Reintara Narendra Pratama adalah CEO muda yang dikenal dingin dan penuh wibawa. Di usia 25 tahun, ia sudah membangun reputasi sebagai pria yang tajam dalam mengambil keputusan, namun sulit didekati secara emosional. Hidupnya yang teratur mulai berantakan ketika ia bertemu dengan Apria—seorang perempuan penuh obsesi yang percaya bahwa mereka ditakdirkan bersama.
Awalnya, Reintara mengira pertemuan mereka hanyalah kebetulan. Namun, semakin hari, Ria, sapaan akrab Apria, menunjukkan sisi posesif yang mengerikan. Mulai dari mengikuti setiap langkahnya, hingga menyusup ke dalam ruang-ruang pribadinya, Ria tidak mengenal batas dalam memperjuangkan apa yang ia anggap sebagai "cinta sejati."
Reintara, yang awalnya mencoba mengabaikan Ria, akhirnya menyadari bahwa sikap lembut tidak cukup untuk menghentikan obsesi perempuan itu. Dalam usaha untuk melindungi dirinya, ia justru memicu konflik yang lebih besar. Bagi Ria, cinta adalah perjuangan, dan ia tidak akan menyerah begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 'yura^, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bara yang masih menyala
Kemenangan Sang Manipulator
Satu Langkah di Depan
Hari sidang yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Reintara berdiri di ruang sidang dengan ekspresi dingin dan penuh kendali. Namun, jauh di dalam dirinya, ada kegelisahan yang tidak bisa ia abaikan. Bukti-bukti yang dikumpulkan Maya dan Adnan belum cukup untuk membebaskannya.
Di sisi lain, Ria hadir di ruang sidang dengan senyuman manis dan percaya diri. Ia mengenakan gaun sederhana namun elegan, membuatnya terlihat seperti seseorang yang tak mungkin bersalah. Di dalam dirinya, ia tahu ini adalah saat kemenangannya.
“Sidang dimulai,” kata hakim dengan nada tegas.
Jaksa mulai mempresentasikan bukti-bukti melawan Reintara. Setiap dokumen, setiap transaksi, semuanya mengarah padanya. Bahkan Adnan, ahli IT yang Reintara panggil, tidak bisa menemukan celah yang cukup kuat untuk membantahnya.
Maya yang duduk di barisan belakang merasa frustrasi. Ia tahu bahwa ini adalah permainan Ria, tapi tidak ada cara untuk membuktikannya di hadapan hukum.
“Apakah terdakwa memiliki sesuatu untuk disampaikan?” tanya hakim.
Reintara berdiri dengan tenang. “Yang Mulia, saya tidak bersalah. Saya yakin bahwa ini semua adalah hasil dari manipulasi seseorang yang ingin menghancurkan saya secara pribadi.”
“Apakah Anda memiliki bukti untuk mendukung klaim ini?” tanya hakim lagi.
Reintara terdiam. Ia tidak memiliki bukti yang cukup kuat. Dalam hati, ia tahu bahwa ia telah terjebak dalam permainan Ria.
Ria yang Tak Terkalahkan
Di akhir sidang, hakim memutuskan untuk menghukum Reintara dengan denda besar dan pembekuan sementara perusahaannya. Keputusan itu menjadi pukulan besar bagi Reintara dan timnya.
Di luar ruang sidang, Ria mendekati Reintara dengan senyuman licik.
“Aku sudah bilang, Rein. Kau tidak bisa melawan aku,” katanya dengan nada mengejek.
Reintara menatapnya tajam. “Apa yang kau inginkan, Ria? Apa kau puas menghancurkan hidupku?”
“Aku tidak ingin menghancurkanmu. Aku hanya ingin kau menerima bahwa aku satu-satunya orang yang benar-benar peduli padamu,” balas Ria.
“Kau tidak peduli padaku. Kau hanya peduli pada obsesimu,” jawab Reintara dingin.
Ria tersenyum. “Mungkin kau benar. Tapi pada akhirnya, kau tetap milikku.”
Kembali ke Pelukan Ria
Dengan perusahaan yang hampir runtuh dan reputasinya yang hancur, Reintara tidak memiliki banyak pilihan. Ria menggunakan kesempatan ini untuk mendekatinya lebih jauh.
“Kau butuh aku, Rein. Aku bisa membantumu membangun semuanya kembali,” kata Ria suatu malam saat mereka berbicara di apartemennya.
“Aku tidak butuh bantuanmu,” balas Reintara dingin.
“Tapi kau butuh aku,” Ria menatapnya dengan penuh keyakinan. “Kita bisa menjadi tim yang tak terkalahkan jika kau berhenti melawanku.”
Reintara tahu bahwa menerima bantuan Ria berarti menyerah pada permainan ini. Namun, ia juga tahu bahwa melawan Ria tanpa sumber daya yang cukup adalah hal yang mustahil.
Kemenangan yang Pahit
Beberapa minggu kemudian, Reintara akhirnya setuju untuk bekerja sama dengan Ria. Dalam waktu singkat, perusahaan mulai bangkit kembali dengan bantuan Ria. Namun, di balik kesuksesan itu, Reintara merasa seperti kehilangan dirinya sendiri.
