Dalam novel Janji Cinta di Usia Muda, Aira, seorang gadis sederhana dengan impian besar, mendapati hidupnya berubah drastis saat dijodohkan dengan Raka, pewaris keluarga kaya yang ambisius dan dingin. Pada awalnya, Aira merasa hubungan ini adalah pengekangan, sementara Raka melihatnya sebagai sekadar kewajiban untuk memenuhi ambisi keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, perlahan perasaan mereka berubah. Ketulusan hati Aira meluluhkan sikap keras Raka, sementara kehadiran Raka mulai memberikan rasa aman dalam hidup Aira.
Ending:
Di akhir cerita, Raka berhasil mengatasi ancaman yang membayangi mereka setelah pertarungan emosional yang menegangkan. Namun, ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memberikan kebahagiaan sejati pada Aira adalah melepaskan semua kekayaan dan kuasa yang selama ini menjadi sumber konflik dalam hidupnya. Mereka memutuskan untuk hidup sederhana bersama, jauh dari ambisi dan dendam masa lalu, menemukan kebahagiaan dalam cinta yang tulus dan ketenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Misi Berbahaya
Rencana untuk Melawan Bima
Setelah ancaman terakhir yang Bima kirimkan melalui pesan, Arga dan Dira tahu mereka tidak bisa tinggal diam lagi. Mereka menyadari bahwa satu-satunya cara untuk lepas dari bayangan Bima adalah menghadapi dan menghentikannya. Mereka berkumpul di sebuah kafe kecil, duduk di sudut yang tersembunyi dari pandangan umum.
Arga: (dengan nada serius) "Dira, kita harus melakukan sesuatu. Dia tidak akan berhenti sampai kita menyerah atau hancur. Aku tidak akan biarkan dia menang."
Dira: (menghela napas, menatap Arga) "Tapi bagaimana? Dia selalu selangkah di depan kita, Arga. Sepertinya dia tahu setiap gerakan kita."
Arga: "Justru itu. Kita harus menyusun rencana yang tidak terduga, sesuatu yang bahkan tidak pernah dia bayangkan."
Dira terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Arga. Ia tahu bahwa menghadapi Bima bukanlah hal mudah, tetapi ia juga tidak ingin terus hidup dalam ketakutan.
Dira: "Kamu punya ide?"
Arga: (mengangguk) "Aku punya seseorang yang mungkin bisa membantu kita. Seseorang yang bisa melacak Bima dan menggali informasi lebih dalam tentang semua rahasia yang dia simpan."
---
Menghubungi Sekutu Lama
Malam itu, Arga menghubungi sahabat lamanya, Rendi, yang merupakan ahli dalam dunia teknologi dan memiliki koneksi ke beberapa jaringan informasi bawah tanah. Mereka bertemu di sebuah tempat yang cukup aman, jauh dari mata-mata Bima.
Rendi: (menyambut mereka dengan senyum tipis) "Arga, sudah lama kita tidak bertemu. Aku dengar kamu sedang berurusan dengan masalah yang... cukup serius?"
Arga: "Benar. Kami butuh bantuanmu, Ren. Ini lebih besar dari yang pernah kita hadapi sebelumnya."
Rendi: "Ceritakan semuanya. Aku akan bantu sebisa mungkin."
Arga dan Dira menjelaskan situasi mereka, menceritakan ancaman yang terus Bima lontarkan dan ketakutan mereka akan keselamatan mereka sendiri. Rendi mendengarkan dengan serius, wajahnya tanpa ekspresi namun matanya menyiratkan kepedulian.
Rendi: "Aku bisa mencari tahu keberadaan Bima dan latar belakangnya lebih dalam. Tapi ini akan memakan waktu dan mungkin menempatkan kalian dalam bahaya yang lebih besar."
Dira: (dengan suara mantap) "Kami sudah hidup dalam bahaya sejak Bima mulai menyerang kami. Tolong, Ren. Aku tidak bisa hidup seperti ini selamanya."
Rendi: (mengangguk) "Baik. Aku akan mulai dari sini. Tapi kalian harus siap menghadapi kenyataan yang mungkin akan kalian temukan."
---
Awal dari Misi Berbahaya
Beberapa hari kemudian, Rendi menghubungi mereka dengan kabar mengejutkan. Ia menemukan sebuah tempat persembunyian yang sering Bima kunjungi, sebuah apartemen kecil di pinggiran kota yang tak pernah dicurigai oleh siapapun. Rendi memberi mereka informasi tentang lokasi itu, tapi juga memperingatkan risiko besar yang harus mereka hadapi.
Arga: (melihat Dira dengan tatapan serius) "Ini kesempatan kita, Dira. Tapi aku tidak akan memaksamu. Kalau kamu merasa tidak sanggup..."
Dira: (menatap Arga dengan tekad) "Arga, aku tidak akan mundur. Aku sudah terlalu jauh untuk menyerah sekarang."
Mereka memutuskan untuk melakukan perjalanan ke tempat tersebut pada malam hari, ketika situasinya lebih tenang dan mereka bisa bergerak tanpa terlalu mencolok.
