"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Sahabat Yang Tidak Percaya
Pagi hari itu di lalui Iteung dan Lia seperti biasanya. Di mulai dengan kesibukan rutin yang mereka lakukan sebelum pergi ke rumah makan.
Di rumah makan, Iteung yang sudah lumayan sehat ikut juga bekerja hari ini meskipun Lia sudah mengingatkan agar gadis itu beristirahat saja kalau memang masih belum terlalu sehat.
Namun Iteung berkeras memilih untuk bekerja dengan alasan enggan untuk tinggal di mes seorang diri, bosan katanya.
Lia dan Iteung bekerja dengan penuh semangat. Pagi hari tadi ada pesanan nasi untuk sarapan sebanyak 50 bungkus, sehingga pagi sekali mereka sudah sibuk di dapur karena Pukul 8.00 nasi pesanan itu harus sudah siap dan di ambil oleh pemesan nya.
Siang hari nya,... Pak Karso datang ke rumah makan. Akan tetapi betapa terkejutnya lelaki itu mendapati Iteung bekerja di rumah makan nya.
Pak Karso menghampiri Iteung.
"Apa kamu sudah sembuh, Nak?" tanya Pak Karso pada Iteung.
"Sudah lebih baik, Pak", jawab Iteung sambil tersenyum manis pada Pak Karso.
"Seharusnya,.. kalau masih lemas atau bagimana, kamu bisa istirahat dulu, Nak", ucap pak Karso dengan wajah yang tampak prihatin. Iteung hanya tersenyum. Sebenarnya Iteung merasa senang karena perhatian Pak Karso. Iteung merasa Pak Karso adalah majikan yang baik hati dan penuh perhatian pada semua karyawan nya.
"Saya tidak apa-apa, Pak. Lagi pula kalau di kamar terus saya bosan. Maka dari itu saya memilih untuk bekerja saja", jawab Iteung.
"Ya sudah kalau begitu. ... Tapi jika kamu merasa tubuh kamu tidak enak lagi, kamu istirahat saja di kamar", ujar Pak Karso.
Iteung menganggukkan kepalanya. "Baik, Pak. Terima kasih ", ucap Iteung.
Percakapan antara Iteung dan Pak Karso terdengar di telinga Saat ini dia sedang sibuk memasak pesanan pengunjung rumah makan di dapur.
Sesekali Lia melirik ke arah Pak Karso. Dia hanya ingin tahu ekspresi wajah lelaki itu ketika mengetahui bahwa Iteung baik - baik saja. Tidak sakit apalagi mati seperti harapan lelaki itu usai memakan rendang pemberian nya.
"Oh iya pak, itu rantang bapak saya taruh di dapur ini, ya pak", ujar Iteung ketika teringat tentang rantang nasi milik pak Karso yang digunakan untuk tempat rendang kemarin.
"Apa kamu sudah memakan nya? Bagaimana rasa masakan ku, Teung?", tanya pak Karso dengan wajah yang sangat antusias sekali.
Iteung yang melihat itu seketika merasa tidak enak hati. Namun dia juga harus melindungi sahabatnya sendiri.
"E-enak Pak. Rendang buatan bapak habis saya makan. Ternyata bapak pintar masak juga", ucap Iteung. Iteung terpaksa berbohong meskipun dengan berat hati.
Raut wajah pak Karso terlihat sangat gembira dan itu semakin membuat Iteung merasa sangat bersalah.
"Bagus,.... saya senang kamu menghabiskan masakan saya. Saya merasa di hargai. Sudah cape cape loh bapak buat itu. Kamu memang terbaik, Kalau begitu, kamu hati - hati bekerja nya. Jangan sakit lagi, ya", ujar pak Karso sembari berlalu pergi meninggalkan tempat itu. Hatinya merasa senang karena mengira jika Iteung sudah memakan rendang daging sapi buatan nya yang merupakan jebakan untuk tumbal berikut nya.
