Kapan lagi baca novel bisa dapat hadiah?
Mampir yuk gaes, baca novelnya dan menangkan hadiah menarik dari Author 🥰
-------------------
"Aku akan mendapatkan peringkat satu pada ujian besok, Bu. Tapi syaratnya, Bu Anja harus berkencan denganku."
Anja adalah seorang guru SMA cantik yang masih jomblo meski usianya sudah hampir 30 tahun. Hidupnya yang biasa-biasa saja berubah saat ia bertemu kembali dengan Nathan, mantan muridnya dulu. Tak disangka, Nathan malah mengungkapkan cinta pada Anja!
Bagaimana kelanjutan kisah antara mantan murid dan guru itu? Akankah perbedaan usia di antara keduanya menghalangi cinta mereka? Ikuti kisah mereka di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Kongkalikong
"Hahahaha!" di dalam kamarnya, Nathan malah tertawa terbahak-bahak. Barusan ia melihat Anja bersembunyi dibalik tirai, dan menurut Nathan, reaksi wanita itu sangatlah lucu.
"Dia benar-benar polos," gumam Nathan di sela-sela tawanya. Ia memandangi layar ponselnya yang menampilkan kolom chat dengan Anja, namun tak ada balasan apa-apa dari tadi.
"Huh? Kenapa nggak dibalas? Apa dia sedang bersembunyi di balik selimut karena malu?" Nathan terkekeh membayangkan reaksi mantan gurunya itu.
"Ah, baiklah, sudah cukup menggodanya hari ini. Bisa-bisa dia jantungan nanti," Nathan akhirnya menutup tirai jendela kamarnya setelah merasa puas menggoda Anja.
Memang, semua itu bagian dari rencana Nathan. Setelah pulang dari kantor dan mandi, pikiran jahilnya menyuruhnya untuk melakukan hal itu. Dengan sengaja, Nathan tidak langsung mengenakan bajunya. Sebaliknya, ia berdiri di dekat jendela yang terbuka lebar, melakukan sedikit peregangan untuk memamerkan otot-ototnya. Ia bahkan rela menunggu agak lama sampai Anja terbangun, meskipun angin sore yang dingin menerpa tubuhnya. Beruntung, usahanya membuahkan hasil. Pada akhirnya, ia bisa tersenyum puas, karena apa yang terjadi sesuai dengan yang ia bayangkan.
Lalu sesuai dugaan Nathan, Anja sedang bersembunyi di balik selimut. Rasa malu yang memuncak membuatnya mengurungkan niat untuk bangun. Kakinya menendang-nendang ke udara, berharap hal itu bisa menghapus momen memalukan tadi.
"Bagaimana ini? Nathan sudah melihatku. Dia pasti menganggapku guru yang messum," Anja membenamkan wajahnya ke atas bantal dan memukul-mukul benda empuk itu, mencoba menghilangkan rasa malunya.
...----------------...
Anja baru berani keluar kamar esok harinya, saat dia akan berangkat ke sekolah. Ia sengaja berangkat pagi-pagi buta, supaya tidak perlu bertemu Nathan. Dia masih belum punya mental untuk menghadapi pria itu setelah kejadian kemarin.
Tapi, alangkah terkejutnya Anja saat sampai di dapur, dan ia melihat sosok yang sangat ia kenali. Sosok itu adalah Nathan, yang dengan santainya menikmati sarapan di rumah Anja.
"Oh, selamat pagi Bu!" Nathan menyapa dengan ceria, seolah tak ada yang terjadi di antara mereka kemarin.
Apa ini? Anja merasa heran. Kenapa bocah ini santai sekali? Apa cuma aku yang merasa malu dan canggung?
"Kenapa kamu sudah ada di sini?" tanya Anja sedikit kesal, menutupi perasaan malunya sendiri.
"Kenapa lagi? Ibu yang panggil dia untuk sarapan ke sini," malah Ibu yang menjawab pertanyaan Anja.
Ya itu dia, kenapa Ibu malah menyuruh dia kesini? Apa Ibu nggak tau kalau laki-laki ini kemarin mempermalukan aku?! Anja berteriak di dalam hati.