---
Konfrontasi di Tempat Persembunyian
Malam itu, Arga dan Dira tiba di lokasi yang dimaksud. Mereka mengamati apartemen itu dari kejauhan, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Dengan hati-hati, mereka memasuki gedung dan menuju kamar yang telah ditandai oleh Rendi. Namun, ketika mereka hampir sampai, suara langkah kaki terdengar dari arah lorong di belakang mereka.
Arga: (berbisik) "Ada seseorang di belakang kita."
Dira: (merasa gugup) "Kita harus segera masuk sebelum mereka melihat kita."
Tanpa membuang waktu, Arga mendorong pintu kamar yang tak terkunci dan mereka segera masuk. Di dalam, ruangan itu penuh dengan catatan-catatan, foto-foto, dan peta yang menampilkan jejak kegiatan mereka selama ini. Mata Dira membelalak melihat betapa obsesifnya Bima.
Dira: "Arga... dia benar-benar mengawasi kita selama ini."
Arga: (mendekati papan besar penuh dengan foto) "Lihat ini, Dira. Dia tidak hanya mengawasi kita... dia sudah merencanakan ini sejak lama."
Di sudut ruangan, mereka menemukan sebuah laptop yang masih menyala, menampilkan beberapa pesan terakhir yang dikirim oleh Bima. Tanpa pikir panjang, Arga mulai membaca pesan itu, mencoba mencari petunjuk lebih lanjut.
---
Puncak Ketegangan
Namun, saat mereka sedang tenggelam dalam penyelidikan, suara pintu terbuka dari belakang mereka. Bima masuk, dan tatapannya langsung tertuju pada Arga dan Dira yang sedang mengutak-atik laptopnya.
Bima: (dengan nada dingin) "Kalian pikir kalian bisa kabur dariku begitu saja?"
Arga dan Dira membeku, mengetahui bahwa konfrontasi yang selama ini mereka takutkan akhirnya tiba. Bima melangkah mendekat, senyum liciknya menghantui mereka.
Bima: "Kalian tidak tahu betapa lama aku menantikan momen ini. Menyaksikan kalian berusaha keluar dari jebakan yang kubuat sendiri... sangat menghibur."
Arga: (dengan nada penuh keberanian) "Bima, ini sudah cukup. Kamu telah menghancurkan hidup kami, tapi kami tidak akan membiarkanmu menang."
Bima: (tertawa kecil) "Menang? Arga, aku sudah menang sejak awal. Kalian yang tidak pernah menyadarinya."
Dira: (dengan tatapan tegas) "Kamu tidak tahu apa-apa tentang kami, Bima. Kebencianmu hanya mencerminkan ketidakbahagiaanmu sendiri."
---
Permainan Psikologis Terakhir
Bima mendekati mereka, dan kali ini wajahnya terlihat lebih tegang, penuh amarah yang terpendam. Ia berusaha merendahkan mereka dengan kata-kata, menyoroti setiap kelemahan yang ia ketahui.
Bima: "Kalian tidak lebih dari pengecut yang bersembunyi di balik cinta palsu kalian. Semua ini hanya ilusi yang kalian ciptakan untuk menghindari kenyataan."
Arga: (dengan nada mantap) "Tidak, Bima. Ilusi adalah ketika kamu berusaha mengendalikan hidup orang lain untuk menutupi kekosonganmu sendiri."
Kata-kata itu membuat Bima tersentak, namun ia segera mengendalikan dirinya dan tersenyum miring. Arga dan Dira tahu bahwa ini adalah saat-saat terakhir mereka untuk menghadapi Bima, untuk menghentikan terornya sekali dan untuk selamanya.
Bima: "Kalau begitu, ayo kita lihat siapa yang akan bertahan di akhir permainan ini."
---
Kejadian yang Mengejutkan
Saat mereka terlibat dalam konfrontasi tegang, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki lain dari arah lorong. Seseorang mendekati pintu, dan ketika pintu itu terbuka, tampaklah sosok Rendi, yang datang untuk membantu mereka setelah mendapatkan sinyal bahaya dari Arga.
Rendi: (dengan nada dingin) "Sudah cukup, Bima. Permainanmu berakhir di sini."
Bima terkejut melihat Rendi, namun ia tidak menyerah begitu saja. Dalam kekacauan yang terjadi, Arga dan Rendi berusaha menahan Bima, namun ia berhasil meloloskan diri. Saat keluar dari ruangan, Bima meninggalkan ancaman terakhirnya yang menggema di lorong gelap.
Bima: "Ini belum berakhir, Arga. Aku akan kembali, dan saat itu... kalian akan merasakan balasan yang sebenarnya."
Arga dan Dira berdiri terdiam, napas mereka berat. Mereka tahu bahwa meskipun Bima berhasil kabur kali ini, mereka telah mengumpulkan cukup bukti untuk menghadapi langkah selanjutnya. Namun, ancaman Bima tetap menghantui mereka, menyisakan ketegangan yang belum tuntas.
Bab ini berakhir dengan ketegangan tinggi dan meninggalkan pembaca bertanya-tanya bagaimana Arga dan Dira akan menyusun rencana selanjutnya untuk benar-benar menghentikan Bima.