Iteung merasa heran sendiri melihat sikap pak Karso. Hanya Lia saja seorang yang mengerti mengapa lelaki itu bersikap seperti itu. Pak Karso itu sangat licik. Dia menyimpan muka busuknya di balik topeng wajah ramah dan simpatik nya pada Iteung.
"Mbak,...", panggil Lia pada Enah.
"Ya,...ada apa Lia?", tanya Enah tanpa menoleh. Dia sibuk memasak cap cay pesanan pengunjung rumah makan.
"apa mbak Enah percaya pada makhluk gaib?", tanya Lia pada perempuan yang memakai berjilbab hitam itu.
"Hadeh,... Lia. Mulai lagi. Kamu kan sudah tahu, aku tak pernah percaya sama yang begituan", ketus Enah. Dia mulai kesal karena Lia kembali menyinggung soal makhluk tak kasat mata itu lagi. Topik yang sangat tidak dia sukai.
"Loh, mbak Nah kok marah. Aku loh cuma tanya", ucap Lia santai.
"Kamu kan sudah tahu, aku itu nggak sama hal - hal yang berbau mistis seperti itu. Semua itu hanya mitos yang digunakan untuk menakut - nakutin kita aja", ujar Enah ketus.
"Hemm,... aku rasa mbak Nah baru akan percaya setelah mengalami nya sendiri nanti", ujar Lia.
"Apa maksud kamu, Lia?", tanya Enah menatap tajam.
"Hati - hati, mbak. Tempat ini melakukan praktek pesugihan yang meminta tumbal", ujar Lia sembari balas menatap Enah.
"Hati - hati kalau ngomong, Lia. Nanti jadi fitnah", tegur Enah keras. Dia terlihat tak senang mendengar ucapan Lia.
"Oke,... aku tidak memfitnah mbak. Aku tahu, mbak pasti tidak akan mempercayai aku. Tapi terserah mbak saja. Aku sudah memperingatkan. Nanti kalau ada apa - apa, jangan salahkan aku", ucap Lia.
"Hahaha,.... percaya diri sekali kamu. Dihhn,...lama - lama, aku risih juga ya, bekerja dengan orang seperti kamu yang suka memfitnah orang lain dengan sebuah mitos nggak jelas seperti itu ", ucap Enah ketus.
Pembicaraan mereka jadi sedikit memanas. Entah mengapa, sebenarnya Lia hanya bermaksud ingin memberi peringatan pada Enah, perempuan yang tak percaya hal yang berbau mistis. Tapi sikap keras kepala Enah malah membuat pembicaraan kecil itu berakhir dengan perdebatan yang berujung pada perselisihan mereka.
Enah tak percaya apa yang dikatakan oleh Lia dan menuduh Lia menyebarkan fitnah.
Akibatnya, Enah dan Lia saling mendiamkan.
Keduanya tak lagi saling bicara usai pembicaraan itu.
Malam harinya, ketika pulang, Lia dan Iteung hanya berdua saja sedangkan Enah enggan pulang bersama. Gadis berjilbab itu memilih pulang duluan. Iteung yang tidak tahu persolan nya merasa heran dengan sikap Enah. Tapi dia juga tak mau bertanya pada Lia. Iteung beranggapan mungkin Enah hanya merasa sedang lelah.
Malam harinya, ketika di kamar mandi, Iteung dan Lia berpapasan dengan Enah yang baru selesai dari kamar mandi.
Enah berhenti di depan Iteung dan Lia. Gadis berjilbab itu menatap Lia dan Iteung bergantian.
"Iteung , tolong bilangin sama teman kamu ini jangan sembarang bicara karena bisa saja apa yang dia ucapkan menjadi fitnah. Bukankah fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan?", tegas Enah menatap tajam Lia yang malah membuang pandangannya ke lain arah.
Bukan tanpa alasan Lia melakukan hal itu. Di belakang Enah berdiri sesosok wanita berbaju putih dengan rambut panjang menutupi seluruh wajahnya. Wanita itu menunjukkan kepalanya ketika melihat Lia.