"Ya sudah, nikmati sarapanmu, aku berangkat kerja dulu," Anja berjalan dengan sedikit tergesa menuju pintu depan.
"Eh, bareng aku aja Bu!" Nathan bangkit dari kursi, buru-buru membawa piring kotornya ke wastafel, lalu menyusul Anja.
"Nggak usah! Ibu bawa motor sendiri kok!" ucap Anja sambil melangkah lebih cepat menuju garasi. Bersiap mengambil motor matic kesayangannya. Tapi ia terbelalak saat melihat garasinya kosong. "Loh! Motor aku kemana?!"
Anja berlari kembali ke dapur. "Bu, motor aku ditaruh mana?!"
"Kemana lagi, ya di bengkel lah," Ibu menjawab sambil pura-pura sibuk mencuci piring, mencoba tidak berkontak mata dengan putrinya itu.
"Loh, belum jadi? Bukannya cuma bannya aja yang bocor? Kenapa lama banget?!"
"Kata orang bengkelnya, ada beberapa kerusakan di mesin, jadi mau diganti sekalian."
"Rusak apanya? Selama ini aku pake baik-baik aja kok!" Anja bersikeras. Ada alasan kenapa dia yakin kalau mesin motornya baik-baik saja. Pasalnya, Anja selalu rutin membawa motornya ke bengkel untuk pemeriksaan berkala, jadi amat sangat tidak mungkin kalau mesin motornya tiba-tiba rusak.
"Ya kan baik-baik saja menurut kamu. Kalau menurut bengkelnya tidak tau!" Ibu mengangkat bahu.
"Ibu bawa motorku ke bengkel mana sih? Itu pasti tukang bengkelnya nggak bener deh! Dia pasti cuma ambil kesempatan biar bisa dapat duit banyak!" sembur Anja.
"Astaghfirullah, kamu kok suudzon gitu sih, Nja? Nggak baik loh ngomong kaya gitu. Udah, kamu berangkat sekolah aja sana!" usir Ibu. "Nak Nathan udah nungguin kamu dari tadi tuh."
"Aku mau berangkat pake ojol!" Anja masih bersungut-sungut. Ia mengambil ponselnya untuk memesan ojek online, tapi Ibu buru-buru merebutnya.
"Eh, ngapain sih pake ojol padahal ada yang gratis? Jangan terlalu boros, ah!" Ibu lalu mengalihkan pandangannya ke arah Nathan. "Nathan, Ibu titip anak Ibu ya,"
"Oke Bu," Nathan menjawab semanis mungkin, membuat Anja menatap mereka berdua curiga.
"Kalian ada kongkalikong apa?"
"Kongkalikong apa, sih?" Ibu memasukkan ponsel Anja ke dalam tas dan mendorong putrinya itu keluar. "Sudah, cepet berangkat sana."
Anja bersungut-sungut sambil berdecih. "Dasar Ibu nggak peka,"
Tapi Ibu hanya tersenyum dan melambaikan tangannya, sama sekali tidak peduli dengan tatapan protes Anja. "Hati-hati ya! Jalannya pelan-pelan aja!"
Barulah setelah mobil Nathan menghilang dari pandangan, Ibu menghela napas lega.
"Astaga, susah sekali membohongi anak itu," keluh Ibu sambil mengurut dadanya sendiri. "Untung aja dia nggak tau motornya kutaruh di bengkel mana," Ibu tertawa geli sambil mengambil ponsel dari sakunya. Menekan beberapa tombol dan menelepon seseorang.
"Halo? Kenapa bang? Motornya udah jadi? Ah, nggak apa-apa bang, taruh situ aja dulu. Ya, sekitar satu bulanan lah. Dipake ngojol dulu aja nggak apa-apa. Iya, iya, santai. Pake pake aja dulu, ya?"
Beberapa saat kemudian, telepon ditutup. Ibu menatap layar ponselnya sambil tersenyum puas.
"Sekarang, Ibu serahkan padamu Nathan,"
kamu g tahu aj sebucin apa Nathan