"Tidak semudah itu kamu akan menang, Mas! Kau dan selingkuhanmu akan ku hancurkan sebelum kutinggalkan!"
~Varissa
_____________________
Varissa tak pernah menyangka bahwa suami yang selama ini terlihat begitu mencintainya ternyata mampu mendua dengan perempuan lain. Sakit yang tak tertahankan membawa Varissa melarikan diri usai melihat sang suami bercinta dengan begitu bergairah bersama seorang perempuan yang lebih pantas disebut perempuan jalang. Ditengah rasa sakit hati itu, Varissa akhirnya terlibat dalam sebuah kecelakaan yang membuat dirinya harus koma dirumah sakit.
Dan, begitu wanita itu kembali tersadar, hanya ada satu tekad dalam hatinya yaitu menghancurkan Erik, sang suami beserta seluruh keluarganya.
"Aku tahu kau selingkuh, Mas!" gumam Varissa dalam hati dengan tersenyum sinis.
Pembalasan pun akhirnya dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ular berkepala dua
Erik mengenakan kembali pakaiannya usai melakukan percintaan yang hebat bersama Mauren. Sementara, Mauren sendiri seolah malas beranjak dari tempat tidur dan hanya terus berbaring sambil menutupi tubuhnya dengan selimut tebal.
"Kamu masih marah?" tanya Erik yang duduk di tepi ranjang. Lelaki itu sedang mengancingkan kembali kemeja yang ia kenakan.
"Apa aku segitu rendahnya dimata kamu, Mas? Batu kerikil kamu bilang?" tanya Mauren yang masih kesal pada ucapan Erik siang tadi.
Erik tertawa. Ia kembali berbaring di ranjang dan memeluk wanita selingkuhannya sambil mencium bahu telanjang Mauren.
"Kamu juga tahu kalau aku cuma bercanda, kan? Masa' yang begitu kamu ambil hati juga?" ucap Erik.
"Tapi, tetap saja. Ucapan kamu itu tetap menyakiti aku, Mas!" kata Mauren.
"Maaf, Sayang!"
"Jadi, kapan kamu menceraikan perempuan itu?" tanya Mauren sambil berbalik menatap wajah Erik.
"Segera," jawab lelaki itu singkat.
Mauren berdecak. Entah sudah yang ke berapa kali ia mendengar kata itu. Namun, sampai sekarang hal yang ia inginkan tak kunjung terjadi.
"Jawaban kamu selalu sama. Tapi, nyatanya?"
Erik menghela napas. Bukan inginnya ia menunda-nunda untuk melepaskan Varissa. Namun, tanpa memiliki apa-apa dari pernikahannya dan Varissa, Erik juga tak akan rela meninggalkan wanita itu. Perusahaan dan aset kekayaan istrinya terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.
"Akan ku usahakan untuk mempercepat semuanya. Kamu tenang saja," kata Erik.
Mauren menyeringai senang mendengar janji Erik. Ia tak sabar untuk menikmati penuh harta kekayaan milik Varissa.
"Tunggu saja! Segera, setelah semua yang kamu miliki berubah menjadi milikku, kamu akan menangis darah dan tidak akan bersikap angkuh lagi." gumam Mauren penuh dendam. Ia masih sangat sakit hati terhadap perlakuan Varissa yang secara terang-terangan merendahkan dirinya tadi siang.
*****
"Kemana Erik?" tanya Dikta memulai pembicaraan.
"Paling ditempat selingkuhannya," jawab Varissa.
Wanita itu bersandar lemas di ranjang pesakitan. Fisiknya sudah pulih seratus persen namun hatinya hancur tak berbentuk. Meski berusaha untuk tetap kuat, ada masa dimana ia kembali merasa lemah dan putus asa. Cinta yang ia gadang-gadang akan memberinya kebahagiaan justru menorehkan luka paling mendalam. Andai saat itu ia mendengar ucapan sang Ayah untuk tak menerima pinangan Erik, mungkin saja ceritanya akan berbeda.
Ya, dulu mereka menikah tanpa restu dari Ayah Varissa. Dulu, Ayah Varissa menginginkan putrinya menikah dengan pria lain dan bukannya Erik. Pria yang katanya mustahil melukai Varissa dan akan selalu menjaga Varissa sampai kapan pun. Pria yang sama yang saat ini sedang duduk di kursi di samping brankar Varissa sambil mengupaskan sebuah apel untuk wanita itu.
"Kenapa?" tanya Dikta datar. Ia masih fokus mengupas buah apel di tangannya dengan tenang.
"Ha?" Otak Varissa lamban merespon.
"Kenapa melihat aku seperti itu?" tanya Dikta sambil menatap Varissa.
Yang ditatap mendadak salah tingkah. Jadi, lelaki ini sadar jika sedari tadi Varissa menatapnya? Tapi, bukannya sejak tadi fokus Dikta hanya tertuju pada buah apel yang sedang dia kupas? Darimana ia tahu kalau Varissa sedang memperhatikannya?
"Nggak apa-apa," jawab Varissa.
"Makan!" perintah Dikta sembari menyodorkan sepotong buah apel ke depan mulut Varissa.
Wanita itu membuka mulut ragu-ragu dan membiarkan tangan lelaki dihadapannya menyuapinya. Padahal, Varissa sudah sangat sehat. Namun, entah kenapa dia hanya pasrah dan membiarkan Dikta terus menyuapinya seperti ini.
Dikta. Lelaki itu, meski terlihat dingin dan tertutup, namun perlakuannya selalu terasa hangat. Dia memperlakukan Varissa dengan sangat manis.
"Andai dulu aku menuruti Papa untuk menikah dengan kamu, apa benar aku akan bahagia, Dikta?"
