Sinopsis :
Viona, seorang wanita mandiri dan cerdas mendapati dirinya masuk ke tubuh siswi SMA yang manja dan sudah bersuami. Dia langsung mengetahui bahwa dirinya masuk ke tubuh Emilia Vivian. Suami Emilia orang terkaya dan berkuasa di kota bernama Agam Revandra Graha.
Awalnya kehidupan Emilia hanya berkutat pada Agam. Dirinya sering stres dan frustasi karena Agam tidak pernah mencintainya, padahal cintanya begitu besar pada Agam. Sekarang, dengan adanya jiwa Viona di tubuh Emilia, sikap Emilia berubah. Emilia sudah tidak tertarik lagi dengan suaminya. Emilia memilih mengurus kehidupan pribadinya dan berhenti mengemis cinta pada Agam. Perubahan sikap Emilia membuat Agam mulai tertarik padanya.
Emilia menjadi siswi popular yang banyak di taksir teman sekolahnya maupun pria lain, terlebih hanya orang tertentu yang tau kalau Emilia sudah bersuami. Hal itu membuat Agam semakin resah. Dengan berbagai cara, Agam akhirnya mendapatkan malam pertama Emilia yang sering kali Agam tolak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20 : Tubuh Indah
Pelajaran hari ini adalah olahraga renang. SMA Bima Sakti adalah sekolah elit dengan fasilitas lengkap. Para siswa kelas 12E akan melakukan penilaian praktik renang, di kolam renang sekolah. Pakaian renang pun tersedia lengkap untuk murid laki-laki dan perempuan.
"Emilia ... kok lama banget sih? Semua orang sudah kumpul di kolam renang," panggil Adinda. Dia sedang menunggu Emilia berganti pakaian di bilik ganti pakaian khusus murid perempuan.
"Adinda, Aku tidak percaya diri. Masa pakai bikini?" keluh Emilia, menyahut dari dalam.
"Ya emang, baju renang perempuan kan hampir mirip bikini. Emilia, Kamu seperti baru pertama kali pakai bikini," ucap Adinda heran.
"Ini memang pertama kalinya. Bisa tidak pakai pakaian bebas untuk praktik renangnya?" protes Emilia.
"Mana bisa, sejak kelas 10 kita praktik renang selalu pakai pakaian ini. Saat kita liburan ke pantai Bali, raja Ampat, luar negeri, kita juga pakai bikini. Apanya yang pertama kali, kok Kamu aneh," sahut Adinda.
"Emilia, kenapa Kamu hidup begini? Penampilanmu terlalu Kamu umbar, pantas Agam tidak suka Kamu," batin Emilia. "Ya sudahlah, toh ini tubuh Emilia, bukan tubuhku. Tidak masalah kan berpakaian seksi?" batin Emilia lagi, ragu.
"Emilia, cepat keluar, jam renang sudah mulai," kata Adinda lagi, mendesak.
"Iya, iya," jawab Emilia terpaksa. Emilia pun membuka pintu dan keluar.
Adinda terpesona melihat penampilan Emilia dari ujung rambut sampai kaki. "Kamu cantik sekali. Tubuh Kamu berubah," puji Adinda.
"Cantik? Berubah bagaimana maksudnya?" Emilia tidak mengerti.
"Dulu Kamu sangat kurus, dada Kamu rata, bokong Kamu kempes. Sekarang badan Kamu agak berisi, dada wow, bagian belakang seperti gitar spanyol. Ini baru tubuh ideal, idaman banyak cewek," puji Adinda tanpa henti. "Bagaimana caranya punya badan ideal begini?" tambah Adinda.
"Dada besar dan bokong besar tanda sudah tidak perawan lagi. Apanya yang bagus. Kalau mau tubuh berisi ya tinggal makan banyak. Emilia asli, dulu cuma makan susu dan roti, ya iyalah kurus seperti lidi," batin Emilia. "Nanti ku beri tips nya," jawab Emilia pada pertanyaan Adinda.
"Janji ya!"