Setelah mengatakan hal itu, Enah pergi meninggalkan Lia dan Iteung yang terbengong bengong heran. Iteung tak mengerti apa maksud perkataan Enah. Dia berpaling pada Lia ingin minta penjelasan kepada temannya itu tapi Lia sudah buru - buru pergi ke kamar mandi.
Iteung terpaksa menunggu sampai Lia selesai mandi dan keluar dari kamar mandi.
Dia ingin menanyakan langsung pada Lia apa maksud dari perkataan Enah barusan.
Setelah beberapa saat kemudian, Lia akhirnya selesai mandi dan keluar dari kamar mandi.
"Lia...", panggil Iteung.
"Udah,... mandi aja dulu, Teung. Nanti aku jelasin di kamar ku", ucap Lia.
Dengan terpaksa, Iteung menurut perkataan Lia karena hari sudah malam dan dia harus buru - buru mandi.
Selesai mandi dengan tak sabar, Iteung mendatangi kamar Lia untuk meminta penjelasan tentang perkataan Enah tadi.
Mereka kini duduk berdua di atas tempat tidur Lia sambil berbincang.
"Sebenarnya apa yang terjadi antara kamu dan mbak Nah, Lia. Apa kalian bertengkar?", tanya Iteung.
Lia menghela nafas sebelum bercerita pada Iteung tentang perselisihan yang terjadi antara dia dan Enah tadi siang. Dia sudah menduga jika akan seperti ini cerita nya.
"Aku hanya memperingati mbak Nah agar hati - hati terhadap rumah makan pak Karso karena memakai pesugihan yang memakan tumbal manusia, del", ucap Lia akhirnya.
Mata Iteung terbelalak mendengar cerita Lia.
"Astaghfirullahal a'zim, pantas saja mbak Nah marah, Lia. Apa kamu tahu yang kamu katakan itu? Ituuu....",
"Iya, aku tahu, Teung. Tapi memang itulah kenyataannya. Kamu mau tahu kenapa aku sampai pingsan tempo hari? Itu karena aku... aku melihat mbak Nah sedang makan nasi yang aku lihat menjadi belatung, Teung. Bukan itu saja, selama aku bekerja di tempat ini, aku selalu melihat penampakan makhluk halus yang berseliweran di tempat ini. Mereka meludahi semua makanan di tempat ini dengan air liur mereka. Ada juga beberapa makhluk itu yang mukanya hancur dan mengerikan. Mereka meletakkan kepala; kepala mereka di atas piring agar semua makanan itu terasa enak", ujar Lia menjelaskan panjang lebar pada Iteung.
"Itulah sebabnya, aku jarang makan di sana,Teung. Apa kamu tahu, ... nasi dan rendang daging yang di bawa kemarin oleh Pak Karso, memang sengaja aku tumpahin biar kamu nggak jadi makan, karena sebelum nya aku pernah bermimpi Pak Karso menyuruh mu masuk ke jurang. Dan lagi, di dalam nasi dan rendang kemarin itu aku lihat dipenuhi belatung sama persis seperti nasi yang dimakan mbak Nah", ucap Lia.
Iteung masih terdiam mendengar cerita Lia. Gadis itu terlihat menarik nafas dalam - dalam.
"Tidurlah, Lia. Kamu butuh istirahat! Sepertinya kamu kelelahan", ucap Iteung.
Lia menatap Iteung dengan tatapan sedih. Dia tahu, sama halnya dengan Enah, sepertinya Iteung juga tak mempercayainya.
Nah,..... apakah benar Iteung juga tak mempercayai cerita Lia??
Ikuti kelanjutan ceritanya. Jangan lupa untuk beri like dan subscribe. Karena kayaknya sedikit sekali yang subscribe. Kalau begini, cerita aku nggak bakalan di loloskan oleh novel toon,