"Aku akan pulang sekarang." Dikta berdiri usai potongan apel terakhir sudah ia suapkan pada Varissa.
"Secepat ini?" tanya Varissa yang seolah tak rela berpisah dengan lelaki itu.
"Mungkin, suami kamu akan datang sebentar lagi. Tidak baik, jika dia menemukan aku ada disini. Nanti, dia curiga."
Varissa mengangguk. Benar yang dikatakan Dikta. Selama ini, Erik memang tidak pernah mengenal sosok lelaki itu. Karena, selama berpacaran hingga menikah, Varissa tak pernah membahas apapun mengenai Dikta. Saat itu, Varissa memang sempat lupa bahwa pernah ada Dikta dalam kehidupannya. Mungkin karena dulu ia memang tak pernah menyukai Dikta ditambah karena Dikta menetap di luar negeri setelah lulus SMA. Pelan namun pasti, Dikta terlupakan dari ingatan Varissa dan kembali lagi setelah kecelakaan naas yang menimpanya. Kini, Varissa sadar. Yang jauh dan sangat ia benci justru memperhatikannya, sementara yang dekat dan dia cinta malah mengabaikan dan mengkhianatinya. Sungguh ironi.
"Dikta," panggil Varissa lirih.
Lelaki yang baru saja kembali usai mencuci tangan di dalam kamar mandi, menoleh. "Ada apa? Butuh sesuatu?"
Varissa menggeleng. "Maaf, karena dulu aku sangat membenci kamu."
Dikta tersenyum tipis. Senyuman pertama yang Varissa lihat semenjak ia bertemu kembali dengan lelaki itu. Tapi, meski nyaris tak terlihat, senyuman Dikta nyatanya mampu membuat Varissa terpana. Efek senyum itu luar biasa. Membuat Dikta semakin bertambah... tampan.
"Hal yang sudah lama lewat nggak usah di ungkit lagi," jawab Dikta.
"Tapi, tetap saja aku harus minta maaf. Setidaknya, beban dihatiku bisa sedikit terangkat."
"Apa dengan aku menerima maaf kamu, hati kamu akan sedikit lega?"
Varissa mengangguk.
"Baiklah! Aku maafkan!" angguk Dikta. "Kalau begitu, aku pulang! Jaga diri baik-baik selama aku nggak ada. Kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk menelponku."
Varissa masih ingin berbicara banyak dengan lelaki itu sebenarnya. Namun, Dikta sudah lebih dulu melenggang pergi. Meninggalkan sejuta perasaan yang menggantung di langit-langit hati Varissa yang gamang.
Dikta melangkah dengan cepat menyusuri lorong rumah sakit. Beberapa perawat wanita yang berpapasan dengannya sengaja berhenti sejenak untuk mengangumi ketampanan pria itu. Rambut gondrong yang terikat, tato di lengan kanan yang terlihat karena kemejanya yang digulung hingga siku membuat penampilannya tampak begitu menawan dengan cara berpakaiannya yang rapi. Ya, fisik boleh saja macam preman. Namun, wajah tampannya dan penampilannya yang super fashionable namun rapi menjadi poin yang semakin menjadikan dirinya sangat sempurna untuk menjadi tipe ideal wanita penggila bad boy.
"Maaf!" ucap Erik saat tak sengaja menabrak bahu Dikta ketika mereka berpapasan di depan meja resepsionis.
Dikta hanya mengangguk. Sementara, Erik dengan terburu-buru berlari kecil menuju ke ruang rawat Varissa. Erik sama sekali tidak tahu bahwa lelaki yang ia tabrak barusan adalah sosok yang akan menghancurkan dirinya di masa depan.
"Bersiaplah! Kau dan semua orang yang menyakiti Varissa akan mendapatkan balasan yang jauh lebih menyakitkan." Dikta menyeringai. Tatapan matanya dipenuhi amarah. Tak ada yang boleh menyakiti keluarga orang yang telah berjasa dalam hidupnya. Sekalipun itu Erik, menantu dari orang yang sangat Dikta agungkan dalam hidupnya.
****
"Sayang!" sapa Erik begitu ia sampai di ruangan Varissa.
"Darimana, Mas?" tanya Varissa. Ia menerima pelukan sang suami seraya berdecak dalam hati. Ia tahu bahwa suaminya baru saja menuntaskan hasrat binatangnya bersama wanita itu. Terbukti dari bekas kemerahan yang tersisa di leher sang suami serta bau sabun yang menyeruak dari tubuh lelaki itu. Erik pasti mandi lebih dulu sebelum menemuinya demi menutupi jejak bau perempuan simpanannya.
"Aku tadi lembur, Sayang!" jawab Erik berbohong.
"Leher kamu kenapa? Kok bisa merah gini?" Varissa sengaja memegang leher Erik yang sontak membuat lelaki itu mundur menjauh dan menutupi bekas kemerahan itu dengan telapak tangannya.
"Paling digigit serangga," sahut Erik dengan gugup. Ia sama sekali tak sadar jika Mauren sengaja meninggalkan jejak demi membuat Varissa cemburu. "Apa-apaan kamu, Mauren?"
"Serangga? Memang benar. Selingkuhanmu dan kamu memang serangga, Mas!"
Varissa mengangguk. Berpura-pura menelan kebohongan Erik seperti yang biasa dia lakukan.
"Nanti kamu beli obat deh di apotik. Bekas gigitan serangganya kayaknya lumayan parah, Mas!"
"Iya, Sayang!" angguk Erik menyeringai. Ia lega karena Varissa selalu saja bersikap bodoh. Untung saja, istrinya selalu percaya pada ucapannya.
awalan yg menarik