"Iya, Aku janji. Ayo!"
Keduanya pun pergi ke kolam renang.
Semua murid kelas 12 E sudah berkumpul, guru olahraga juga sudah berada di sana. Tinggal Adinda dan Emilia yang belum datang.
"Kenapa Emilia dan Adinda belum datang?" tanya guru olahraga.
"Itu mereka Pak!" tunjuk salah satu murid.
Semua orang mengalihkan pandangan pada Emilia dan Adinda yang baru saja datang.
"Cantik sekali," tanpa sadar salah satu murid laki-laki memuji kecantikan Emilia.
Mengenakan baju renang berwarna merah, seperti bikini, dengan tubuh kurus berisi, dada bervolume, serta rambut di ikat satu ke atas membuat penampilan Emilia menjadi pusat perhatian.
"Perasaan dulu tubuhnya seperti lidi, kenapa sekarang tubuhnya bagus sekali?" ucap salah satu murid perempuan yang iri.
"Aku pengen punya tubuh begitu," sahut murid lain.
Salah satu murid laki-laki, si ketua kelas mengeluarkan ponselnya, mengambil foto Emilia, sekali jepret fotonya sangat cantik. "Aku unggah saja di website sekolah, agar orang tau, di kelas 12 E ada murid cantik dan pintar. Jadi kelas 12 E tidak di remehkan lagi," ucapnya, kemudian mengunggah hasil jepretannya tadi dengan cepat.
"Maaf semua Kami terlambat," ucap Adinda.
"Tidak Papa," jawab guru olahraga. Sang guru berusaha menyembunyikan ketertarikannya pada penampilan Emilia. Sebagai pria dewasa yang normal, matanya tidak salah menilai, Emilia memang sangat cantik.
"Emilia, biasanya di pelajaran renang Kamu selalu kalah. Di antara Kami cuma Kamu yang tidak terlalu pandai berenang. Saat praktik renang Kamu selalu punya alasan untuk menghindar, apa kali ini Kamu juga menghindar dari praktik renang?" ucap salah satu murid perempuan yang iri pada penampilan cantik Emilia.
"Siapa bilang, Aku sudah belajar renang. Aku sangat jago berenang," jawab Emilia. "Yang tidak bisa berenang kan Emilia asli, bukan Aku," batin Emilia.
"Jangan bohong!"
"Kalau Aku menang dan mendapat nilai sempurna, apa yang Ku dapatkan?" tantang Emilia padanya.
"Setiap praktik renang, selalu nilai ku yang sempurna di kelas kita. Kalau hari ini Aku kalah, Aku bersedia jadi pesuruh mu seharian penuh. Tapi kalau Kamu kalah, Kamu yang jadi perusuh ku, bagaimana?"
"Oke, deal," Emilia setuju.
"Emilia, jangan konyol, Kamu pasti kalah. Kamu tidak terlalu pandai berenang," ucap Adinda.
"Tenang saja, Aku pasti menang," jawab Emilia yakin.
"Tapi Emilia ..."
"Adinda, percaya padaku."
"Ya sudah ..." jawab Adinda ragu.
"Baiklah, silahkan kalian ambil posisi. Karena kalian berjumlah 30 orang, Bapak bagi kalian menjadi 10 orang untuk praktik di setiap sesi. Ada 3 sesi. Juara satu sampai 3 di setiap sesi, akan di adu lagi. Pemenang praktik renang kali ini akan mendapat nilai 100," jelas guru olahraga.
Emilia, Adinda dan murid sok pintar itu berada di sesi pertama. Mereka ber 10 mengambil posisi masing-masing. Guru olahraga akan menjadi wasit.
"Emilia, siap-siap akan menjadi babuku hari ini, sampai pulang sekolah," ucap murid itu dengan percaya diri.
"Tidak ada kata kalah dalam kamus ku," jawab Emilia, tersenyum bangga.
"Satu ... dua ... tiga ... mulai ..." aba-aba wasit.
Mereka pun mulai bertanding.