Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.
Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.
Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."
Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.
Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.
Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.
PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22 RENCANA JAHAT
Semua yang mendengarnya mengangguk tegas.
Cecilia merasa puas, apapun ambisinya, selama semua orang setuju dengannya, itu akan mudah.
"Jika kali ini saja mereka berhasil, apa menurut kalian kedepannya tidak akan ada apa-apa. Aku yakin semua ini terjadi karena murid baru itu. Aku tidak tahu bagaimana gadis itu membuat teh ini. Tapi Jessica atau Sammy tak mungkin memikirkan ide ini....
Kalian kan tahu bagaimana mereka menjilat kita selama ini. Jelas ide ini tak mungkin datang dari mereka. Karena mereka pasti sudah melakukannya sejak lama. Lalu murid baru itu.... Mungkin saja gadis itu masih memiliki cara licik lainnya. Jadi kita tak bisa membiarkan mereka berhasil. Klub Kesehatan harus tetap berada di bawah kita. Atau lebih baik mereka dibubarkan."
"Tapi bagaimana caranya? Haruskah kita mengeluarkan teh yang sama."
Mendengar itu Cecilia jadi berpikir, "Sepertinya hanya ini satu-satunya cara yang terpikirkan sekarang."
Dia lalu berkata, "Jika itu mungkin, kenapa tidak. Bukankah orang akan lebih memilih teh dari klub Palang Merah yang terpercaya. Dibandingkan klub Kesehatan dengan rumor buruk."
"Eee, tapi bagaimana kita mendapatkan teh ini. Kudengar mereka membuatnya sendiri. Kita kan tidak tahu apa saja komposisinya."
Mendengar itu Cecilia seketika tersadar, dia baru mengingat, mereka tidak bisa membuat teh yang sama. Tapi kemudian dia mendengar pendapat anggotanya yang lain.
"Aku pernah mendengar teh Chamomile, populer di luar negeri, bagaimana jika kita membelinya saja."
"Itu akan membuang banyak waktu, menunggu pengiriman saja, paling cepat satu minggu."
"Kita bisa membuat pesanan kilat dengan harga sedikit bertambah."
"Ada hal sepeti itu, emm, ketua?"
Mendengar ini mata Cecilia berbinar, "Apa kamu bisa melakukannya, Fei?"
Feira sedikit mengangguk, "Ibuku memiliki kenalan untuk hal semacam ini," dia sangat percaya diri dengan kata-katanya, "Aku bisa jamin besok pagi kita sudah mendapat barangnya."
"Kalau begitu aku akan minta tolong padamu."
"Baiklah, ketua, serahkan padaku."
...----------------...
Orang-orang dari klub Kesehatan tentu tidak mengetahui seseorang akan menyerang mereka.
Pagi ini mereka sangat sibuk. Setelahnya mereka masih harus mengerjakan ujian. Ada banyak sekali pesanan yang masih menumpuk. Sehingga mereka hampir tak punya waktu untuk sekedar bernafas.
Makanya setelah ujian jam pertama, Aria berfikir untuk merekrut bantuan, hanya saja dia tidak tahu siapa yang cocok dan bisa dipercaya.
"Kei," panggil Aria pelan.
Keira menoleh, "Ya, ah, kamu pasti ingin keluar kan," dia berdiri hendak memberikan jalan.
"Bukan itu. Aku ingin menanyakan sesuatu."
"Oh, ya. Apa itu," kata Keira. Dia langsung kembali duduk di tempatnya.
"Menurutmu jika aku membuka rekrutan untuk bergabung di klub. Apakah akan ada yang datang?" tanya Aria penuh keraguan. Dia sendiri tak yakin. Meski klub sekarang sudah mulai memiliki nama baik. Tetap saja waktunya masih terlalu singkat. Untuk membersihkan rumor sebelumnya masih butuh banyak waktu. Tapi apa boleh buat jika mereka sangat kekurangan SDM.
"Emm, apa aku harus mengatakan yang sejujurnya."
Aria mengangguk, "Tentu."
"Kurasa tidak akan ada yang datang. Apa kamu lupa, sekarang adalah pertengahan semester, kebanyakan orang pasti sudah menjadi anggota tetap di klubnya. Tak mungkin ada yang belum memiliki klub, kecuali...."
"Kecuali?"
Keira melirik gelisah ke kanan dan ke kiri. Melihat semua sibuk mengulas, dia bicara lebih pelan, "Mereka yang dikeluarkan dari klub atau anak kaya yang membayar uang lebih. Untuk yang pertama, masih mungkin kamu rekrut. Tapi yang kedua, jelas mereka tak akan mau repot."
Aria terdiam, dia pernah mendengar hal ini dari seniornya. Senior Jessica dan Sammy sebelumnya sama-sama dikeluarkan dari klub. Baru kemudian mereka bergabung di klub Kesehatan. Tapi Aria tidak tahu apa masalahnya.
Jika mereka masih harus menunggu yang lainnya dikeluarkan dari klub. Entah kapan itu akan terjadi.
"Baiklah, aku mengerti."
