang cekatan memeriksa kabel, aki, dan alternator dengan penuh konsentrasi.
Sementara itu, Alexa berdiri di sisi mobil, menyilangkan tangan di dada, memperhatikan Kenneth. Ia tidak menunjukkan tanda-tanda mengenali Kenneth sebagai pria yang tinggal di sebelah rumah barunya. Sikapnya tetap tenang, bahkan sedikit dingin, seperti biasa.
Kenneth, di sisi lain, mencuri pandang beberapa kali ke arah Alexa. Rasa penasarannya memuncak, tetapi ia menahannya. Ia harus fokus pada pekerjaannya.
"Ini masalah alternator," gumam Kenneth akhirnya, memecah keheningan. "Alternatornya nggak ngisi daya ke aki. Ada kabel yang putus."
Alexa mengangkat alis. "Bisa diperbaiki di sini?" tanyanya singkat.
Kenneth mengangguk. "Bisa, tapi butuh waktu sekitar setengah jam. Kalau Nona nggak keberatan menunggu, saya selesaikan sekarang."
"Silakan saja," jawab Alexa tanpa ekspresi.
Kenneth segera bekerja. Tangannya bergerak lincah mengganti kabel yang putus, memasang kembali sambungan dengan hati-hati. Suasana di antara mereka terasa sunyi, hanya suara alat Kenneth yang terdengar. Sesekali, Kenneth melirik Alexa, tapi wanita itu hanya berdiri diam, sesekali melihat ponselnya.
Setelah beberapa saat, Kenneth selesai mengganti kabel dan mencoba menyalakan mesin. Mesin kembali hidup dengan suara halus, seperti baru. Kenneth tersenyum kecil, puas dengan hasilnya.
"Sudah selesai. Alternatornya sekarang normal. Tapi saya sarankan untuk servis rutin supaya nggak ada masalah lagi ke depannya," katanya sambil membersihkan tangannya dengan kain lap.
Alexa mendekat, memandang Kenneth untuk pertama kalinya dengan lebih seksama. "Berapa biayanya?" tanyanya sambil membuka tas kecilnya.
Kenneth menahan napas sejenak, lalu menggeleng. "Untuk ini, bisa bayar langsung ke bengkel aja, Bu. Saya cuma teknisinya."
Alexa mengangguk singkat. "Baik. Terima kasih."
Kenneth sedikit gugup mendengar namanya disebut, tetapi ia menutupi perasaannya dengan mengangguk sopan. "Sama-sama. Kalau ada masalah lagi, jangan ragu untuk hubungi bengkel kami."
Setelah beres, Kenneth kembali ke mobil dereknya. Ia menyalakan mesin, siap pergi, tetapi pandangannya sempat tertuju lagi ke arah Alexa.
"Dia nggak ingat aku," pikir Kenneth dalam hati, merasa sedikit lega, meskipun anehnya juga sedikit kecewa.
Alexa, di sisi lain, hanya masuk ke mobilnya tapi pikiran nya melayang pada pria yang baru saja selesai memperbaiki mobilnya.
" Sepertinya aku pernah lihat, tapi di mana ya?" Pikir Alexa semakin melanjutkan perjalanan tanpa memikirkan Kenneth lebih jauh.
Tapi bagi Kenneth, pertemuan itu meninggalkan kesan yang sulit dijelaskan. Entah kenapa, wanita itu terasa seperti lebih dari sekadar pelanggan biasa.