Ria, di sisi lain, merasa puas. Ia berhasil memenangkan permainan ini. Reintara sekarang ada di sisinya, dan tidak ada yang bisa memisahkan mereka.
Namun, dalam hati kecil Reintara, ia tahu bahwa ini belum selesai. Ia hanya perlu waktu untuk merencanakan langkah berikutnya.
Bara yang Masih Menyala
Jalan Baru
Kerjasama antara Reintara dan Ria berjalan mulus. Perusahaan Reintara kembali bangkit, bahkan mulai meraih keuntungan yang lebih besar dibanding sebelumnya. Dari luar, mereka terlihat seperti pasangan yang sempurna. Namun, di balik senyuman dingin Reintara dan perhatian obsesif Ria, ada pertempuran batin yang tak terlihat.
Reintara menghabiskan waktu malamnya dengan memikirkan cara keluar dari cengkeraman Ria. Ia sadar bahwa setiap langkahnya diawasi, setiap gerakannya dianalisis. Tetapi ia bukanlah seseorang yang mudah menyerah.
Di sisi lain, Ria semakin menunjukkan sisi posesifnya. Ia memutuskan semua koneksi Reintara dengan orang-orang yang dianggapnya berpotensi mengancam “hubungan” mereka. Termasuk Maya dan Adnan, yang akhirnya mundur dari posisi mereka karena tekanan tak langsung dari Ria.
Reintara Mulai Bergerak
Suatu malam, setelah Ria tertidur, Reintara kembali mengakses laptop pribadinya yang telah ia sembunyikan. Ia mulai menghubungi beberapa pakar IT secara anonim, meminta bantuan untuk mengembangkan sistem keamanan yang lebih kuat dan algoritma pelacakan khusus.
“Aku butuh cara untuk melacak semua langkahnya tanpa dia tahu,” tulis Reintara dalam pesan terenkripsi kepada salah satu ahli IT terkenal.
Pesan itu dibalas setelah beberapa menit. “Kita bisa membuat sesuatu yang spesial. Tapi butuh waktu dan biaya besar.”
“Aku punya waktu, dan uang bukan masalah,” balas Reintara dingin.
Obsesi yang Tak Berhenti
Sementara itu, Ria semakin menikmati kemenangan dan kendalinya atas Reintara. Ia merasa puas karena akhirnya berhasil membuat pria itu bergantung padanya. Namun, di balik senyum manisnya, ada rasa waspada.
“Dia terlalu tenang,” pikir Ria suatu malam saat ia melihat Reintara sibuk membaca dokumen di ruang kerjanya.
Ria mendekatinya dengan secangkir teh hangat. “Kamu tidak terlalu banyak bicara belakangan ini, Rein. Apa kamu masih marah padaku?” tanyanya lembut.
Reintara menatapnya sekilas, lalu tersenyum tipis. “Aku hanya lelah. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.”
Ria duduk di sampingnya. “Kamu tahu, kan? Aku akan selalu ada untukmu. Apa pun yang terjadi.”
Reintara mengangguk, tapi dalam hati ia berpikir, Aku harus menghentikan ini sebelum aku benar-benar kehilangan diriku.
Langkah Awal Kebebasan
Beberapa minggu kemudian, Reintara mendapatkan sistem pelacakan yang ia butuhkan. Dengan sistem itu, ia mulai memantau semua komunikasi Ria, mencari celah yang bisa digunakan untuk membalikkannya.
Pada saat yang sama, ia juga mulai membangun kembali koneksinya secara diam-diam. Ia menghubungi Adnan dan Maya, meyakinkan mereka untuk tetap percaya padanya.
“Aku punya rencana, tapi butuh waktu,” katanya kepada Adnan melalui pesan terenkripsi.
“Apa ini termasuk menyingkirkan Ria?” balas Adnan.
“Lebih dari itu. Aku akan memastikan dia tidak bisa menyentuhku lagi.”
Ria Mulai Curiga
Ria yang peka terhadap perubahan sikap Reintara mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia memperketat pengawasannya terhadap pria itu, bahkan mulai menyewa penyelidik pribadi untuk memastikan bahwa Reintara tidak berbuat curang di belakangnya.
“Aku tidak bisa kehilangan dia,” bisik Ria pada dirinya sendiri. “Jika dia berusaha melawanku, aku akan menghancurkannya sebelum dia bisa bergerak.”
Namun, tanpa disadarinya, Reintara sudah beberapa langkah di depan. Ia mulai memanfaatkan obsesi Ria untuk membuatnya lengah.
Pertemuan Rahasia
Suatu malam, Reintara mengatur pertemuan rahasia dengan salah satu investor besar yang telah meninggalkan perusahaannya karena tekanan Ria. Pertemuan itu diadakan di tempat yang jauh dari kota, dengan tingkat kerahasiaan tinggi.
“Kenapa aku harus percaya padamu lagi?” tanya investor tersebut.
“Karena aku punya rencana untuk mengambil alih kembali semuanya. Tapi aku butuh dukunganmu,” jawab Reintara dengan tegas.
Investor itu memandangnya dengan ragu. “Apa yang membuatmu berpikir kau bisa mengalahkan Ria? Dia jelas lebih pintar dan lebih licik daripada yang kau bayangkan.”