Memiliki kehidupan yang nyaris sempurna, Marsha memiliki segudang prestasi, ia juga terampil dalam seni lukis dan percintaan yang bahagia bersama Reno─sepupunya sendiri. Mereka telah membangun rencana masa depan yang apik, namun siapa yang akan menyangka takdir tidak selalu mengikuti semua rencana.
Marsha tiba-tiba harus menggantikan Maya─kakaknya yang kabur karena menolak menikahi Alan─pria pilihan orang tuanya berdasarkan perjanjian bisnis. Masa depan perusahaan orang tuanya yang diambang kebangkrutan sebagai konsekuensinya.
Bagai simalakama, terpaksa Marsha menyetujuinya. Statusnya sebagai pelajar tidak menunda pernikahan sesuai rencana diawal. Alan adalah pria dewasa dengan usia yang terpaut jauh dengannya ditambah lagi ia juga seorang guru di sekolahnya membuat kehidupannya semakin rumit.
Menjalani hari-hari penuh pertengkaran membuat Marsha lelah. Haruskah ia berhenti mengukir benci pada Alan? Atau tetap melukis cinta pada Reno yang ia sendiri tidak tahu dimana ujung kepastiannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rieyukha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CINTA ITU BELUM TERTANAM
Alan mengernyit keluar dari kamar mandi mendapati Marsha masih di posisinya, ia masih terdiam melamun sedikit terlihat syok.
"Kamu kenapa?" suara Alan membuat Marsha terperangah, ia menatap Alan lagi-lagi hanya berbalut handuk sepinggang. Dengan cepat ia memutar wajahnya malu, bersusah payah ia menelan salivanya, tidak bisa berhenti menatap dada bidang milik Alan, menyadari itu Alan pun langsung beranjak menuju walk in closet.
"Air hangatnya udah saya siapkan, kamu bisa langsung mandi." serunya dari dalam ruangan.
"Iya, terima kasih. Tiap hari kalau bisa." jawab Marsha asal, tumbenan baik banget pakai siapkan air hangat segala, batinnya.
Alan muncul dari ruang ganti dengan pakaian yang sudah lengkap dan rapi, "Maksudnya gimana?"
Marsha menoleh, ia terdiam melihat Alan. 'Kok jadi semakin ganteng sih ni orang,' batin Marsha.
"Heh!" Alan menjentikkan jarinya didepan wajah Marsha.
"Budeg apa gimana?" sindir Marsha, "Tiap hari, tiap hari kalau bisa air hangatnya Om, sekalian mawar, tulip, dahlia didalamnya." ucap Marsha seraya beranjak dari kasur pergi ke kamar mandi, ia deg-degan tapi berusaha untuk biasa saja.
"Ngelunjak kamu ya." suara Alan terdengar dibalik pintu, Marsha mendengarkan langkahnya yang seperti sudah keluar kamar.
Marsha pun menghela napas lega, ia memperhatikan bathtub yang sudah penuh dengan air hangat yang pas, 'Aneh mau aja repot-repot begini sih,' batinnya. Ia kembali diam, memikirkan lagi bagaimana bisa ia sedekat itu pada Alan.
"Kok bisa sih, ya ampun!" ia mengusap wajahnya frustrasi.
Setelah selesai mandi yang cukup lama, sampai benar-benar merasa perasaannya membaik Marsha baru mau beranjak dari kegiatannya di kamar mandi. Marsha mengintip sebelum keluar kamar mandi, memastikan Alan sudah tidak ada. Berjinjit Marsha melangkah menuju pintu kamar dan menguncinya.
Sebenarnya Marsha malas keluar kamar tapi mengingat sang mertua berada dirumahnya, dipaksa lah kakinya melangkah keluar kamar. Ruang tengah sepi. 'Masih pada sarapan kali ya,' batinnya sambil melangkah menuju ruang makan.
"Aduh pengantin baru, baru kelihatan." goda Hana yang sedang duduk menikmati teh hangat didepannya.
Marsha hanya tersenyum kikuk, disana sudah ada Nadia, Hana dan Sania. Tamu di rumahnya datang saat subuh mungkin, pagi-pagi begini sudah ikut sarapan bareng malah lebih dulu dari tuan rumah.
Ruang makan yang pintunya sudah terbuka itu juga memperlihatkan taman belakang dan disana para pria juga sudah duduk dan bercengkerama dengan asyik.
Pandangan Marsha terpaku pada sosok pria yang juga terdiam menatapnya dengan teduh, ia menyunggingkan senyuman tipis yang hangat pada Marsha hingga Marsha terperangah dan segera mengalihkan pandangannya pada wanita-wanita paruh baya yang masih bercerita seru, entah apa yang menjadi bahan sehingga Marsha yang termangu sesaat itu tidak mereka sadari.
"Al udah sarapan tadi, Sha." Sania memberi tahu, yang ia kira Marsha sedang mencari keberadaan suaminya.
"Oh, iya Mam." jawab Marsha seadanya.
"Sini duduk disamping Tante, kangen tahu udah berbulan-bulan nggak ketemu." panggil Hana seraya menarik kursi disampingnya. Marsha menurut saja, setidaknya posisinya kini membelakangi taman.
Perasaannya kembali berkecamuk, mengapa Reno harus muncul disaat ia baru akan berniat merelakannya? Ya kenyataannya setelah menikah Marsha masih membutuhkan waktu sepenuh usia pernikahannya.
Bahkan cintanya untuk Alan baru ia persiapkan seperti sebuah bibit cinta, baru akan dia niatkan untuk ditanam dalam hatinya dengan cara mencabut cinta lamanya yang mulai layu namun tiba-tiba kehadiran Reno bagai air yang menyiram cintanya yang mulai layu itu. Bagaimana ia mau menggantikannya?
Marsha menghela napas berat, 'Aku harus menghargai pernikahan ini kan? Tapi aku rindu kamu kak, kenapa kamu muncul sih.' batinnya mulai galau, walau sebenarnya ia ragu bisa atau tidak menjalankannya dengan perasaan yang dipaksa menerima.
"Kamu kenapa, masih capek?" tanya Hana membuyarkan lamunannya, Marsha menggeleng lemah. Ia pun memulai sarapannya.
"Bibi yang banyak kerja Tan, Marsha cuma bantu dikit aja." Marsha menikmati sarapannya, nasi goreng ikan teri salah satu favoritnya.
"Ohh...tapi sih maksud Tante kerjaan yang di kamar," bisik Hana menggoda,
Marsha auto mendelik menatap Hana, "Tante ih godain mulu, lagi makan nih nanti kesedak." Marsha merajuk.
Lah iya Hana sampai nggak kepikiran kalau keponakannya lagi makan malah digoda, ia hanya tersenyum tidak enak, "Maaf deh...eh ada kak Reno lho ikut. Akhirnya bisa datang juga ikutan lihat rumah kamu, walau di paksa sih. Masa iya rumah dekatan nggak bisa juga. Tuh di taman." tunjuk Hana di belakangnya tanpa memutarkan badannya.
"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" justru kini Marsha terbatuk-batuk mendengar nama Reno.
"Ehhh malah kesedak benaran." panik Hana seraya mengambilkan minum untuk Marsha.
~