"Kenapa kamu tiba-tiba ingin merekrut orang. Apakah sesuatu terjadi?" tanya Keira penasaran.
"Ya, kami sedang membutuhkan tenaga lebih untuk menjual teh."
Keira mengangguk mengerti, dia berkata, "Ohh, ya, teh Chamomile memang sangat enak, juga berkhasiat. Pantas jika akan mendapat pesanan banyak."
"Terima kasih, itu berkatmu, dan teman-teman sekelas."
Keira tersenyum malu, "Kami hanya sedikit membantu, karena ini teh yang luar biasa, semuanya jadi menyukainya."
"Tidak," balas Aria tegas.
"Baiklah-baiklah, aku tidak bisa menang dari kamu. Tapi... ngomong-ngomong Aria, bukankah kalian bisa meminta bantuan klub Palang Merah, mereka kan masih satu bidang dengan klub mu."
"Klub Palang Merah?"
"Jangan bilang kamu tidak tahu," seru Keira tak percaya.
"Ya," jawab Aria yakin.
"Sepertinya dua senior mu belum mengatakan seluruhnya tentang klub."
Aria mengangguk, dia tak terlalu banyak bertanya, selain dari kejadian kakak perempuannya.
Melihat Aria mengangguk, Keira melanjutkan, "Klub Palang Merah itu dulunya bagian dari klub Kesehatan. Untuk mempermudah jalannya klub, mereka memecahnya. Dengan klub Palang Merah fokus pada pengambilan darah, vaksin, dan beberapa hal sepele. Sedangkan klub Kesehatan tetap menjadi yang utama. Tapi sejak setahun lebih ini, saat klub Kesehatan memiliki masalah, semua siswa datang ke klub Palang Merah jika sakit."
Aria mengernyitkan dahi, "Mereka membiarkan itu?"
"Mau bagaimana lagi, bukan satu dua siswa, masalahnya seluruh sekolah tak ingin pergi ke klub Kesehatan. Sekolah juga membiarkan saja."
"Baiklah, aku mengerti. Aku akan memikirkannya. Terima kasih, Kei."
"Hehe, sama-sama. Senang membantumu. Apa kamu ingin keluar sekarang?"
"Ya," Aria bangkit dari duduknya.
Keira juga ikut bangkit, memberikan Aria jalan, "Masih pergi ke klub Kesehatan?"
"Tidak, ada hal lain," jawab Aria. Setelahnya dia pergi keluar meninggalkan kelas.
Seperti yang dia katakan, dia tak berniat pergi ke klub Kesehatan, dia membawa kakinya melangkah ke tempat lain.
Selain membuat dan membagikan Teh Chamomile. Akhir-akhir ini Aria melupakan tujuannya yang lain. Yaitu mengamati musuhnya. Mulai dari kebiasaan, tempat yang sering dikunjungi, dan orang-orang yang dekat.
Di kantin sekolah.
Saat pertama kali masuk, mata Aria menyapu pada kelompok orang di meja, dengan Alok sebagai pemimpinnya.
Dia pergi mengambil makanan secara acak. Lalu duduk di tempat dimana dia masih bisa mencuri dengar.
Tentunya tak ada satupun di meja itu yang menyadari kehadiran Aria. Kalaupun ada yang sadar, mereka tak akan curiga gadis itu memiliki maksud tersembunyi.
Alok sedang berada dalam suasana hati yang sangat buruk. Empat hari dia sudah terkurung oleh sang ayah. Dipaksa belajar, belajar, dan belajar. Siapa yang tahan dengan hal membosankan seperti itu.
"Ayolah, Lok, jangan terlalu dipikirkan, dibawa happy aja, tinggal tiga hari lagi, kita bisa bebas lagi," hibur salah satu teman Alok.
"Diam, kau tidak tahu apa-apa," balas Alok kesal. Matanya menjadi semakin penuh kebencian saat mengingat sang ayah yang selalu menekannya, "Pak tua itu tak akan melepaskanku, jika sampai nilai ku tak memenuhi rata-rata, dia pasti…." dia menggertakkan gigi kesal.
Mendengar Alok menyebutkan Pak tua, yang lainnya menunduk malu, bagaimanapun juga yang disebutkan Alok bukanlah pria tua biasa, melainkan kepala sekolah mereka.
"Kurasa, kepala sekolah hanya ingin yang terbaik untukmu, Alok. Masa depanmu akan terjamin jika kamu lulus dengan peringkat bagus," kata temannya yang lain memberi kalimat positif.
"Dia hanya tak ingin namanya sebagai kepala sekolah tercemar oleh nilai ku yang buruk," sarkas Alok.
Yang lainnya seketika berpandangan, takut jika mereka menyebutkan hal yang salah, mereka akan terlibat dalam kesulitan.
Pria pertama yang bicara pun berinisiatif untuk bicara lagi, "Baiklah, tak perlu dibahas lagi. Lebih baik kita membicarakan pesta setelah ujian ini."
"Pesta?" tanya Alok dan teman yang lainnya.